Oleh : Elvi Marfinda, S.Pd
Pendidik adalah sosok yang diamanahkan tugas mulia untuk mengajar dan mendidik anak bangsa dengan tujuan untuk memanusiakan manusia. Amanah dan tanggung jawab ini bukanlah hal yang mudah bagi seorang pendidik, bahkan tugas seorang pendidik bukan hanya mengajar namun bagaimana ia mampu mendidik dan melahirkan perubahan positif bagi peserta didik.
Semua orang bisa jadi mampu mengajar, namun tidak semua orang mampu mendidik. Oleh karena itu wajar bila pendidik mendapat gelar sebagai profesi profesional.
Sebagai sosok yang mengambil peran dan berkontribusi langsung dalam dunia pendidikan, pendidik tidak cukup hanya mengandalkan gelar profesional namun pendidik harus dapat berkontribusi aktif dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pendidikan.
Begitu besar tanggung jawab seorang pendidik bahkan dalam kutipan indah, Ali Bin Abi Thalib mengungkapkan bahwa “ Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”.
Ungkapan ini menggambarkan bagaimana pendidik yang berperan sebagai orang tua di lembaga pendidikan harus mampu mengupgrade diri untuk mendidik anak sesuai dengan zaman dan kebutuhan mereka. Apakah ini berarti pola mendidik dimasa lampau tidak baik dan optimal?.
Kita dapat berdalih dan beropini bahwa pendidik kita terdahulu tidak sungkan mendidik dengan cara yang keras, menggunakan rotan dan pukulan namun mampu mengantarkan kita menjadi orang-orang sukses dalam kehidupan. Apakah gaya mendidik seperti ini dapat kita terapkan di masa kini?.
Setiap periode zaman tentu diimbangi pula dengan tantangan masing-masing dan sebaik-baiknya mendidik adalah dengan cara lemah lembut serta penuh kasih sayang. Mendidik dengan asah, asih dan asuh merupakan modal dasar yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Asah seluruh potensi yang dimiliki peserta didik dengan memberi pematik dan rasa senang dalam melakukan investigasi pengetahuan, asih dengan cara membimbing penuh kesabaran dan kasih sayang serta asuh dengan cara menuntun pada perubahan prilaku dan budi pekerti.
Pendidik dituntut untuk sabar atas keragaman karakteristik peserta didiknya. Ungkapan “peserta didik tidak pernah salah” adalah konsep yang harus dipahami oleh setiap pendidik, Jika tujuan mendidik itu belum berhasil maka pendidik perlu “bercermin” untuk lebih literat dalam mengkaji dan melakukan instropeksi diri.
Pendidik perlu menurunkan sedikit saja egonya sebagai guru dan sebagai orang dewasa, karena yang dibutuhkan peserta didik saat ini adalah “orang dewasa” yang memahami dan mampu menuntun dengan cara masuk ke dalam dunia mereka.
Saat ini kemajuan teknologi dan perkembangan zaman menuntut para pendidik untuk mampu berdaptasi dan menjawab semua kebutuhan peserta didiknya. Metode lama seperti ceramah tak lagi efektif dan cenderung membosankan dan tidak tertutup kemungkinan pendidik yang mengajar dengan gaya mengajar lama akan ditinggalkan oleh peserta didiknya, sementara peradaban bangsa hanya dapat diwujudkan melalui pendidikan.
Lalu bagaimana pendidik tetap dapat mempertahankan eksistensinya seiring dengan perkembangan zaman? Apa yang dibutuhkan peserta didik saat ini? Untuk apa mereka belajar? dan dampak apa saja yang diperoleh peserta didik dari proses pembelajaran yang kita sajikan?.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pendidik perlu terus menggali informasi melalui kegiatan literasi.
Literasi bukan sebatas membaca dan menulis namun bagaimana pendidik mampu menguasai dan memahami teknologi, mengembangkan berpikir kristisnya dan peduli serta peka terhadap lingkungan sekitarnya.
Literasi bermakna “melihat lebih dalam” dalam mengelola informasi dan pengetahuan sehingga bermanfaat bagi diri maupun orang lain.
