Penulis: Hermawansyah, S.Ant
Mahasiswa Magister Sosiologi Universitas Malikussaleh
Secara umum guru dikenal sebagai orang yang ahli dalam suatu bidang ilmu, guru dititipkan sebagai pendidik sekaligus membimbing anak muda yang masih mencari ilmu pengetahuan baik dibangku sekolah formal maun non-formal. peranya sangatlah strategis dalam mendidik dan membina peserta didik kearah yang lebih baik.
Apalah artinya jika seorang guru tidak memiliki kriteria tersebut. Layakkah dirinya dipanggil guru? Atau apa yang menjadi barometer seseorang baru bisa dipanggil guru? Jangan-jangan ada yang salah dengan lembaga penjamin mutu guru? Atau kita sebagai masyarakat yang awam dengan seenak hati kita memanggil se-seorang dengan guru tanpa melihat kualitas dan kapasitas kelayakannya menjadi seorang guru.
Kasus yang menimpa salah seorang santri yang diduga kuat dicabuli oleh seorang guru pondok pesantren di Kabupaten Bener Meriah sangatlah tidak mencerminkan seorang pengajar malahan tindakan yang dilakukan oleh salah seorang oknum guru tersebut dapat mencoreng nama baik seluruh tenaga pendidik guru terutama pada lembaga pendidikan pondok pesantren dan naas nya lagi mencoreng nama baik masyarakat Bener Meriah.
Namun secara sosiologis tidaklah benar menghakimi seseorang tanpa tahu duduk perkaranya secara jelas. Namanya manusia tidaklah luput dari praktek menyimpang. Kekuatan nafsu birahi memang menjadi motivasi dalam hal ini. Tetapi seseorang menjadi tak terkendali akibat Adanya ruang kesempatan untuk melakukannya. Ibarat pembunuh bayaran yang diberikan seluruh fasilitas untuk melancarkan pembunuhan pastilah gampang baginya untuk mengeksekusi. Dalam kasus inipun coba dievaluasi apakah lembaga pendidikan tersebut sebelumnya tidak melakukan uji kelayakan dan kepatutan dalam merekrut tenaga pendidik! Patut dipertanyakan?
Semoga kasus seperti tidak terjadi lagi di masa-masa yang akan datang. Sebagai masukkan kejahatan bisa terjadi dimana saja, alangkah jahatnya lagi apabila ruang kejahatan tersebut kita fasilitasi tanpa ada evaluasi
Apalah artinya jika seorang guru tidak memiliki kriteria tersebut. Layakkah dirinya dipanggil guru? Atau apa yang menjadi barometer seseorang baru bisa dipanggil guru? Jangan-jangan ada yang salah dengan lembaga penjamin mutu guru? Atau kita sebagai masyarakat yang awam dengan seenak hati kita memanggil se-seorang dengan guru tanpa melihat kualitas dan kapasitas kelayakannya menjadi seorang guru.
Kasus yang menimpa salah seorang santri yang diduga kuat dicabuli oleh seorang guru pondok pesantren di Kabupaten Bener Meriah sangatlah tidak mencerminkan seorang pengajar malahan tindakan yang dilakukan oleh salah seorang oknum guru tersebut dapat mencoreng nama baik seluruh tenaga pendidik guru terutama pada lembaga pendidikan pondok pesantren dan naas nya lagi mencoreng nama baik masyarakat Bener Meriah.
Namun secara sosiologis tidaklah benar menghakimi seseorang tanpa tahu duduk perkaranya secara jelas. Namanya manusia tidaklah luput dari praktek menyimpang. Kekuatan nafsu birahi memang menjadi motivasi dalam hal ini. Tetapi seseorang menjadi tak terkendali akibat Adanya ruang kesempatan untuk melakukannya. Ibarat pembunuh bayaran yang diberikan seluruh fasilitas untuk melancarkan pembunuhan pastilah gampang baginya untuk mengeksekusi. Dalam kasus inipun coba dievaluasi apakah lembaga pendidikan tersebut sebelumnya tidak melakukan uji kelayakan dan kepatutan dalam merekrut tenaga pendidik! Patut dipertanyakan?
Semoga kasus seperti tidak terjadi lagi di masa-masa yang akan datang. Sebagai masukkan kejahatan bisa terjadi dimana saja, alangkah jahatnya lagi apabila ruang kejahatan tersebut kita fasilitasi tanpa ada evaluasi