Notification

×

iklan dekstop

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Terima Kasih, Amaku

Sabtu, 11 Juli 2020 | Juli 11, 2020 WIB Last Updated 2020-07-11T10:47:26Z


Oleh: Fahmul Haqqi.

Namaku Fahmul, setiap hari pergi sekolah bersama Ine (ibu), kebetulan sekolah kami satu lokasi, tapi beda sekolahnya. Ine mengajar di MTsN 2 sedangkan aku sekolah di MIN 3, berlokasi di kecamatan Pondok Baru Kabupaten Bener Meriah. Jarak sekolah dengan rumah kami sangat jauh, sekitar 10 Km, kalau tidak macet butuh waktu sekitar 20 menit.

Alam pergunungan Burni Telong sangat indah, damai, subur dan dingin aku melewati pemandangan indah itu dengan kendaraan roda dua bersama Ine. Untuk sampai ke sekolah aku harus melawan dingin, angin, kabut dan juga asap. Hatiku juga ciut, cemas, dan takut.

Hampir setiap hari aku harus berhadapan dengan kemacetan jalan di pengkolan Sinar Budi Pertamina Pondok Baru. Jalannya sempit, bagian kanannya ada jurang yang siap menelan siapa saja yang terjatuh. Setiap hari senin, terjadi kemacetan sangat mengerikan. Hari itu hari pekan, jadi banyak masyarakat yang pergi belanja di pekan itu. 

“Nak, pegang dan peluk Ine kuat-kuat ya!” seru Ine. Jawabku, “Iya Ne.” 

Aku memeluk Ine, kulirik ke kiri dan kanan ruas jalannya penuh sesak oleh kendaraan roda empat dan roda dua. Hatiku tambah takut dan cemas, suara klakson tit... tit... berbunyi dari berbagai arah, membuat aku kalut dan takut.

“Ine, aku piket, semoga kita tidak terlambat ke sekolah dan selamat dari jurang,” ucapku penuh harap. 

Dengan suara melawan dingin, Ine menjawab, “Aamiin... kita berdoa ya Sayang.”

Alhamdulillah, Ine dapat melewati dereten panjang kemacetan itu.

“Kerongkonganku sakit Ne,” kataku

“Iya Nak, bentar lagi kita sampai. Sabar ya Sayang! Nanti kita berobat!” ucapnya

Sampai di sekolah, Ine memberikan obat dan segelas air putih hangat untukku. Aku merasa sudah mendingan. Merasa sudah sehat dan sanggup untuk belajar, maka dari itu aku menuju sekolah

Dua jam berikutnya, wali kelasku menemui Ine. “Maaf Buk, Fahmul hidungnya berdarah, tidak mau berhenti darahnya, dia juga batuk, demam, dan panas tinggi,” ucapnya.

Aku dipeluk oleh Ine, hidung dan bajuku dibersihkan oleh Ine. “Sebagai penolong untuk sementara, kita pakai obat alami ya Sayang. Tanaman dari daun ini, sengaja Ine tanam di taman sekolah,” bujuk Ine dengan menempelkan daun sirih ke lubang hidungku. 

Melalui ponselnya, Ine menghubungi Ama (Ayah) di kampus. “Ama, penyakit Fahmul kambuh, tolong jemput kami!” ujar Ine

Bayangan tentang perjalanan ke sekolah, keadaan rumah, belajar dan bermain, menari-nari di pelupuk mataku, Saat ini aku terkapar kaku tidak berdaya di pembaringan sal Rumah Sakit, Muyang Kute ruang rawat anak.

“Sudah berapa hari aku di sini Ne? Di mana Ama?” tanyaku kepada Ine 

“Ama masih di kampus. Sudah tiga hari kita di sini Sanyang. Yuk makan yang banyak ya Nak! Besok kamu puasa, lusa operasi,” tutur Ine dengan menahan suara tangisnya. 

Ine mengambil obat ke apotik, aku dijaga oleh Kak Melany dan Bang Fathir. Aku sangat bahagia bisa bermain bersama kakakku yang cerewet, tapi baik hati. Abangku dia bertubuh gendut dia sangat humoris dan jenaka, aku sangat terhibur sampai tertidur dalam pangkuan mereka. Suara diskusi Ine dengan dokter membangunkanku dari tidur.

“Kita membutuhkan darah golongan A. Penyakit Ispa yang sangat kritis sudah menyerang tubuhnya Fahmul” ucap dokter yang merawatku

Kulihat wajah Ine sangat sedih, kegelisahan dan panik menyelimuti wajahnya, air mataku menetes dan berdoa semoga operasinya berjalan lancar, dan ada orang yang bersedia mendonorkan darahnya kepadaku. Aku yakin Ama dan Ine sedang berusaha untukku

“Assalamualaikum Fahmul, bagaimana kabarmu?” suara Ama membuat aku gembira

“Alhamdulillah baik, Ama kapan aku operasi?

