Oleh : Octa Viana
Mahasiswa UIN Ar-Raniry
Banda Aceh
Jurusan Kesejahteraan Sosial
Fakuktas Dakwah dan Komunikasi
Samadua adalah sebuah kecamatan yang terdapat di Aceh Selatan, terdiri dari 28 desa dan 3 bahasa. Bahasa yang digunakan dikecamatan ini yaitu bahasa anak jamee, bahasa aceh dan bahasa Indonesia. Samadua memiliki berbagai macam adat dan budaya, salah satunya yaitu kenduri sawah.
Kenduri sawah sudah dilakukan secara turun temurun sejak zaman nenek moyang sampai pada saat ini. Biasanya kenduri ini dilakukan 4 atau 5 hari sebelum menanam padi. Pada umumnya, kenduri sawah dilakukan di hari Jum’at tepatnya selepas shalat Jum’at. Semua masyarakat membawa rantangnya dan berkumpul di sebuah irigasi atau sungai..
Rantang yang mereka bawa berisi nasi dan berbagai lauk pauk lainnya. Setelah semuanya berkumpul, kenduri tersebut akan dipimpin oleh ketua adat yang mewakilkan semua pemilik sawah untuk memulangkan sawahnya kepada tengku imam atau imam mesjid untuk membacakan doa bersama-sama agar sawah mereka tumbuh dengan baik dan terhindar dari berbagai hama.
Selepas membaca doa, semua masyarakat yang terdiri dari anak-anak hingga orang dewasa akan membuka rantang mereka untuk makan bersama.
Selain karena adat, kenduri sawah ini juga berfungsi untuk memohon perlindungan pada Allah SWT. agar sawah mereka tumbuh dengan subur serta terhindar dari hama dan kenduri sawah ini juga berfungsi untuk menjaga silaturahmi antar masyarakat setempat.
Dalam kenduri sawah ini juga terdapat hal unik. Tetapi ada sebagaian daerah yang masih menjalankannya dan ada juga yang sudah menghilangkannya. Hal unik tersebut yaitu dimana masyarakat menyiapkan nasi dan daging besar untuk diletakkan di gunung yang sedikit jauh dari pemukiman warga. Hal tersebut dilakukan sebagai syarat agar nenek (sebutan lain dari harimau) juga menjaga sawah mereka.
Tidak sampai disitu, setelah padi yang mereka tanam sudah mulai tumbuh, orang yang memiliki sawah akan membuat lemang. Dimana air dari lemang tersebut dimasukkan kedalam sebuah wadah dan dibawa ke mushola untuk dibacakan doa oleh seorang imam. Doa tersebut memohon perlindungan dari Allah SWT untuk padi mereka, dan setelah itu air tersebut dibawa ke sawah mereka masing-masing untuk menyiram padi mereka.
Tetapi dalam hal melemang ini hanya dilakukan oleh orang tua-tua saja dan tidak serami kenduri sebelumnya.
Setelah melakukan kenduri ini, bukan berarti pemilik sawah lepas tangan saja. Mereka tetap menjaga sawah mereka agar terhindar dari berbagai hama dengan membuat orang-orangan sawah atau sebagainya.
Fakuktas Dakwah dan Komunikasi
Samadua adalah sebuah kecamatan yang terdapat di Aceh Selatan, terdiri dari 28 desa dan 3 bahasa. Bahasa yang digunakan dikecamatan ini yaitu bahasa anak jamee, bahasa aceh dan bahasa Indonesia. Samadua memiliki berbagai macam adat dan budaya, salah satunya yaitu kenduri sawah.
Kenduri sawah sudah dilakukan secara turun temurun sejak zaman nenek moyang sampai pada saat ini. Biasanya kenduri ini dilakukan 4 atau 5 hari sebelum menanam padi. Pada umumnya, kenduri sawah dilakukan di hari Jum’at tepatnya selepas shalat Jum’at. Semua masyarakat membawa rantangnya dan berkumpul di sebuah irigasi atau sungai..
Rantang yang mereka bawa berisi nasi dan berbagai lauk pauk lainnya. Setelah semuanya berkumpul, kenduri tersebut akan dipimpin oleh ketua adat yang mewakilkan semua pemilik sawah untuk memulangkan sawahnya kepada tengku imam atau imam mesjid untuk membacakan doa bersama-sama agar sawah mereka tumbuh dengan baik dan terhindar dari berbagai hama.
Selepas membaca doa, semua masyarakat yang terdiri dari anak-anak hingga orang dewasa akan membuka rantang mereka untuk makan bersama.
Selain karena adat, kenduri sawah ini juga berfungsi untuk memohon perlindungan pada Allah SWT. agar sawah mereka tumbuh dengan subur serta terhindar dari hama dan kenduri sawah ini juga berfungsi untuk menjaga silaturahmi antar masyarakat setempat.
Dalam kenduri sawah ini juga terdapat hal unik. Tetapi ada sebagaian daerah yang masih menjalankannya dan ada juga yang sudah menghilangkannya. Hal unik tersebut yaitu dimana masyarakat menyiapkan nasi dan daging besar untuk diletakkan di gunung yang sedikit jauh dari pemukiman warga. Hal tersebut dilakukan sebagai syarat agar nenek (sebutan lain dari harimau) juga menjaga sawah mereka.
Tidak sampai disitu, setelah padi yang mereka tanam sudah mulai tumbuh, orang yang memiliki sawah akan membuat lemang. Dimana air dari lemang tersebut dimasukkan kedalam sebuah wadah dan dibawa ke mushola untuk dibacakan doa oleh seorang imam. Doa tersebut memohon perlindungan dari Allah SWT untuk padi mereka, dan setelah itu air tersebut dibawa ke sawah mereka masing-masing untuk menyiram padi mereka.
Tetapi dalam hal melemang ini hanya dilakukan oleh orang tua-tua saja dan tidak serami kenduri sebelumnya.
Setelah melakukan kenduri ini, bukan berarti pemilik sawah lepas tangan saja. Mereka tetap menjaga sawah mereka agar terhindar dari berbagai hama dengan membuat orang-orangan sawah atau sebagainya.