Pendidik yang tidak tergantikan oleh masa adalah pendidik yang “haus” akan pengetahuan dan terus mengikuti perubahan zaman. Pendidik perlu melek teknologi dan mengembangkan kemampuan literasinya dalam upaya menjawab tantangan zaman.
Tidak zamannya lagi pendidik menuliskan materi hingga penuh seluruh papan tulis, tapi bagaimana pendidik mampu mengadopsi teknologi didalam pembelajaran dan menyajikannya secara menarik. Tidak zamannya lagi pendidik melaksanakan evaluasi dengan berlembar-lembar halaman soal, tetapi bagaimana pendidik melaksanakan evaluasi dengan moda permainan yang justru akan membuat peserta didik menjadi ketagihan untuk terus berlatih.
Tentu tidak mudah mengubah metode yang telah kita lakukan bertahun-tahun. Namun pendidik harus tetap hidup dan mempertahankan eksistensi nya di dunia pendidikan. Pendidik harus memahami dengan benar kebutuhan belajar peserta didik, melakukan pengembangan diri dan merefleksikan dalam pembelajaran.
Dengan berliterasi, pendidik dapat mengembangkan kompetensinya baik kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian maupun sosial. Akan dengan mudah bagi pendidik mengatasi kelemahan dalam pembelajaran jika ia terbuka terhadap kritik dan saran, akan mudah bagi pendidik mengembangkan profesionalismenya jika ia terus terbuka terhadap kebutuhan peserta didik, mengasah kemampuan berliterasinya dalam mendalami materi pembelajaran berikut struktur dan keilmuannya.
Dalam hal kepribadian, pendidik perlu menunjukkan sikap “CERAH” yang bermakna clarity (terbuka), empathy (memahami), respect (menghargai), audible ( ramah dan sopan), dan humble (rendah hati). Prilaku ini akan menuntun pendidik sehingga memiliki akhlak mulia, berwibawa dan berkarismatik, serta mampu menjadi teladan bagi peserta didiknya.
Pendidik juga perlu mengembangkan literasinya dalam meningkatkan kompetensi sosial dengan menunjukan kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan sekitar, mampu mengelola hubungan dan komunikasi efektif dengan peserta didik maupun masyarakat sehingga cakap dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
Di dalam mendidik, perlu adanya sikap “luas dan luwes”. Luas bermakna pendidik dapat memberi rasa nyaman dan ruang selebar-lebarnya bagi diri dan peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga tercipta ruang kolaborasi yang efektif.
Sedangkan luwes bermakna pendidik tidak kaku terhadap pola mendidik lama namun bagaimana ia dapat terbuka terhadap perubahan zaman dan mengambil peran dalam mendidik dengan gaya kekinian.
Saat ini, banyak sekali wadah pengembangan diri yang menyediakan beragam bentuk pelatihan yang dapat menjadikan pendidik memiliki keterampilan baik keterampilan hardskill maupun softskill. Pendidik hanya perlu membuka diri dan mengembangkan kemampuan berliterasinya dalam menghadapi perubahan dan tuntutan zaman.
Pendidik hendaknya juga meyakini bahwa menyerah untuk belajar maka membuka gerbang kebodohan. Motivasi dan kesabaran dalam berliterasi harus selalu dipelihara di dalam sanubari seorang pendidik.
Apabila pendidik telah berhasil menduduki tempat di hati peserta didiknya maka secara otomatis pendidik tersebut akan selalu hidup dan tidak akan tergantikan oleh masa dan waktu. Cukup kembangkan kemampuan kita dalam berliterasi maka kita akan menjadi pendidik hebat masa depan yang dicari, dinanti dan dirindukan peserta didik. Tetap semangat “Pelita Pendidikan” untuk wajah baru peradaban manusia.
Penulis bernama Elvi Marfinda dilahirkan di Nagan Raya pada tanggal 13 juni 1983. Merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. dengan Ibu bernama Mardiani dan ayah bernama M.Jamin. Penulis berprofesi sebagai guru mata pelajaran biologi pada SMA Negeri Modal Bangsa Arun, Lhokseumawe-Aceh. Email : vindamarfinda@yahoo.co.id.