Zulfata, M.Ag Sekum HmI Badko Aceh |
BerawangNews.com, Banda Aceh- Sekretaris Umum Badko HMI Aceh, Zulfata tantang seluruh kader HMI Se-Aceh untuk kawal transparansi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA),dan jangan lupasoal dana hibah 9,5 Miliar yang sedang hangat saat ini. Zulfata mengakui bahwa Badko HMI Aceh adalah salah-satu organisasi penerima dana hibah dari sejumlah organisasi kepemudaan (OKP) dan organisasi lainnya yang tertera dalam daftar penerima dana hibah yang sedang hot diperbincangkan generasi muda Aceh Saat ini.
Saat diwawancarai oleh BerawangNews.com, Zulfata menegaskan “Kader HMI harus mengambil peran keteladanan dalam hal sikap transparan pengelolaan dana hibah agar tepat sasaran, sehingga integritas dan kredibelitas kader HMI di Aceh tidak rusak karena uang Rp.100 Juta” Pungkas Zulfata.
Organisasi HMI adalah organisasi pengkaderan yang berkomitmen untuk mewujudkan manusia yang bertanggung jawab, menciptakan keadilan yang diridhai Allah Swt. Pada posisi dinamika dana hibah ini dapat dijadikan momen uji nyali dan uji miltansi moral kader HMI Se-Aceh dihapan seluruh rakyat Indonesia. Kemudian Zulfata menambahkan “Jangan sempat kader HMI Se-Aceh terpecah belah atau hanya fokus kawal transparansi dana hibah, tetapi juga tetap kawal transparan dari berbagai alokasi ABPA dari masa ke masa”.
Saat ini, Zulfata terus berupaya untuk mempersuasif dan menantang kader HMI untuk terus militan dalam hal menjaga integritas pemuda dimata pemangku kekuasaan. “Kader HMI Se-Aceh harus benar-benar mampu menjadi mata, telinga dan perasaan rakyat saat dilanda multi krisis saat ini” Ujar Zulfata saat diwawancarai media BerawangNews.com, Banda Aceh, (25/01/2021)
Zulfata meminta kepada pemerintahan Aceh untuk jangan menganggap remeh terhadap dinamika dana hibah saat ini, sebab peristiwa ini adalah cerminan pemerintah Aceh 20 tahun ke depan, jika pemuda atau aktivis hari ini tidak amanah dan ambisius dengan nafsu birahinya, maka masa depan kepemimpinan Aceh akan lebih buruk dari masa kepemimpinan Aceh masa kini.
Selanjutnya, keberadaan HMI di Aceh harus diposisikan sebagai ujung tombak dalam memberikan funsi kontrol kekuasaan, bukannya larut atau ikut arus di ketiak kekuasaan. Kemudian HMI dan OKP lainnya harus mampu berkonsolidasi dengan “cantik” agar mampu menciptakan daya lenting kekuatan civil society di Aceh sebagai panglima dalam mewujudkan Aceh Hebat dan Aceh Meuadab. Tutup Zulfata yang lebih dikenal sebagai penulis buku agapolisme tersebut.
Saat diwawancarai oleh BerawangNews.com, Zulfata menegaskan “Kader HMI harus mengambil peran keteladanan dalam hal sikap transparan pengelolaan dana hibah agar tepat sasaran, sehingga integritas dan kredibelitas kader HMI di Aceh tidak rusak karena uang Rp.100 Juta” Pungkas Zulfata.
Organisasi HMI adalah organisasi pengkaderan yang berkomitmen untuk mewujudkan manusia yang bertanggung jawab, menciptakan keadilan yang diridhai Allah Swt. Pada posisi dinamika dana hibah ini dapat dijadikan momen uji nyali dan uji miltansi moral kader HMI Se-Aceh dihapan seluruh rakyat Indonesia. Kemudian Zulfata menambahkan “Jangan sempat kader HMI Se-Aceh terpecah belah atau hanya fokus kawal transparansi dana hibah, tetapi juga tetap kawal transparan dari berbagai alokasi ABPA dari masa ke masa”.
Saat ini, Zulfata terus berupaya untuk mempersuasif dan menantang kader HMI untuk terus militan dalam hal menjaga integritas pemuda dimata pemangku kekuasaan. “Kader HMI Se-Aceh harus benar-benar mampu menjadi mata, telinga dan perasaan rakyat saat dilanda multi krisis saat ini” Ujar Zulfata saat diwawancarai media BerawangNews.com, Banda Aceh, (25/01/2021)
Zulfata meminta kepada pemerintahan Aceh untuk jangan menganggap remeh terhadap dinamika dana hibah saat ini, sebab peristiwa ini adalah cerminan pemerintah Aceh 20 tahun ke depan, jika pemuda atau aktivis hari ini tidak amanah dan ambisius dengan nafsu birahinya, maka masa depan kepemimpinan Aceh akan lebih buruk dari masa kepemimpinan Aceh masa kini.
Selanjutnya, keberadaan HMI di Aceh harus diposisikan sebagai ujung tombak dalam memberikan funsi kontrol kekuasaan, bukannya larut atau ikut arus di ketiak kekuasaan. Kemudian HMI dan OKP lainnya harus mampu berkonsolidasi dengan “cantik” agar mampu menciptakan daya lenting kekuatan civil society di Aceh sebagai panglima dalam mewujudkan Aceh Hebat dan Aceh Meuadab. Tutup Zulfata yang lebih dikenal sebagai penulis buku agapolisme tersebut.
(JB)