BerawangNews.com, Banda Aceh- Ratusan Masa yang tergabung dalam Aliansi Buruh Aceh (ABA) hari ini melakukan Aksi didepan kantor Gubernur (09/11/20).
Peserta aksi yang hadir merupakan perwakilan buruh dari berbagai daerah di wilayah Aceh. Masa hadir karena pemerintah telah mengesahkan UU Omnibuslaw.
Dalam peryataan sikap ABA, Pemerintah sudah mengabaikan suara rakyat banyak yang jelas-jelas dan secara nyata menyampaikan penolakan terhadap disahkannya Undang-Undang Omnibuslaw atau Undang-Undang Cipta kerjaNo.11 tahun 2020. Atas kecerobohan DPR-RI yang mengesahkan Undang-Undang tersebut, maka kami menilai DPR-RI saat ini sudah tidak pantas lagi disebut perwakilan
rakyat yang memperjuangkan aspirasi rakyat justeru terkesan DPR-RI hanya menjadi alat pemerintah dan korporasi untuk legalisasi UU di Indonesia.
Selain menimbulkan persoalan besar terhadap perlindungan buruh Indonesia kehadiran Omnibuslaw juga telah menghilangkan hak normatif buruh yang telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, seperti pengurangan jumlah pesangon yang sebelumnya 32 kali menjadi 25 kali, penghilangan hak cuti haid dan melahirkan bagi perempuan, pemberlakuan sistem kerja outsourcing disemua sektor usaha,
kontrak kerja yang tidak terbatas dan hal lainnya yang lebih buruk. Untuk itu, maka Aliansi Buruh Aceh
mendorong Pemerintah Aceh tetap memastikan dalam penyelenggaraan dan perlindungan pekerja/buruh di Aceh mengacu kepada Pasal 174 – 177 UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh serta Qanun
Aceh No.7 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan, karena lebih spesifik dan khusus berlaku di Aceh serta menurut kami lebih baik dari Undang-Undang Ciptaker.
Kemudian kami secara tegas juga menolak sikap Pemerintah pusat melalui Menteri Tenaga Kerja yang mengeluarkan surat Edaran No: M/11/HK.04/X/2020 tanggal 26 Oktober 2020 tentang penetapan Upah minimum provinsi tahun 2021. Karena kehadiran surat edaran tersebut telah mengabaikan hak buruh untuk mendapatkan upah lebih baik dan layak ditengah masa sulit akibat pandemi Covid-19. Atas berbagai kondisi tersebut, sebut Syaiful Mar yang merupakan ketua dari Aliansi Buruh Aceh.
Syarifudin salah satu peserta aksi perwakilan Buruh dari Aceh Tengah mengatakan dalam orasinya, jika Gubernur Aceh tidak menanggapi tuntutan masa, maka aliansi Buruh Aceh Tengah akan dikerahkan semua ke Kantor Gubernur untuk melakukan aksi kembali.
Adapun tuntutan masa yang di bacakan oleh koordinator lapangan adalah :
1. MEMINTA Presiden membatalkan Undang-Undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta dengan menerbitkan PERPU (peraturan pengganti Undang-Undang)
2. MENDESAK DPR-RI melakukan Legislatif review terhadap Undang-Undang Cipta Kerja;
3. MEMINTA MK mencabut Undang-undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
4. MENOLAK Surat Edaran Menteri Tenaga kerja No: M/11/HK.04/X/2020 tanggal 26 Oktober 2020 dengan tidak menaikkan UMP 2021
5. Mendesak Gubernur Aceh untuk menaikkan UMP dan UMK tahun 2021 untuk meningkatkan daya beli dan kesejahteraan buruh dan rakyat Aceh
6. Mendorong pemerintah Aceh untuk menjalankan UUPA dan revisi Qanun Nomor 7 tahun 2014 tentang ketenaga kerjaan
7. Mendesak dan Disnaker Mobduk Aceh Untuk menyelesaikan semua permasalahan ketenaga kerjaan dan melakukan pengawasan serta menegakkan norma ketenagakerjaan pada perusahaan di Aceh baik untuk perlindungan pekerja lokal maupun pengawasan terhadap TKA di Aceh.
(JB)