Oleh : Mawarnis
Siswi Sekolah Kita Menulis dan Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Uhsuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry melaporkan dari Aceh Barat Daya
Menurut analisa saya, sejak Maret 2020 hinga sampai detik ini masih begitu banyak pro kontra atas kebenaran informasi atas keberadaan covid-19. Hampir diseluruh penjuru dunia, kita mendapati hampir mencapai puluhan ribu nyawa menjadi korban dari virus ini. Namun tidak juga sedikit kita dapati informasi-informasi adanya para aktivis-aktivis perdamaian atau lapisan masyarakat tertentu yang mencoba untuk membuktikan bahwa covid-19 is not true melainkan hanya sebuah plandemis atau permainan para elit politik.
Di bulan oktober 2020 kemarin, muncul sebuah video yang menampilkan ada beberapa orang yang mengaku bahwa mereka adalah Aliansi dokter dunia yang terdiri dari ilmuwan, dokter dan aktivis perdamaian. Video ini berhasil menyita perhatiaan publik. Dalam pertemuan tersebut, mereka menyatakan bahwa covid-19 is not true, covid ini hanyalah virus musiman yang terjadi dari bulan desember hingga april, dan virus ini tidak mematikan atau sebahaya yang diberitakan oleh awak media.
Namun, menurut analisa saya jika kita cermati lebih kritis ada beberapa hal yang harus dipahami lebih dalam dari pernyataan para aliansi dokter dunia tersebut. Yang pertama, mereka mengatakan bahwa virus ini hanya bergejala dari desember hingga april, tapi pada nyatanya terkhusus di Indonesia kita sudah menjalani pandemi ini dari akhir tahun 2019 hingga sampai penghujung tahun 2020.
Dari pernyataan mereka menimbulkan sebuah prasangka publik bahwa virus ini tidak begitu mematikan dan seharusnya sudah berakhir di april yang lalu. Namun pada kenyataannya pandemi ini masih berlanjut hinga hampir setahun lamanya, jadi apakah yang menjadi penyebab yang membuat virus ini tetap terus berlanjut.
Yang kedua, dalam pernyataan mereka, mereka menyerang dua lembaga, yang pertama pemerintahan dan yang kedua tim medis. Menurut saya untuk menyerang pemerintahan sah-sah saja jika kita mengunakan akal dan logika yaitu dengan cara mengamati keadaan sosial, mengamati perilaku manusia dan mengamati perkembangan dan pembangunan ekonomi, maka kita sudah bisa menemukan alasan ketidakbenaran yang sedang terjadi di lembaga pemerintahan.
Tapi tidak untuk melawan tim medis, dalam lembaga medis akal dan logika bisa dikatakan tak memiliki pengaruh besar untuk membuktikan kesalahan yang mereka lakukan dibidangnya. Hal ini di karena lembaga medis adalah lembaga yang berkaitan dengan dunia sains dan matematika. Jadi untuk membuktikan adanya kebersalahan mereka dibutuhkan juga bukti medis tentang data yang menunjukkan ketidakbenaran covid-19. Tapi disayangkan para aliansi dokter dunia tersebut tidak melawannya dengan bukti medis.
Mereka memiliki alasan kenapa tidak melihat bukti medis, karena menurut mereka ketika pemerintahan sudah membungkam kebebasan manusia, kebebasan berbicara, kebebasan sehat dan kebebasan akademik maka pemerintahan tersebut harus dilawan. Dengan tidak adanya bukti medis adalah sebuah kekurangan dan ketidak berhasilan mereka dalam membuktikan sebuah kebenaran mengenai virus ini. Meski pun banyak masyarakat yang merasa terwakilkan oleh pernyaataan mereka namun sayangnya ini tidak bisa menjadi pembuktiaan bahwa covid-19 ini hanyalah plandemi.
Di Indonesia sendiri, banyak masyarakat yang juga berusaha melawan ketentuan yang berkaitan dengan virus ini. Salah satu contohnya seperti korban dari virus ini akan dikebumikan dengan cara yang berbeda dimana dimulai dari memandikan, mengafankan, menyalatkan, dan menguburi mayat itu dilaksanakan oleh pekerja medis. Fenomena ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat, karena beredar beberapa video singkat yang memperlihatkan ketidak sesuain yang dilakukan oleh pengurus jenazah rumah sakit. Tidak hanya itu juga beredar informasi-informasi ketidak sesuain hasil dari data dengan pernyataan para dokter, Pasien yang sebenarnya negative corona tapi pihak kesehatan memvonis pasien tersebut positif corona bahkan sebelum hasil swaptes dikeluarkan. Najwa Shihab juga pernah menyampaikan pendapatnya bahwa virus ini akan mati ketika metabolisme manusia juga ikut berhenti (meninggal), jadi ketika korban virus ini meninggal maka virus ini juga menghilang.
Dari fenomena diatas, saya dapat melihat bagaimana media social telah memberikan kebingungan kepada masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa media sosial memilki pengaruh terhadap pemikiran dan perilaku masyarakat. Di dalam dunia media social banyak menyediakan infomasi mengenai fenomena yang sedang terjadi, namun ada sebagian dari informasi yang disediakan perlu peninjuan ulang dan pemahaman yang jauh lebih kritis.
Dalam mengkomsumsi media sosial dibutuhkan kehati-hatian dalam menerima informasi yang ada karena ketika kita hanya sekedar menerima infomasi yang disunguhkan maka kita bisa saja membenci orang yang sedang ditindas dan mencintai orang yang sedang menindas. Namun menurut saya, masyarakat cenderung lebih mudah mempercayai perkataan dari seseorang yang berpakain rapi tapi pada nyatanya tak sedikit orang-orang seperti itu menjadi penyebab dari kekacaun.
Jika kesimpulan dari kebenaran covid-19 ini benar-benar sebuah manipulasi publik, maka perhatikanlah bahwa fenomena ini bisa saja menjadi ajang sebuah pengenalan kepada masyarakat bahwa seperti inilah bentuk dari penjajahan modern. Dimana media sosial yang seharusnya menjadi wadah penyampain informasi, media hiburan, pendidikan dan sebagai control social beralih menjadi wadah informasi yang memprokasi kericuhan dalam kehidupan masyarakat. Informasi-informasi hoak atau informasi yang menimbulkan keresahan dan ketakutan dalam masyarakat akan sangat berbahaya jika teruskan.
Maka, kembali saya pertegas bahwa media social memberi pengaruh dalam setiap perilaku dan pola pikir masyarakat. Media sosial berperan positif sebagai media yang mengkonstribusi dalam menyebarluaskan informasi sekaligus juga sebagai alat control publik dalam menyikapi fenomena yang sedang terjadi. Namun ketidaksesuain informasi yang disampaikan dengan yang terjadi dilingkungan masyarakat juga akan menjadi pemicu munculnya percikan kericuhan dan perselisihan dalam memahami sebuah kebenaran.
Semoga kita akan segera menjalani kehidupan normal yang jauh lebih baik. Bukan normal yang masih harus mengunakan masker, atau normal dimana tempat wisata sudah dibuka, pesawat sudah mulai lapas landas tapi pendidikan, peribadahan dan aktifitas sosial lainnya dihentikan dan juga bukan normal yang lama karena normal yang lama lah yang menciptakan fenomena sekarang ini. Begitu juga dengan peran media social atau media massa semoga akan lebih baik kedepannya, dimana informasi yang disungguhkan memberikan fungsi sebagai pengawasan, peringatan, hiburan, atau pengetahuan yang benar. (nismawar4@gmail.com)