Oleh : Zulfata
Direktur Sekolah Kita Menulis
Tulisan ini ditujukan untuk Peserta Training Advokasi Pemerintahan Mahasiswa UTU-Meulaboh
Realitas kehidupan berbangsa dan bernegara hari ini menuntut generasi muda untuk memiliki berbagai kecakapan, baik dari sisi mentalistas (softskill) maupun keterampilan khusus lainnya yang memungkinkan generasi muda tersebut tidak larut dalam kendali pasar korporasi yang menggoda dengan berbagai motifnya. Indonesia bahkan negara di dunia sekalipun saat ini sedang gencar-gencarnya mempersiapkan generasi muda sebagai pemegang estafet kenegaraan di masa depan. Dalam upaya mempersiapkan generasi inipun terdapat variasi cara, ada yang melalui pemberdayaan benih oligark, keturunan pemangku kuasa, identitas hingga keteladanan.
Mencermati tren global hari ini, seiring dengan tingginya permintaan pasar terkait informasi dan teknologi, perilaku masyarakat secara drastis telah berubah, dari sesuatu yang protokoler menginginkan yang praktis, ditambah lagi dengan pola memenuhi kehidupan sehari hari. Intinya pola pikir, gaya hidup dari hari ke hari semakin berubah. Tren ini sejatinya bukanlah muncul dari kehendak nurani seluruh manusia, melainkan digiring melalui kemapuan teknologi yang disebut dengan kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence-AI).
Tidak ingin mengurai terlalu dalam terkait AI, yang jelas melalui AI saat ini telah banyak mempengaruhi cara pandang dan karakter perilakuku masyarakat, bahkan negara pun menjadi sasaran lapak pasar yang tak terpisahkan dari akibat negat dari kehadiran AI. Pola hidup kapitalis atau meningginya keinginan untuk menjadi Orang Kaya Baru (OKB) adalah sebuah cita-cita generasi hari ini, apakah itu generasi Y atau Z.
Lanjutannya, fungsi manusia akan terus tergantikan oleh sistem robotik, jasa atau alat produksi lainnya akan dikuasai sistem robotik. Peran manusia terpinggirkan dengan tidak menyebutnya terjepit. Egoisme di lingkungan masyarakat meningkat seiring lemahnya semangat gotong-royong dan altruisme (suka rela demi bangsa dan negara). Hal ini bukanlah sesuatu upaya untuk menakut-nakuti pembaca, tetapi ini adalah fakta yang sedang terjadi di lingkungan kita. Situasi dan kondisi seperti ini sejatinya bukanlah sesuatu yang harus dihindari, melainkan harus disikapi secara elegan tanpa menggadaikan integritas dan pola pikir out of the box (berpikir di luar kotak) pada lintas generasi muda, terutama bagi mahasiswa.
Dalam tulisan pengantar ini penulis ingin mengajak pembaca untuk berusaha menjawab pertanyaan terkait fenomena masa kini. Bagaimanakah situasi perkembagan pendidikan dan realitas kehidupan manusia hari ini? Sudahkah dampak dari kekuatan pendidikan itu benar-benar menyelamatkan martabat manusia atau justru sebaliknya menjadikan perbudakan kemanusiaan? Dimanakah peran negara saat pasar bebas meraja lela? Adakah kedaulatan ekonomi Pancasila itu saat ini? Adakah kedaulatan kemanusiaan yang beradab hari ini menguat? Atau tuan pemilik modal yang terus kita ikuti, sehingga kebijaksanaan tidak lagi menjadi panglima kehidupan, melainkan telah digantikan oleh panglima yang mampu menyuplai dan mendistribusikan modal sebesar-besarnya sambil membenihkan nilai korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Dalam konteks ini penulis tidak sedang dalam mengatakan bahwa kita sedang berada di puncak pasar bebas sembari menginjak ideologi Pancasila, tetapi penulis berusaha untuk menggiring bagaimana kita membina diri sendiri dan lingkungan sekitar guna menguatnya karakter yang benar benar berkemanusiaan. Demikian juga generasi dapat bersaing atau berkompetisi secara sehat tanpa ada penikung gelap yang seketika bisa datang dari mana saja arahnya.
