Oleh Zulfata, M.Ag
Direktur Sekolah Kita Menulis
Email:fatazaul@gmail.com
Adanya pola yang berbeda dalam membangun semangat beragama pada Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjadikan agama sebagai inspirasi telah menyelimuti semangat moderasi beragama pada menteri-menteri sebelumnya. Meski perubahan semangat ini tidak begitu berpengaruh bagi sebagian pemerhati agama di Indonesia, tapi hal ini menarik untuk dibahas terkait mengapa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menggantikan Fachrul Razi lebih menekankan agama sebagai inspirasi.
Melalui tulisan Salman Habeahan dengan judul “Agama: Inspirasi Vs Aspirasi” yang terbit dihalaman opini Kompas (22/01/2021), dapat dipahami bahwa agama sebagai inspirasi adalah agama memberikan “kerangka makna” bagi inspirasi manusia. Sehingga upaya dalam memperkuat moderasi beragama pun bagian yang termasuk dalam semangat agama sebagai inspirasi. Benar bahwa perubahan semangat baru di tubuh kementerian agama ini terkesan hanya sebatas seni memainkan jargon, namun upaya pembaharuan perspektif dalam mengelola agama di Indonesia mesti dilakukan sesuai dengan tantangan zaman dan dinamika kenegaraan yang sedang dan akan terjadi.
Dalam konteks ini penulis mengapresiasi adanya keinginan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumasuntuk menjadikan lembaga ini sebagai lembaga yang juga harus berperan dalam permasalahan-permasalahan yang melemahkan negara seperti kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Agama sebagai inspirasi tampaknya ingin digiring untuk memantaskan negara Indonesia yang mayoritas percaya pada peran agama yang mampu meurunkan tingginya angka perilaku korupsi di republik ini.
Selanjutnya, agama sebagai inspirasi juga ingin dijadikan sebagai semangat fungsi kritik kenabian dalam menciptakan keadaban publik dan negara. Pada posisi inilah yang menjadi semangat baru ini semankin menarik untuk diuji dalam perjalanan perwujudannya. Sehingga semangat ini tidak layu sebelum mekar, atau cemerlang diawal kepemimpinan namun tak berdaya wujud dalam memperkuat keadaban di lintas sektor lembaga kenegaraan.
Jika dicermati secara mendalam terkait posisi kementerian agama sebagai lembaga negara yang berfungsi mengelola agama secara birokrasis di Indonesia, maka akan dihadapkan dengan bagaimana cakupan substansial kementerian agama dalam memperkuat keadaban publik dan negara dari masa ke masa? Dan apa motif yang mendesak kementerian agama dalam membuat sebuah pola semangat kebijakan lembaganya?
Dua pertanyaan tersebut muncul bukan karena tanpa alasan. Pertanyaan pertama dipertanyakan karena kementerian agama belum memiliki alat ukur yang progresif untuk menjadikan lembaganya sebagai garda terdepan dalam menciptakan keadaban rakyat dan elitesepanjang dua periode kepemimpinan presiden selama ini. Kemudian pertanyaan kedua karena telah menjadi rahasia umum bahwa saat terpilihnya Fachrul Razi sebagai menteri agama karena dominan ingin mematikan benih radikalisme dan terorisme.
Berangkat dari pertimbangan di atas, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam kepemimpinannya ke depan harus mampu membuktikan bagaimana dampak empiris yang terukur dari semangat agama sebagai inspirasi. Sehingga harapan kementerian agama sebagai pilar terdepan dalam berfungsi sebagai kritik kenabian demi keadaban publik dan negara benar-benar terwujud.
Sebagai lembaga negara, Kementerian Agama akan tercapai tujuannya jika disokong oleh rakyat dan pemerintah (penguasa) dalam mempercepat cita-cita kemerdekaan. Dengan adanya sokongan rakyat dan pemerintah, evaluasi bersifat kebudayaan terus dihadapkan kepada kinerja Kementerian Agama agar tidak mudah terjebak pada persoalan-persoalan teknis keagamaan (furu’iah). Kemudian nuansa politisasi organisasi keagamaan oleh sekelompok penguasa juga mesti di beri batas yang bijaksana.
