Lasma Farida (Inen melani) & Fahmul Haqqi (Putra Inen Melani) |
Ada rasa takut dan kesepian menyelimuti perasaan Haki, dia berusaha mengingat jalan untuk pulang. Sia-sia, dia tidak menemukan apa-apa selain lautan luas di malam purnama. Untuk menghilangkan rasa takut dia kembali memperhatikan sekelilingnya, tiba-tiba matanya melihat begitu banyak ikan, ada yang besar dan juga ada yang kecil. Semua ikan melompat-lompat kegirangan. Ikan-ikan itu mengikuti cahaya bulan purnama, mereka bernyanyi dan bergembira bersama. Hal ini membuat Haki jadi terhibur dan bersemangat.
“Alhamdulillah. Ada ikan,tapi aku tidak tega untuk menangkapnya. Mereka sedang bergembira. Biarlah aku mengikuti mereka berenang.” Haki bicara sendiri sehingga suaranya itu terdengar oleh kawanan ikan yang dari tadi memperhatikan gerak-geriknya.
“Wahai anak muda, siapa nama Anda dan kenapa bisa berada di wilayah kami?”
Haki mencari sumber suara itu, dia melihat ke kiri kanan, muka dan belakang tidak dia dapatkan siapapun jua. Dia menengadah, hanya terlihat langit kelam bersama bulan purnama. Haki, termenung dalam kesepian, dia menjawab kalimat dari suara misterius itu.
“Saya Haki, anak nelayan. Mencari ikan, tetapi saya tidak tahu sedang di mana.” Seekor ikan tongkol meloncat ke sampan tua milik Haki. Ikan itu berbicara, “Haki! Ini Negeri Air Kayangan. Kau harus mengikuti kami menemui raja!”
Betapa terkejutnya Haki, di depannya ada seekor ikan yang bisa berbicara dan di samping kiri kanannya ada sepasang ikan hiu besar yang mengapit sampannya sehingga sampan itu terasa oleng. Dengan penuh keberanian, Haki yang bertubuh kurus, bola mata dan berambut hitam itu menjawab, “Baiklah tuan ikan, aku bersedia ikut dengan kalian.”
Haki dan sampannya digiring masuk ke dasar laut, anehnya Haki masih bisa bernapas dan sampannya tidak dipenuhi oleh air. Haki sangat terkejut, perahunya mendarat di daratan dasar laut yang luas. Air laut bagaikan udara ketika dia berada di kampung halamannya, cahaya matahari menerpa dan menembus air sehingga kerajaan ini terang benderang kendati di dasar laut.
Haki tidak ingat bagaimana dia dengan tiba-tiba sudah berada di sebuah kerajaan air dengan istana pasir yang bersalju, ada perahu di sebuah dermaga. Dari kereta kuda yang ditarik oleh kuda laut keluar dua ekor ikan kecil. Anehnya ikan ini berwajah murung dan tiadak seceria ikan-ikan lainnya. Belum cukup itu, Haki juga keheranan dengan seluruh ikan di istana itu bisa berjalan di dasar laut. Ikan-ikan itu berkelakuan sebagaimana layaknya manusia. Sementara hanya Haki, sendiri yang berwujud manusia di daerah yang baru diinjaknya itu. Haki masih keheranan dengan suasana di sekitarnya. Dari balik gundukan karang dia mendengar percakapan antara dua ikan.
“Paduka raja, kami menemukan seorang anak nelayan yang kesasar ke negeri kita.”
“Aku mencium aroma manusia, kita sudah lama merindukan manusia dan bumi. Aku sangat merindukan ketiga putra mahkota, barang kali anak manusia itu, bisa membawa Depik, Bilis, dan Teri, kembali ke sini ….” Ucapan Raja terputus, dia menyeka air matanya.
“Kesombongan kita yang suka membakar hutan, dan membuang sampah sembarangan. Sehingga dikutuk di dunia air langit entah berantah ini. Aku terpisah dengan putra-putraku. Mereka makan bersisa, membuang nasi, tidak suka sayur, berburu burung dan meracunikan ikan di sungai. Sementara saat itu di banyak kerajaan lain, sedang kelaparan dan terjangkit penyakit Corona. Hulubalang! Bawakan anak nelayan itu ke sini!” titah Ratu dengan berderai air mata.
Dari percakapan itu, Haki mengetahui bahwa ikan tongkol yang besar itu adalah Hulubalang dan ikan kecil sebesar ibu jari itu adalah raja dan ratu. Dia juga mengetahui tentang keanehan di lingkungan baru ini serta kerinduan mereka dengan bumi. Haki larut dengan pikirannya.
Tiba-tiba dia dikejutkan dengan suara, “Ayuk, ikuti aku!”
Haki mengikuti perintah itu, dia dibawa ke hadapan raja dan ratu. Dengan senyuman simetrisnya. Haki memperkenalkan dirinya. Raja sangat bahagia bisa berjumpa dengan Haki.
