Notification

×

iklan dekstop

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Apa Kontribusi THL Terhadap Masyarakat Aceh Tengah

Sabtu, 09 Januari 2021 | Januari 09, 2021 WIB Last Updated 2021-01-09T04:18:04Z

Sahrijan Ketua HmI Cabang Takengon

Oleh : Sahrijan
Ketua Umum HmI Cabang Takengon

Setelah sekian lama THL datang ke Aceh Tengah, SOP nya bagaimana, apakah ada perbaikan lingkungannya, seperti reboisasi, atau hanya membumi hanguskan lingkungan sekitar. apakah CSR sudah direalisasikan dan jika sudah, apakah tepat sasaran kepada masyarakat.

Hal ini diperlukan sinergi para pihak Pemerintah, dan masyarakat secara umum agar dapat mencapai solusi terbaik.

Dewasa ini korporasi-korporasi terus bertambah dan bergotong royong menggerus hasil bumi Aceh Tengah namun belum tampak jelas kontribusi "mereka" dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Linge dan Bintang pada khususnya serta PAD Aceh Tengah pada umumnya.

Penggerusan hasil bumi non kayu ini bermula sejak tahun 1997 dimana pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan izin usaha. Pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tamanan industri kepada PT. Tunas Hutani Lestari dengan area seluas 97.300 hektare melalui sk nomor:556/kpts-II/1997.

Berdasarkan pengamatan kami, kehadiran PT. THL dan perusahaan yang bekerjasama dengan BUMN belum mampu berkontribusi positif terhadap daerah ini bahkan hanya membatasi ruang wilayah kelola rakyat. Atas dasar itu pemerintah daerah harus mampu memastikan kewajiban kehadiran PT dan korporasi -korporasi lainya dalam peningkatan pendapatan daerah, peningkatan pendapatan desa, dan menyediakan areal sebagai ruang tanaman kehidupan bagi kemitraan setempat.

Intruksi Gubernur nomor 03/instr/2020 tentang moratorium penjualan getah pinus keluar wilayah Aceh dan peraturan Bupati Aceh Tengah nomor 13 tahun 2020 tentang larangan membawa komoditi bahan mentah getah pinus keluar daerah kabupaten Aceh Tengah.

Aturan dikeluarkan berdasarkan tuntutan masyarakat adat Linge sebagai wujud pelaksanaan amanah pasal 18B ayat 2 uud1945 yang mengatur bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat serta hak hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang undang dan sebagai wujud pelaksanaan putusan mahkamah konstitusi nomor : 35/puu-x/2012 yang mengakui eksistensi hutan adat.