Oleh : Feri Yanto
Gerakan ALA yang saat ini kembali bergelora yang di motori oleh tokoh-tokoh pergerakan yang baru adalah gerakan untuk meneruskan dan perjuangan mereka untuk menggapai harapan-harapan tersebut. Gerakan ALA pun sudah pernah sampai pada puncaknya, yakni pada tahun 2006-2008.
ALA sudah pernah menembus Senayan dan akan dikeluarkan UU usul inisiatif dan sampai di meja Presiden RI saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, tekanan politik Aceh yang masa itu masih kuat mengintervensi Jakarta dan lemahnya konsolidasi internal masyarakat ALA dan perjuangan ALA membuat SBY mengurungkan untuk menandatangani.
Perjuangan ALA tidak surut, hingga pada tahun 2014 dan berhasil mengirimkan tokoh perjuangan ALA, ke Senayan untuk kembali bergerak dari dalam gedung DPR-RI, namun sayangnya pergerakan ALA tidak memiliki progres yang signifikan, hingga gerakan ALA meredup dan lesu, akibatnya masyarakat ALA pesimis.
Tak dinyana, gerakan ALA kembali hidup dan bergelora menyusul dinamika politik di Banda Aceh yang gaduh antara Eksekutif dan Legislatif, hinggaa upaya penjegalan proyek multi years yang beberapa paket berada di wilayah Tengah Aceh.
Merasa ada ketidak berpihakan terhadap wilayah tengah, luka lama kembali terbuka, muncul suara-suara kecil wilayah ALA agar pisah dari Aceh, disahuti Bupati Gayo Lues, membuat pertemuan Gayo Serumpun, dan ALA mengemuka hingga dukungan terus mengalir.
Gerakan ALA hari ini mesti belajar dari gerakan ALA masa lalu untuk menyempurnakan pergerakan agar tujuan lebih mudah tercapai, jika di masa lalu, pergerakan tidak solid dan masif maka gerakan baru ini harus mampu merangkul semua kalangan untuk berjuang, tak terkecuali mereka yang dulu menentang ALA kini harus diajak bergabung dan sepertinya sinyal-sinyal itu mulai terbuka.
Semua kalangan, mulai dari ulama, umara, pemuda, aktivis, cendikiawan, tokoh eks GAM, politisi, birokrat,mahasiswa, petani, tokoh lintas etnis; baik Gayo, Alas, Aceh, Jawa, Batak, Padang dan semua elemen harus dirangkul dan membentuk korps masing-masing untuk saling menguatkan pergerakan dengan mengedepankan prinsip-prinsip kesetaraan dan kesamaan kedudukan sebagai warga ALA.
Bersatu untuk ALA adalah kunci, dan untuk itu tentu harus melalui konsolidasi dan dialektika yang serius agar adanya persamaan persepsi dan rasa memiliki harapan dan cita-cita bersama yakni kemajuan dan kemakmuran serta kesejahteraan masyarakat yang di ridhai Allah SWT. Oleh karena itu, ALA yang sudah pernah sampai di meja Presiden era SBY itu harus kembali di ulang era Jokowi saat ini, tentu dengan situasi dan kondisi yang berbeda dan memiliki peluang yang lebih luas, menyusul banyaknya dukungan terhadap lahirnya ALA kembali bahkan dari pihak interen yang dahulunya menolak kini bersedia mendukung perjuangan ALA. Insyaa Allah ALA akan lahir dengan semangat kesatuan kita. Aamiin.