Oleh : Agus Muliara
Hawa dingin dataran tinggi tanah Gayo saat ini menjadi sedikit hangat, dikarenakan persoalan tanah yang membuat gesekan kecil antara pihak satu dan pihak yang lainnya
Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah, namun demikian luas tanah tersebut terbatas. Karena adanya keterbatasan atas luas tanah, sering terjadi sengketa kepemilikan tanah dan tuntutan ganti kerugian yang melibatkan masyarakat, pemerintah dan swasta.
Secara normatif, keterlibatan birokrasi pemerintahan dalam sengketa tanah merupakan buah dari kebijakan tata kelola pertanahan dan kepentingan pembangunan yang diusung oleh pemerintahan itu sendiri.
Namun demikian, dalam hal ini pertanyaan yang paling mendasar datang dari salah seorang mahasiswa IAIN Takengon Agus Muliara adalah dimana letak keberpihakan pemerintah, apakah untuk membela kepentingan banyak orang (masyarakat) atau hanya untuk kepentingan sekelompok orang (pemodal), apakah berdiri untuk kepentingan jangka panjang banyak orang (pembangunan) atau hanya sebatas kepentingan jangka pendek segelintir orang (spekulan tanah)
- Lebih dari itu, keberhasilan pembangunan menurut Todaro dalam Arsyad (1999) dapat ditunjukkan oleh 3 hal pokok, yaitu berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, meningkatnya rasa harga diri (self esteem) masyarakat sebagai manusia dan meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu hak azasi manusia.
Mengutip dari judul lagu Koes Plus "Kolam Susu" yang berlirik, ORANG BILANG TANAH KITA TANAH SURGA, TONGKAT KAYU DAN BATU JADI TANAMAN. Dari lagu ini kita dapat belajar betapa mahal dan berharganya tanah dalam kehidupan kita, yang katanya tanah kita tanah surga bisa menjadi tanah neraka, dikarenakan nafsu yang menguasi jiwa dan alam fikiran manusia, maka dari itulah Rasulullah pernah bersabda "Perang yang paling sulit adalah perang melawan nafsu"