Memahami kenyataan dinamika umat beragama lima tahunn terakhir ini tentntunya Kementerian Agama suka tidak suka harus mampu keluar dari pola kebijakan lama, terlebih soal dinamika ekonomi dan politik Indonesia saat ini kian cepat berubah karena pandemi. Selain melakukan berbagai reformasi bikrokasi di internal Kementerian Agama, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga ditantang untuk sejauhmana ia mampu berkolaborasi pada semua kementerian agar munculnya solidaritas moral keadaban yang berangkat dari spirit agama sebagai inspirasi.
Dalam konteks ini penulis yakin bahwa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tidak sedang berpangku tangan dalam mengaktualisasikan semangat agama sebagai isnpirasi. Mungkin ia dapat dipastikan akan mengalami benturan dari dalam, terlebih saat memasuki masa-masa pesta demokrasi. Seperti telah diketahui bersama bahwa jabatan seorang menteri adalah jabatan politik dari seorang presiden. Tanggung jawab untuk memperkuat daya lenting moralitas beragama di Indonesia juga terletak pada sejauh mana kinerja dari seorang menteri agama.
Dari semangat agama sebagai inspirasi ini pula kita patut melakukan evaluasi berskala dan berkelanjutan terkait bagaimana peran semangat beragama dalam hal kepastian hukum pada kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM), dan bagaimana pula mencegah agar korupsi tidak menjadi godaan birokrasi dari masa ke masa di negeri ini. Jika ditelusuri berdasarkan sejarah dunia, Indonesia bukanlah negara yang “remaja” dalam hal mengelola agama, tetapi jauh sebelum negara ini terbentuk, spirit beragama telah memberi kekuatan dalam proses mendirikan negara. Sehingga dinamika beragama selalu akan selalu hidup seiring negara ini masih berdiri tegak. Mungkin dibenak kita semua masih teringat bagaimana peran tokoh-tokoh agama dalam melakukan perjuangan melawan penjajah, dan bagaimana pula tokoh lintas agama memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dan keindonesiaan.
Dalam konteks ini sah-sah saja kementerian agama disebut sebagai lembaga politik, namun pada konteks lain tanggung jawab moralitas beragama dalam mengikat penyelenggaraan negara agar tak keluar dari norma-norma idologisnya juga terletak di pundak kementerian agama. Syukur-syukur menjelang terpilihnya Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tidak terlalu dihujani dengan kasus radikalisme dan terorisme. Justru yang terjadi menjelang pergantian menteri baru ini adalah berita duka dari penyelenggara negara (menteri) yang korupsi dana bantuan sosial dan hal ekspor benih Lobster. Mungkin inilah yang menyebab Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas merelevansikan antara kekuatan agama dalam upaya menekan angka korupsi di Indonesia.
Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah bagaimana tatakelola beragama di Indonesia ini benar-benar memberikan daya dorong untuk mewujudkan keadilan politik dan keadilan hukum. Disebut keadilan politik karena melalui budaya politik yang padat modal seperti yang dialami Indonesia masa kini yang menjadikan orang baik dan berintegritas akan kecil peluangnya dalam memenangkan pertarungan politik jika tidak disokong dengan modal material yang tinggi . Kemudian disebut keadilan sosial karena berbagai pelanggaran HAM dan penjarahan sumber daya alam terus terjadi, ketimpangan semangat investasi yang tak berbanding lurus dengan semangat pembelaan terhadap rakyat kecil terus menganga.
Pada posisi inilah terkadang kita dilema dalam menentukan dimana letak kedaulatan moral religi di negeri ini. Atas realitas kenegaraan seperti ini senantiasa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas benar-benar mampu menebar semangat agama sebagai inspirasi menjadi kekuatan moral bersama yang tidak semata-mata disajikan pada rakyat, tetapi juga pada elite negara atau kepada para pengambil keputusan di lingkar istana negara.
