Oleh: Rahayu Mahbengi
Fitrah manusia memang bukan hidup sendirian. Manusia butuh orang lain untuk berbagi, butuh orang lain untuk tumbuh bersama, butuh agar hajat hidup dapat terpenuhi. Begitulah Allah mendesain manusia.
Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan lainnya bahkan setiap insan mempunyai keinginan serta kebutuhan yang berbeda. Pun mekanisme pandangan setiap orang itu beragam dalam menyikapi segala sesuatu sebab setiap diri kita memiliki program-program yang mengatur semua respons yang datang dari luar.
Siapa sih yang tidak ingin membuat banyak mata takjub dan banyak lisan membicarakan tentang kehebatan bahkan setelah menghadap Sang Khaliq? Pasti semua ingin. Sederhananya kebiasaan adalah penentu nilai pribadi seseorang serta membentuk kepribadian dimata orang lain yang membuat kita berharga dihadapan orang lain.
Salah satu masalah serius yang saya perhatikan di kalangan para perempuan di era sekuler hari ini, telah mencerminkan karakter perempuan yang hedonis juga permisif. Rela menghabiskan banyak biaya demi konten dan viral, tak jarang wanita saling beradu untuk mendapatkan panggung ketenaran yang tak peduli harga dirinya hanya karna ingin mendapat pujian semata. Dari tuntutan fashion masa kini, gaya hidup yang tinggi begitu sangat menghantui.
Siapa sih yang tidak ingin cantik? Tentu saja semua wanita menginginkan atau memilikinya. Ada sebagian dari mereka bertanya “ Emang cantik itu harus? Ya haruslaah, asal jangan jadi muslimah dekil karena yang dinamakan cantik itu relative.
Sehingga provokasi receh akhirnya mengkonfirmasi perempuan mengimajinasikan hal-hal yang tidak seharusnya dipikirkan. Intinya, provokasi akan menghasilkan output perempuan yang kualitasnya ada dibawah rata-rata. Mohon maaf jika bahasanya agak sedikit frontal.
Dalam hal ini bukan serta merta bentuk penyalahan kepada perempuan melainkan hanya semacam upaya untuk menyorot fakta yang banyak yang terjadi, bahkan bukan untuk membelenggu tetapi justru semata-mata untuk meninggikan derajat seorang perempuan. Fokusnya ada faktor kerelaan untuk mengiyakan melakukan aktivitas yang berkonotasi pada kemaksiatan. Oleh karena itu, begitu besar peran yang dipegang oleh para perempuan.
Semestinya dalam hal ini semakin mendorong untuk benar-benar bijak dalam melakukan segala hal yang nantinya akan berdampak besar pada hidup kita. Dengan demikian yang dibutuhkan para perempuan dalam masa single atau mereka dalam masa penantian adalah edukasi bukan provokasi, tentunya diisi dengan hal yang provokatif atau edukasi yang berkualitas.
Begitulah manusia, siapapun itu memiliki sebuah kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan mahakarya, kekuatan terbesar itu terdapat pada pikirannya. Namun sayangnya, kita jarang mempercayai kekuatan pikiran yang hebat itu karena kita sering terjebak dalam zona nyaman atau habits tertentu.