Oleh : Alfin Aska
Begitu banyak waktu yang telah terlalui, dalam suka, dalam duka. Bersama meniti hari demi hari. Tak jarang air mata menemani, bercampur dengan peluh perih di pipi. Tapi masih ada senyum terukir di bibir. Karena ketulusan hati dan kasih sayang itu nyata adanya.
Melewati hari dengan merajut mimpi, menjadikan asa sebagai sugesti. Berpacu dengan waktu mencari nafkah. Kadang kaki menjadi kepala, dan kepala menjadi kaki. Peluh yang mengalir tak dirasa, bahkan tetes darah dari goresan perdu mengalir merah tanpa balutan. Tapi, itulah hidup. Harus diburu. Jika tidak ingin kehilangan waktu.
Bertahun hidup bersama, mengais asa dalam dilema. Antara perasaan dan kebutuhan harus berdamai dengan keadaan.
Jalani hidup harus semestinya, agar tak ada gunjingan sanak saudara. Mengukir senyuman walau terpaksa, demi harga diri yang tak dianggap rendah.
Menapak jalan berliku, berkerikil bahkan berbatu. Berhenti sejenak di persimpangan. Bertanya lagi, jalan yang mana harus dilalui. Semua jalan terlihat sama, tapi lain pemiliknya. Terkadang ingin juga mencoba, masuk ke dalam dunia palsu milik mereka.
Akhirnya akal menyadari hati, bahwa apa yang terjadi bukanlah sekadar ilusi. Lebih kepada teguran nurani, bahwa hidup di dunia hanyalah mimpi, ada yang lebih hakiki. Alam nirwana, surganya Illahi. Heningnya malam menjadi saksi, tengadahkan tangan, langitkan janji berserah diri sepenuh hati, kehadiran Sang Ilahi Robbi.
Bener Meriah, 26/08/2020