Oleh: Inen Melani
“Ine, besok kita masak apa?” pertanyaan langganan dari Fahmul.
“Besok kita buat gorengan. Ayuk tidur, biar cepat bangun bantu Ine.”
Begitulah setiap hari kalimat itu diutarakan oleh kedua putranya Ibu Fatimah. Hal itu membuat dia harus memikirkan sesuatu yang istimewa untuk di masak bersama kedua putranya itu di masa Pandemi Covid-19.
Keesokan harinya setelah reda hujan, Buk Fatimah menyajikan makanan ringan untuk suami dan si sulungnya Fathir. Ama dan Ine adalah sebutan Fathir dan Fahmul untuk ayah dan ibunya. Ama bersama Fathir baru saja selesai membersihkan saluran air yang tersumbat.
"Enak sekali gorengannya hari ini.” Dengan mulut berisi gorengan, Ama mengucapkan pujiannya untuk gorengan buatan Ine.
Ucapan pujian juga diucapkan oleh Fathir, “Super enak, beda dengan gorengan buatan Ine selama ini.”
"Ah, masak iya," jawab Fahmul kompak dengan Ine.
Ibu Fatimah dan si bungsu Fahmul saling pandang dan menahan tawanya. Mereka bersikap seolah tidak melihat bagaimana Ama dan Fathir menikmati gorengan yang terhidang di meja makan. Dalam sekejap gorengan itu ludes, tersisa hanya piring. Fathir menyerahkan piring itu kepada Fahmul yang sedang membantu Ine menyuci piring.
"Buatkan lagi,ya! Ama belum pernah makan gorengan seenak ini.”
“Abang Fathir juga maunya gorengan yang tadi, apa masih ada bahan untuk membuatnya, Ne? Biar kami saja yang membuatnya dengan Fahmul.”
"Itu gorengan brokoli, yakin ingin dibuatin lagi?" goda Fahmul.
Merasa dijahilin, Fathir diam tidak menjawab langsung ke dapur mencari jejak brokoli. Mata Fathir melotot seperti mau copot, ketika melihat dalam keranjang sampah ada jejak bahwa brokoli itu betul-betul sudah masuk ke dalam perutnya. Tangan kanannya menutup mulut dan tangan tangan kiri memegang perut, seperti orang menahan muntah gitu.
"Ulatnya bagaimana, Ne?"
"Sudah pingsan dilibas oleh air dan garam," jawab Ine dengan menunjukkan panci bekas merendam brokoli kepada Fathir dan Ama.
"Kemaren makan gorengan terong. Hari ini brokoli. Sudah tahu, kami tidak suka dengan sayuran itu. Besok jebakan apa lagi untuk kami, Ne?" tanya Fathir dengan geram dan menangais merasa tertipu dan malu sudah terlanjur makan sayur yang sangat dia benci.
Fathir menyusul Ama menuju pintu belakang ke arah kebun yang tidak jauh dari rumah. Beberapa menit kemudian mereka berdua datang dengan membawa sebuah ember penuh berisi pucuk labu jipang (labu siam).
"Dek Fahmul, kadang ini juga enak kalau dijadikan gorengan."
Dengan wajah memerah Fahmul menerima sayur itu. Ine dengan telaten dan bijaksana membimbing kedua putranya untuk membuat keripik daun labu siam. Sebagian dari pucuk labu siam itu dijadikan sayur tumis.
Setelah masak bersama, Fathir dan Fahmul menyajikan hasil gorengannya kepada Ama. Mereka menikmati keripik daun labu siam itu.
“Rasa daunnya, terasa sekali,” ucap Ama sembari minum air putih.
“Lebih enak gorengan terong dan brokoli daripada ini,” kata Fathir.
Ine dan Fahmul menahan tawanya, lalu mereka menyajikan hidangan makan siang dengan menu tumis pucuk labu siam, gorengan terong ungu dan gorengan brokoli. Mereka makan siang bersama. Alhamdulillah, semua menu habis di makan oleh mereka dengan lahapnya.
“Makanya makan sayur itu jangan milih-milih dan demen gorengan, terjebakan! Baru tahu rasa bagaimana enaknya Brogor si Brokoli Goreng."
“Alhamdulillah, libur Covid-19 bawa berkah sayuran yang selama ini tidak disukai sekarang menjadi suka,” jawab Ama dengan tersenyum.
“Fathir berjanji tidak milih-milih sayur lagi, semua yang bisa dimakan akan Abang makan Ne,” jawab Fathir dengan antusias.
“Tapi harus digoreng ya, Bang!” tukas Fahmul.
Mereka ketawa bersama dan Ibu Fatimah memberi nasehat untuk kedua putranya.
“Alhamdulillah, semua ada tempatnya, ada yang cocok untuk digoreng dan ada pula yang cocoknya hanya untuk disayur saja.”
Bener Meriah, 06/06/2020
Biodata Penulis
Inen Melani nama pena dari Lasma Farida, dia seorang ibu dari 1 putri dan 2 putra. Berprofesi sebagai seorang guru IPA di MTsN 2 Bener Meriah.