Oleh Zulfata, M.Ag
Direktur Sekolah Kita Menulis (SKM)
Tulisan ini ditujukan pada Kegiatan Webinar Spesial Milad Ruang Literasi. Medan, Senin, 28/02/2022
Literasi selalu hadir dalam agenda pembangunan, apakah itu sifatnya pembangunan infrastuktur, manusia maupun sumber daya alam. Literasi bisa saja bersifat umum karena maknanya yang dapat ditarik begitu luas. Segala aktivitas yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja dalam hal, membaca, berdiskusi, menulis hingga menghasilkan suatu karya tulis sering diidentikan dengan aktivitas berliterasi. Demikian halnya dengan proses sosialisasi, penguatan materi, penyadaran, pembuka pemikiran dalam mewujudkan pemahaman publik hingga menimbulkan kesadaran publik juga dikaitkan dengan proses berliterasi.
Meskipun literasi dapat dipahami secara general, tidak sedikit pula kalangan pemikir, penulis, akademisi, sosiolog, antropolog, budayawan, agamawan, ilmuan dan seterusnya yang aktif berliterasi sering membuat spesifikasi terkait literasi. Sehingga lahirlah kajian literasi seperti literasi digital, literasi keuangan, literasi pendidikan, literasi hukum, hingga literasi politik. Pada intinya semua literasi tersebut akan bermuara pada proses pencerahan publik. Lantas bagaimana pula yang dimaksud dengan literasi politik? Dan bagaimana pula pemahaman politik literasi? Adalah keterkaitan atau kesamaan tujuan dari kedua pertanyaan tersebut yang sama-sama menggunakan kata literasi dan politik. Tentu secara pemahaman dua hal tersebut (literasi politik & politik literasi) memiliki perbedaan meskipun saling berkaitan.
Literasi Politik
Sederhanyanya, literasi politik lebih mengarah pada literasi soal perpolitikan, baik dalam hal memahami, membaca, menulis, berkarya sehingga mendapatkan kesadaran berpolitik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Subjek yang mendalami literasi politik bukan saja akan mendapat khazanah terkait seluk beluk perpolitikan, tetapi juga akan mampu mengkreasikan praktik perpolitikan. Adanya kebutaan terkait politik, atau sikap apatis terhadap politik atau mengutuk diksi politik, ini terjadi karena tidak mendapat akses literasi politik yang berimbang. Sehingga subjek tersebut mengalami kekaburan politik. Mengalami karakter yang anti terhadap perpolitikan.
Salah satu tujuan dari hadirnya literasi politik adalah untuk menyadarkan semua manusia betapa pentingnya memahami politik. Jika sesorang atau kelompok tidak ingin paham terkait politik, maka tanpa disadari akan dipolitisasi. Pada tahapan selanjutnya, melalui sudut pandang literasi politik pula makna politik tidak bersifat tunggal. Dari sisi literasi politik, politik tidak selalu dimaknai sebagai upaya yang menghalalkan segala cara. Tidak selalu bermakna seni meraih, mendapatkan, mempertahankan kekuasaaan. Tidak selalu dimaknai memperjuangkan kepentingan seorang atau sekelompok elite. Tetapi politik juga dapat dimaknai sebagai alat untuk memperjuangkan kesepakatan bersama dalam mencapai tujuan cita-cita negara.
Pemahaman sedemikian terurai karena manusia disebut sebagai maklhuk politik. Pada pemahaman tertentu proses bertahan hidupnya umat manusia di permukaan bumi ini terjadi karena politik. Dari masa Yunani, peradaban Islam hingga Masa kini. Praktik pembunuhan, cinta, kekompakan, persatuan, sengsara, sejahtera, miskin, kaya, sakit, sembuh, dari cara makan hingga mencari makan, dan seterusnya tidak lepas dari proses perpolitikan yang dialami oleh manusia. Dampak berpolitik dapat saja terjadi pada orang yang aktif dalam berpolitik maupun pihak yang terdampak dari bias yang aktif berpolitik.