Adanya pola yang berbeda dalam membangun semangat beragama pada Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjadikan agama sebagai inspirasi telah menyelimuti semangat moderasi beragama pada menteri-menteri sebelumnya. Meski perubahan semangat ini tidak begitu berpengaruh bagi sebagian pemerhati agama di Indonesia, tapi hal ini menarik untuk dibahas terkait mengapa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menggantikan Fachrul Razi lebih menekankan agama sebagai inspirasi.
Melalui tulisan Salman Habeahan dengan judul “Agama: Inspirasi Vs Aspirasi” yang terbit dihalaman opini Kompas (22/01/2021), dapat dipahami bahwa agama sebagai inspirasi adalah agama memberikan “kerangka makna” bagi inspirasi manusia. Sehingga upaya dalam memperkuat moderasi beragama pun bagian yang termasuk dalam semangat agama sebagai inspirasi. Benar bahwa perubahan semangat baru di tubuh kementerian agama ini terkesan hanya sebatas seni memainkan jargon, namun upaya pembaharuan perspektif dalam mengelola agama di Indonesia mesti dilakukan sesuai dengan tantangan zaman dan dinamika kenegaraan yang sedang dan akan terjadi.
Dalam konteks ini penulis mengapresiasi adanya keinginan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumasuntuk menjadikan lembaga ini sebagai lembaga yang juga harus berperan dalam permasalahan-permasalahan yang melemahkan negara seperti kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Agama sebagai inspirasi tampaknya ingin digiring untuk memantaskan negara Indonesia yang mayoritas percaya pada peran agama yang mampu meurunkan tingginya angka perilaku korupsi di republik ini.
Selanjutnya, agama sebagai inspirasi juga ingin dijadikan sebagai semangat fungsi kritik kenabian dalam menciptakan keadaban publik dan negara. Pada posisi inilah yang menjadi semangat baru ini semankin menarik untuk diuji dalam perjalanan perwujudannya. Sehingga semangat ini tidak layu sebelum mekar, atau cemerlang diawal kepemimpinan namun tak berdaya wujud dalam memperkuat keadaban di lintas sektor lembaga kenegaraan.
Jika dicermati secara mendalam terkait posisi kementerian agama sebagai lembaga negara yang berfungsi mengelola agama secara birokrasis di Indonesia, maka akan dihadapkan dengan bagaimana cakupan substansial kementerian agama dalam memperkuat keadaban publik dan negara dari masa ke masa? Dan apa motif yang mendesak kementerian agama dalam membuat sebuah pola semangat kebijakan lembaganya?
Dua pertanyaan tersebut muncul bukan karena tanpa alasan. Pertanyaan pertama dipertanyakan karena kementerian agama belum memiliki alat ukur yang progresif untuk menjadikan lembaganya sebagai garda terdepan dalam menciptakan keadaban rakyat dan elitesepanjang dua periode kepemimpinan presiden selama ini. Kemudian pertanyaan kedua karena telah menjadi rahasia umum bahwa saat terpilihnya Fachrul Razi sebagai menteri agama karena dominan ingin mematikan benih radikalisme dan terorisme.
Berangkat dari pertimbangan di atas, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam kepemimpinannya ke depan harus mampu membuktikan bagaimana dampak empiris yang terukur dari semangat agama sebagai inspirasi. Sehingga harapan kementerian agama sebagai pilar terdepan dalam berfungsi sebagai kritik kenabian demi keadaban publik dan negara benar-benar terwujud.
Sebagai lembaga negara, Kementerian Agama akan tercapai tujuannya jika disokong oleh rakyat dan pemerintah (penguasa) dalam mempercepat cita-cita kemerdekaan. Dengan adanya sokongan rakyat dan pemerintah, evaluasi bersifat kebudayaan terus dihadapkan kepada kinerja Kementerian Agama agar tidak mudah terjebak pada persoalan-persoalan teknis keagamaan (furu’iah). Kemudian nuansa politisasi organisasi keagamaan oleh sekelompok penguasa juga mesti di beri batas yang bijaksana.