Banyak yang berpandangan bahwa generasi muda harus mampu merawat integritasnya sebagai tameng menghadapi liarnya pasar dengan berbagai motifnya, kemudian generasi muda harus mampu berimprovisasi untuk mampu berfikir di luar kotak (out of the box) guna mampu menjalani kehidupannya tanpa terombang-ambing di tengah kekacauan demokrasi, apa lagi terjebak dalam lingkar komoditi pasar yang sedang diperangkap atas nama pendidikan dan semangat entrepreneur.
Tanpa integritas, semangat entrepreneur berpeluang besar menjadi regenerasi predator bisnis. Tanpa integritas pula kemandirian ekonomi akan selalu dalam bayang-bayang pasar bebas dan kehendak oligark. Untuk itu, generasi muda harus mampu melihat posisi manfaat integritas secara visioner. Artinya generasi harus memiliki kesadaran dan keyakinan bahwa mengamalkan integritas atau kejujuran adalah sebuah upaya penyelamatan karier dan martabat kemanusiaan.
Di sisi lain, ada yang beranggapan bahwa terlalu jujur sulit berkembang menjadi pembisnis, atau terlalu jujur akan menjadi polos dalam berpolitik, dan parahnya lagi ada yang beranggapan bahwa dampak dari sebuah integritas adalah sebuah omong kosong. Anggapan-anggapan yang menyesatkan ini lahir karena karakter manusia yang beranggapan sedemikian telah mengental dalam dirinya sifat pragmatisme meski mereka tak menyadari hal itu.
Benar bahwa mempraktikkan sikap integritas tidak semudah mengucapkannya, ia membutuhkan latihan yang yang berkelanjutan, sehingga benar benar disebut level karakter. Tidak memudahnya mempertahankan dan memperkuat integritas dalam mengambil sikap dalam segala kondisi inilah semestinya integritas dapat dijadikan sebagai sebuah seni bersikap. Disebut seni karena integritas tidak selalu dihadapkan pada setiap waktu, hanya saja dipraktikan pada tempatnya sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi.
Generasi yang berfikir diluar kotak akan lebih dinamis mempraktikan seni integritas ini. Karena dengan berfikir secara diluar kotak, tidak mengikuti norma-noma logika formil, atau tidak mengikuti cara pandang atau cara pikir manusia pada kebanyakannya. Dengan berfikir secara diluar kotak, generasi akan mampu merubah ancaman menjadi sebuah peluang. Tantangan akan mampu diubah sebagai kekuatan menyampaikan masalah, dan setiap masalah dijadikan sebagai kebutuhan untuk naik kelas. Sungguh tidak sembarangan generasi mampu untuk memiliki kemampuan berfikir diluar kotak untuk menjadi sebuah karakter.
Tidak sembarangan generasi untuk dapat berfikir di luar kotak bukan berarti untuk berpikir di luar kota itu tidak dapat diraih. Sebab pada saat generasi aktif mencermati situasi, minat baca tinggi dan rasa ingin mengetahui selalu mengarah pada perilaku produktif, maka tanpa disadari generasi yang seperti ini telah memiliki karakter berpikir secara di luar kotak. Pola berfikir seperti ini kemudian dapat dijadikan sebagai sebuah cara bersikap untuk tetap selalu kreatif dan inovatif dalam menghadapi berbagai tantangan.
Oleh karena itu, selalu berusaha untuk menjadikan integritas dan berfikir di luar kotak sebagai seni bersikap senantiasa akan menjadikan generasi itu tidak tenggelam dalam opini publik yang telah terkontaminasi oleh kehendak pasar yang tidak sehat. Dengan mempraktikkan seni ini pula generasi tidak akan selalu menjadi konsumen dari setiap produk pasar, baik produk pasar dalam bentuk pendidikan, ekonomi maupun politik. Tegasnya generasi akan selalu dijadikan komoditi pembodohan dalam setiap kebijakan ketika generasi tidak memiliki sikap menuju terbentuknya kepribadian yang berintegritas dan berfikir secara di luar kotak.
Ingat, dengan seni, semua tantangan kehidupan dapat dinikmati dengan indah, dengan menjadikan integritas dan pola pikir di luar kotak sebagai seni, secara tidak langsung akan menjadikan manusia yang benar-benar merdeka, bukan seperti slogan merdeka yang terkesan lebeling oleh salah satu menteri republik korupsi di suatu negeri yang tidak jauh dari alam pikir kita.