“Haki, kamu manusia dari kerajaan air bumi. Tolong carikan Depik di danau! Bilis dan Teri entah di manalah mereka? Bawa mereka ke sini! Ini mantra untuk kau kembali ke tempat ini,” Ujar Hulubalang.
Entah bagaimana kejadiannya, Haki tidak tahu. Sekarang dia sudah kembali dengan sampannya pada tempat dia pertama mencari ikan di Danau Laut Tawar. Haki melihat ke air danau yang sangat jernih dan menatap ke langit yang sangat cerah. Berulang kali dia lakukan hal itu, menunduk dan menengadah. Dia sulit memahami apa yang baru saja dialaminya.
Dengan segenap jiwa dia berucap, “Alhamdulillah. Assalamualaikum Depik. Tolong tunjukkan dirimu! Aku membawa berita baik untukmu.”
Tidak ada jawaban, sehingga Haki terjun ke danau untuk mencari Depik. Depik sedang bermain di mata air yang bersih. Haki menyampaikan maksud kedatangannya. Dari si Depik, Haki mendapat alamat Teri dan Bilis.
Keesokan harinya, Haki pergi menemui Bilis yang sedang mandi di payau. Selanjutnya Haki mendayung sampan mengikuti aliran air danau yang menuju laut, dia terus mendayung sampannya, alangkah terkejutnya dia ketika melihat dua ekor ikan kecil melompat ke arahnya. Dengan spontan Haki menangkap ikan tersebut dengan tangannya.
Haki membuka kedua kepalan tangannya. “Kalian rupanya, buat kaget saja!” ujar Haki keheranan.
“Izinkan kami menemanimu mencari saudara kami, Teri,” pinta Depik.
“Baiklah,” jawab Haki singkat.
Mereka bertiga mencari Teri. Setelah seharian menelusuri sungai, sampailah ketiga sahabat ini di pantai Bireun. Teri sedang berjemur di bibir pantai, dari jauh dia melihat Depik dan Bilis berlari mendekatinya. Dia menyambut kehadiran kedua saudaranya itu dengan merentangkan kedua tangannya untuk berpeluk melepaskan rindu. Haki sangat bahagia sekali menyaksikan Depik dan saudaranya itu.
“Bersiap-siaplah! Kita ke negeri langit. Untuk itu, tutuplah matamu, Kawan!” seru Haki. Lalu mulutnya komat-kamit membaca matra.
“Sekarang bukalah!” anjur Haki dengan gembira.
Depik, Bilis dan Teri terkagum-kagum melihat keindahan dari sebuah istana yang sedang mereka lihat. Untuk membuktikan ini bukan mimpi, berulang kali mereka mencubit pipinya sendiri.
Raja dan ratu memeluk Bilis, Depik dan Teri. Mereka melepaskan rindu dan saling memaafkan serta memohon ampun kepada Allah atas kesalahannya selama ini. Seketika itu juga kerajaan air menjadi daratan, semua ikan bergembira. Raja, ratu, hulubalang, dan semua ikan berenang menuju laut bersama Teri. Bilis sendirian dia berenang menepi mencari air payau dan Depik berenang ke Danau Laut Tawar Takengon. Haki berjalan menuju ke rumahnya di kaki gunung merapi Burni Telong Bener Meriah.
Bener Meriah, (08/12/20)
Ada apa dengan ikan depik, bilis, dan teri? Mari kita simak ulasan berikut ini:
Ikan depik (Rasbora Tawarensis) adalah ikan khas yang terdapat di Danau Laut Tawar Daratan Tinggi Gayo Kabupaten aceh Tengah. Depik berbentuk kecil memanjang hampir menyerupai ikan teri.
Ikan bilis (Mystacoleucus Padangenesis) adalah ikan yang banyak dijumpai di payau dan air tawar dengan ukurannya sekitar 15,5 cm. Anggota suku Cyprinidea yang menyebar terbatas di pulau Sumatra.
Ikan teri (Stolephorus sp) adalah family Engraulidea ikan kelompok kecil. Sebagian besar spesies ditemukan di perairan laut.
PROFIL PENULIS
Mengukir kenangan akhir tahun 2020, seorang ibu dengan anaknya berkolaborasi menulis cerita anak bertajuk Dunia Fantasi. Penulis adalah Inen Melani (Lasma Farida) dengan putra bungsunya bernama Fahmul Haqqi. Inen Melani ibu dari tiga anak dengan profesi sebagai guru IPA di MTsN 2 Bener Meriah. Putra bungsunya dengan panggilan Dek Mul, lahir pada tanggal 5 Februari 2011. Sekarang duduk di kelas 4B MIN 3 Bener Meriah dan kelas 3 di TPA Cahaya Azami. Dek Mul, bercita-cita ingin menjadi pilot dan penulis.