Sisi Literasi politik telah mengklasifikasikan politik praqtis dan politik high level, serta beragam jenis pendekatan dan perilaku berpolitikan lainnya. Diakui atau tidak, literasi politik telah mampu membangun peradaban politik, segala kreasi politisi dalam berpolitik tidak berawal dari kemampuannya dalam mengaplikasikan literasi politik bersama masyarakat. Artinya kreatifitas dan inovasi dari sikap politisi tidak dapat dilepaskan dari kemampuannya dalam berliterasi politik. Berbagai strategi dan trik dapat diciptakan dan dikuasai oleh politik yang berliterasi politik melalui kemampuannya berfikir, mencermati fenomena sosial, hingga memanfaatkan momentum bagaimana strategi politiknya untuk dapat dimainkan sesuai kepentingan yang telah ditarget.
Praktik literasi politik tidak bersifat kaku, ia terus hidup mengiringi perilaku konstituen politik maupun trend perilaku politisi, elite politik atau aktor intelektual politik. Sehingga literasi politik tidak naïf untuk dipelajari, meski terkesan imajinatif terkadang dapat diwujudkan dalam ruang praktik. Dari pemahaman inilah berbagai skema, skenario, perencanaan, alternatif dalam setiap agenda perpolitikan dapat dijalankan. Melalui literasi politik pula para aktor-aktor yang terlibat berpolitik mampu menciptakan sesuatu yang di luar dugaan suatu kelompok manusia. Pada pemahaman seperti ini pula muncul pandangan bahwa berpolitik tidak seperti sedang bermatematika, atau dengan berpolitik, manusia dapat mati berkali-kali meskipun hidup di dunia hanya sekali. Demikianlah konsep logika politik.
Politik Literasi
Lain halnya dengan politik literasi yang lebih mengarah pada bagaimana literasi itu bekerja mengawal peradaban manusia. Politik literasi mempertegas bahwa tanpa disadari literasi telah mampu menampilkan otoritas potret-potret perpolitikan dari masa ke masa. Politik literasi sukses merekam berbagai fenomena politik dari masa ke masa untuk kemudian menjadikan umat manusia berpeluang seperti Keledai yang jatuh di lubang yang sama.
Politik literasi dibangun melalui kerja-kerja jurnalistik, penulis melalui buku, esai, opini bahkan surat kaleng yang memberikan informasi terkait aktor politik dengan berbagai dampaknya. Jika literasi politik bersifat dari proses berfikir menuju tahapan penyadaran dalam bersikap, namun politik literasi bersifat bagaimana lierasi bekerja dalam mempengaruhi kehidupan personal atau sekelompok manusia dalam aktivitas berpolitik.
Dalam konteks ini, munculnya para penulis dalam memberikan pemikiran atau terus berusaha mebuka ruang penalaran publik yang kemudian dijadikan karya tulis, dapat dipastikan akan menjadi rujukan literasi politik di masa depan. Kegunaan dalam memberikan informasi politik hari ini untuk generasi masa depan itu tergantung pada generasi masa depan, apakah mereka akan menggunakannya secara bijaksana atau menegasikan fakta politik para pendahulunya.
Hari ini, generasi yang disebut generasi milenil, generasi Y, generasi Z, generasi alpa, apapun nama sebutan generasinya telah mendapat hasil dari potret perpolitikan di masa orde lama, orde baru, hingga reformasi. Ini semua terjadi karena proses kerja dari politik literasi. Jika subjek penggerak literasi politik adalah manusia, maka politik literasi hidup sejauhmana manusia mampu mengakses data, dukumen, fenomena strategis mempelajari kiprah tokoh politik dalam menyambung keberlanjutan literasi pada lintas generasi. Perjalanan politik literasi hidup selama peradaban itu masih ada. kekuatan politik literasi telah mampu membentuk sebuah potret sejarah suatu bangsa dan negara, sehingga muncul pemahaman bahwa sejarah hanyalah produk para pemenang, dan pecundang akan tenggelam dalam sejarah.