Memahami kenyataan dinamika umat beragama lima tahunn terakhir ini tentntunya Kementerian Agama suka tidak suka harus mampu keluar dari pola kebijakan lama, terlebih soal dinamika ekonomi dan politik Indonesia saat ini kian cepat berubah karena pandemi. Selain melakukan berbagai reformasi bikrokasi di internal Kementerian Agama, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga ditantang untuk sejauhmana ia mampu berkolaborasi pada semua kementerian agar munculnya solidaritas moral keadaban yang berangkat dari spirit agama sebagai inspirasi.
Dalam konteks ini penulis yakin bahwa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tidak sedang berpangku tangan dalam mengaktualisasikan semangat agama sebagai isnpirasi. Mungkin ia dapat dipastikan akan mengalami benturan dari dalam, terlebih saat memasuki masa-masa pesta demokrasi. Seperti telah diketahui bersama bahwa jabatan seorang menteri adalah jabatan politik dari seorang presiden. Tanggung jawab untuk memperkuat daya lenting moralitas beragama di Indonesia juga terletak pada sejauh mana kinerja dari seorang menteri agama.
Dari semangat agama sebagai inspirasi ini pula kita patut melakukan evaluasi berskala dan berkelanjutan terkait bagaimana peran semangat beragama dalam hal kepastian hukum pada kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM), dan bagaimana pula mencegah agar korupsi tidak menjadi godaan birokrasi dari masa ke masa di negeri ini. Jika ditelusuri berdasarkan sejarah dunia, Indonesia bukanlah negara yang “remaja” dalam hal mengelola agama, tetapi jauh sebelum negara ini terbentuk, spirit beragama telah memberi kekuatan dalam proses mendirikan negara. Sehingga dinamika beragama selalu akan selalu hidup seiring negara ini masih berdiri tegak. Mungkin dibenak kita semua masih teringat bagaimana peran tokoh-tokoh agama dalam melakukan perjuangan melawan penjajah, dan bagaimana pula tokoh lintas agama memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dan keindonesiaan.
Dalam konteks ini sah-sah saja kementerian agama disebut sebagai lembaga politik, namun pada konteks lain tanggung jawab moralitas beragama dalam mengikat penyelenggaraan negara agar tak keluar dari norma-norma idologisnya juga terletak di pundak kementerian agama. Syukur-syukur menjelang terpilihnya Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tidak terlalu dihujani dengan kasus radikalisme dan terorisme. Justru yang terjadi menjelang pergantian menteri baru ini adalah berita duka dari penyelenggara negara (menteri) yang korupsi dana bantuan sosial dan hal ekspor benih Lobster. Mungkin inilah yang menyebab Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas merelevansikan antara kekuatan agama dalam upaya menekan angka korupsi di Indonesia.
Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah bagaimana tatakelola beragama di Indonesia ini benar-benar memberikan daya dorong untuk mewujudkan keadilan politik dan keadilan hukum. Disebut keadilan politik karena melalui budaya politik yang padat modal seperti yang dialami Indonesia masa kini yang menjadikan orang baik dan berintegritas akan kecil peluangnya dalam memenangkan pertarungan politik jika tidak disokong dengan modal material yang tinggi . Kemudian disebut keadilan sosial karena berbagai pelanggaran HAM dan penjarahan sumber daya alam terus terjadi, ketimpangan semangat investasi yang tak berbanding lurus dengan semangat pembelaan terhadap rakyat kecil terus menganga.
Pada posisi inilah terkadang kita dilema dalam menentukan dimana letak kedaulatan moral religi di negeri ini. Atas realitas kenegaraan seperti ini senantiasa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas benar-benar mampu menebar semangat agama sebagai inspirasi menjadi kekuatan moral bersama yang tidak semata-mata disajikan pada rakyat, tetapi juga pada elite negara atau kepada para pengambil keputusan di lingkar istana negara.