BerawangNews.com, Jakarta - Pusat Kajian Kebudayaan Gayo masih membincangkan pejuang Gayo melawan kolonial dalam mempertahankan Indonesia dari penjajah. “Masih dalam memperingati hari pahlawan. Momentum penting. Tidak sebatas mengenalkan kembali pejuang-pejuang kita, tetapi juga melihat bagaimana perjuangan pejuang-pejuang kita yang telah berkorban waktu, pemikiran, tenaga, uang, materi sampai bertaruh nyawa, sehingga kita bisa menikmati kemerdekaan seperti sekarang,” kata Yusradi Usman al-Gayoni, Ketua Pusat Kajian Kebudayaan Gayo, Selasa (15/11/2022).
Sejauh ini, ungkap Yusradi, Pusat Kajian Kebudayaan Gayo sudah membincangkan tiga pejuang dari dataran tinggi Gayo, Said Abdullah yang dikenal dengan Aman Nyerang, kolonel pertama Sumatera asal Gayo Lues, Kolonel Muhammad Din, dan Abu Bakar Salam yang dikenal sebagai Bung Tomonya Gayo. “InsyaAllah, dilanjutkan dengan perbincangan tentang Wali Tengku Tapa (Bener Meriah), Muhammad Hasan Gayo (Aceh Tengah), Tengku Ilyas Leube (Aceh Tengah), dan Abu Bakar Aman Dimot (Aceh Tengah). Satu lagi, Aman Jata, saudagar sekaligus pejuang dari Gayo Lues, masih menunggu kesediaan pembicara,” sebut Yusradi.
Sementara itu, sambungnya, bincang Onot Pejebe (Aceh Tengah) dan pejuang perempuan dari Lokop Serbejadi Aceh Timur Inen Mayak Teri, masih melihat dukungan literatur dan narasumber. “Kesepuluh pejuang yang populer di kalangan masyarakat Gayo, mulai dari Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, Lokop Serbejadi Aceh Timur sampai Kalul Aceh Tamiang, sengaja diangkat, mewakili pejuang Gayo lainnya. Harapannya, dokumentasi pejuang lainnya juga akan terkumpul, melengkapi dokumentasi perjuangan orang Gayo secara keseluruhan dalam melawan kolonial dan mempertahankan ibu pertiwi,” tegasnya.
Diterangkannya, sebelumnya, Pusat Kajian Kebudayaan Gayo juga menggelar dua kali perbincangan yang membahas tentang pembantaian rakyat Gayo-Alas oleh Belanda (1904), dengan melibatkan Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara dan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues. Lalu, bincang “Peran Orang Gayo Menghadapi Kolonialisme di Sumatera.” Juga, bincang “Kebangkitan Rakyat Linge dalam Melawan Kolonial Belanda, 9-10 Agustus 1916 (106 tahun)”
Dari seluruh pejuang Gayo, harapnya, nantinya ada yang diusulkan sebagai calon pahlawan nasional dari Gayo. “Tentu, mesti dilihat syarat pahlawan nasional yang ditetapkan Pemerintah Pusat. Dari sana, baru diteliti, mana yang paling memenuhi syarat. Baru diajukan, dengan dukungan pemerintah kabupaten yang ada di Gayo, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Bener Meriah. Tambah, Pemerintah Aceh dan semua lapisan masyarakat Aceh baik di Aceh maupun di luar Aceh, khususnya masyarakat Gayo,” sebut Yusradi.
(Jupri)