Hadirnya buku-buku terkait politik, baik yang pernah dilarang beredar oleh penguasa maupun tidak adalah serangkaian dinamika politik literasi itu bekerja. Objek literasi mesti didorong untuk dapat diakses oleh publik guna mendapatkan pemahaman literasi plitik yang berimbang. Sehingga benang merah sejarah dapat terkuak. Pada posisi ini pula masyarakat mesti sadar apakah efektif jika sejarah selalu berpihak padang penguasa? Apakah yang ditulis selalu atas instruksi penguasa? Apakah literasi hidup karena memenuhi kebutuhan penguasa? Serta bagaimana pula posisi rakyat jelata dalam politik literasi?
Semua rentetan pertanyaan tersebut tidak mesti dijawab secara tergesa-gesa, paling tidak pembaca dapat merenungkan bagaimana perkembangan berliterasi di negeri saat ini. Misalnya pembaca dapat berfikir kritis terkait kemanakah arah literasi perguruan tinggi di era Presiden Joko Widodo? Bagaimana pula posisi literasi budayawan pada masa Presiden Soeharto? Saat menemukan jawaban dari dua pertanyaan tersebut penulis akan dapat memahami bahwa ada proses tarik-menarik antara penguasa dengan aktivitas tulis menulis, atau baca membaca di ruang publik. Apakah semua proses berliterasi tersebut semuanya terarah pada memperjuangkan pencerahan atau pencerdasan publik sesui amanat UUD 1945 atau justru sebaliknya. Silakan pembaca renungkan sendiri jawabannya.
Pada prinsipnya, pemahaman Literasi Politik dan Politik Literasi tidak dapat dipisahkan, ia ibarat dua sisi mata uang yang berbeda namun dalam kesatuan. Kesadaran dari kedua pemahaman tersebut akan mampu meningkatkan kemampuan manusia dalam berliterasi dari masa ke masa. Upaya pemilihan antara Literasi Politik dan Politik Literasi ini bukanlan untuk mendikotomikan antara literasi dan politik sehingga terjebak pada perdebatan seperti mana duluan ayam dari pada telur. Tentunya arahnya bukan sedemikian, melainkan untuk memperkaya terkait bagaimana literasi politik dan politik literasi itu berkembang dari masa ke masa, sehingga para pembaca atau para penulis dapat mengambil perannya masing-masing di saat berada pada aktivitas berliterasi secara berkelanjutan.
Posisi Strategis Para Penulis Politik
Melalui kajian ini pula sejatinya memposisikan para penulis atau calon penulis harus terus berjuang untuk menulis apapun terkait politik, selain dapat membuka cakrawala dan tanggung jawab sebagai rakyat sambil terus melek politik, juga melalui karya tulis para penulis nantinya akan memberikan informasi perpolitikan pada generasi sesudahnya. Proses menitip potret atau informasi dari masa ke masa, dari generasi ke generasi inilah yang nantinya akan membentuk peradaban yang disokong melalui karya tulis terkait politik.
Dari persepktif politik high level pula secara tidak langsung saat penulis politik aktif menulis terkait perkembangan politik, atau pembaca mengomentari bacaan terkait politik, maka pada saat itu pula penulis dan pembaca sedang aktif berpolitik untuk menyokong peradaban melalui dialektika, mendokumentasikan informasi, penalaran, dan potret perkembangan politik dari masa ke masa. Pada posisi ini benarlah apa yang disebut oleh Pramoedya Ananta Toer bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian. Oleh karena itu, teruslah menulis untuk menyokong peradaban, untuk meluruskan kekuasaan demi keberlansungan hajat hidup banyak manusia. Sehingga penulis berprinsip bahwa teruslah menulis meski langit akan runtuh malam ini.