Oleh : Cut Ani Darniati
Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry
Seperti diberitakan sebelumnya Mahkamah Konsitusi menolak permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Termasuk penolakan salah satu uji materi mengenai kewajiban pegawai KPK beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Para pegawai yang diseleksi ulang untuk menjadi ASN harus mengikuti beberapa tes, termasuk salah satunya tes wawasan kebangsaan (TWK).
Beberapa hari lalu, media massa dikejutkan dengan kabar yang bahwa sebanyak 75 pegawai komisi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) termasuk salah satunya Penyidik Senior KPK Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK lainnya yang selama ini dianggap sangat gigih dalam memberantas korupsi dinyatakan tidak lulus asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK). Pasalnya TWK ini ialah salah satu syarat alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selasa, 11 Mei 2021 adalah kado terpahit menjelang lebaran bagi para Pegawai KPK yang secara resmi dinonaktifan karena tidak lulus TWK. TWK yang dilakukan KPK dianggap tidak relevan dan banyak terjadi kejanggalan, pasalnya pertanyaan yang diajukan sangat aneh, lucu, diskriminatif dan berpotensi melanggar hak asasi manusia. Satu hari lalu diberitakan oleh media massa bahwa Tim OTT (Operasi Tangkap Tangan) Bupati Nganjuk dikabarkan dipimpin oleh Harun Al Rasyid yaitu salah satu pegawai komisi KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK. Saya sangat terkesan meski sudah dinyatakan tidak lulus TWK namun beliau tetap melakukan tugasnya mengabdi pada negeri untuk memberantas korupsi (para tikus berdasi/para koruptor).
Penulis semakin yakin dengan dikeluarkannya SK (Surat Keputusan) Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 surat penonktifan 75 pegawai komisi KPK adalah bukti tanda dari kueletan pemerintah tertentu untuk menyingkirkan 75 pegawai komisi KPK tersebut.
Dengan kejadian diatas penulis merasa bahwa adanya TWK hanyalah taktis dan strategis yang bisa dijadikan alasan untuk menyingkirkan para pegawai komisi KPK yang benar-benar bekerja untuk rakyat dan negara dalam memberantas korupsi. Namun dalam hal ini para elite penguasa tertentu yang tidak ingin terkena masalah dengan mempertahankan orang-orang jujur di pemerintahan, alih-alih mencari cara dengan berbagai alasan dan kriteria yang dimainkannya dan ketika ada kesempatan ini merupakan salah satu cara yang tepat dan aman dalam menyingkirkan pegawai komisi KPK yang dianggap pro rakyat.
Selama pemerintah tidak menganggap ini menjadi hal yang serius untuk diklarifikasi terkait TWK serta tujuan apa yang terselubung didalamnya dengan melontarkan beberapa pertanyaan yang dianggap tidak masuk akal dan aneh, selama itu kepercayaan masyarakat publik terhadap pemerintah akan tergoyahkan. Saya merasa sangat kecewa dengan pemerintah yang tidak bisa melihat kenyataan bahwa 75 pegawai komisi KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK dan sekarang dinonaktifkan adalah pegawai komisi KPK yang sangat akademis, berintegritas dan juga berprestasi dalam memberantas korupsi.
Saya sebagai penulis berharap kepada pemerintah tolong reformasi jangan dikebiri, jangan biarkan sejarah terulang kembali, dengan melihat dan menilik sejarah terbentuknya KPK. Terbentuknya KPK adalah merupakan salah satu upaya menyelamatkan negara dari para tikus berdasi yang tidak tahu diri yang banyak mencuri uang rakyat dengan berdalih menjadi pemimpin negeri.
Sudah tugas kita bersama-sama menjaga KPK dan melindungi negeri dari kehancuran yang diwaspadai. Seperti yang kita ketahui bersama korupsi adalah kejahatan yang luar biasa dan tidak bisa dimaafkan, kerugian yang diakibatkan oleh korupsi akan sangat berdampak negatif pada negara dan juga masyarakat. Tolong kembalikan kepercayaan kami masyarakat publik terhadap pemerintah, jangan biarkan kami terus menerus dalam kecurigaan yang berdasar sesuai dengan fakta dan realita yang ada dan terjadi.
Pada akhirnya, penulis berharap kepada pemerintah agar keadilan ditegakkan untuk 75 pegawai komisi KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK dan dinonaktifkan agar dipertimbangkan lagi oleh pemerintah, karena penulis percaya KPK milik kita bersama dalam melindungi negara kita tercinta dengan tidak mengeliminasi pegawai yang memiliki potensi akademis yang luar biasa dan sangat berprestasi dalam memberantas korupsi.