“In syaa Allah besok Sayang, Sekarang istirahat ya Nak!” 

Aku bermimpi berjalan sangat jauh dan merasa kelelahan. Terbangun kulihat sekelilingku masih kabur. Perlahan lama-lama pandanganku sudah membaik. Aku dapatkan Ine, Kakak dan Abang mereka tersenyum kepadaku. Akan tetapi, Ama tidak ada di sini.

“Di mana Ama?” tanyaku. Mereka hanya tersenyum menatapku.

“Besok sudah bisa pulag,” ungkap dokter

“Alhamdulillah,” ucap Ine dan kakak

Sampai di rumah, aku mencari Ama. “Kenapa tidak ada Ama di rumah?” tanyaku 

“Besok kita temui Ama! Istirahat dulu ya! Kesehatanmu belum pulih,” bujuk Ine

Keesokan harinya, Ine mengajakku menuju sebuah tempat, kami pergi hanya berdua saja. Sampai ke sebuah ruang bertulis Mahoni Kamar Pinus C, aku mendpatkan Ama terbaring di sal rumah sakit besar, Datu Beru Takengon. 

Dari pintu aku menjerit, “Ama... Amaku, Fahmul datang Ma,” ucapku sembari berlari menuju tempat pembaringan Ama.

Ama dan Ine tersenyum menatapku. ”Jagoan Ama Dah sembuh Alhamdulillah, tolong jangan lupa pakai jaket tebal, masker dan sarung tangan waktu pergi dan pulang sekolah ya Nak!” ucap Ama sembari memelukku.

Aku menggangguk dan menangis. “Kenapa Ama dirawat? Kapan dirawat? Aku tidak tahu kalau Ama juga sakit,” ucapku sambil menangis. 

Jawab Ama, “Ama terlalu lelah kerja Nak. Sudah tiga hari Ama di sini.” 

“Ketahuilah kenapa Ama bisa berada di sini, itu untuk menyelamatkan nyawamu Sayang, Ama sama Ine kewalahan untuk mendapatkan donor darah yang baik dan cocok untukmu. Maka untuk itu Ama mendonorkan darahnya, rupanya daya tahan tubuh Ama tidak kuat jadi dirawat di sini,” sela Ine dan memberikan keterangan kronologi tentang kesehatan Ama sehingga Ama jadi pasien di rumah sakit ini

Air mataku bercucuran, aku peluk Ama dan Ine. Hanya mampu ucapkan,” Terima kasih Amaku dan Ineku. Maafkan aku anakmu,”

“Sudah jangan nangis lagi, Ama sudah bisa kembali pulang bersama kita,”ucap Ine

“Alhamdulillah,” ucapku

Bener Meriah, 12 Oktober 2019


Profil Penulis

Penulis bernama Fahmul Haqqi, lahir pada tanggal 5 Februari 2011. Sehari-hari aku dipanggil dengan panggilan Dek Mul, aku anak bungsu dari tiga bersaudara. Putra dari Ama Turham,AG dan Ine Lasma Farida. Sekarang duduk di kelas 3B MIN 3 Bener Meriah dan kelas 3 di TPA Cahaya Azami. Hobiku: melipat-lipat kertas jadi mainan, membaca, menggambar, memancing, dan bertani. Setiap hari libur, kami sekeluarga menginap di kebun. Kebunku jauh di desa terpencil, aku suka membaca cerita dan meminjamkan buku kepada teman-temanku yang rumahnya jauh dengan kota. Rumahku di ibu kota Bener Meriah, dekat dengan Bandara Rembele, setiap hari melihat pesawat terbang dan mendarat. Maka dari itu, aku bercita-cita ingin menjadi pilot dan penulis.                                                                                                              

Judul Cerpen: Terima Kasih, Amaku
Karya: Fahmul Haqqi
Tema: Pahlawan

Ide Cerita: Menceritakan tentang Ama, Ama adalah pahlawan untuk aku dan saudaraku. Ayah dalam suku Gayo Provinsi Aceh dipanggil dengan tutur Ama. Ama yang bijaksana, tauladan dan pelindung untuk keluarga, di mana Ama rela berkorban untuk menolong anaknya, yang mana pengorbanannya tersebut hampir saja merenggut nyawa Ama

Tokoh:
Fahmul
Ama (Ayah)
Ine (Ine)
Kak Melany
Bang Fathir

Penokohan:
Fahmul: Anak yang baik, sering sakit dan manja

Ama: Kepala keluarga yang bertanggung jawab, penolong dan berprofesi sebagai seorang dosen

Ine: Ibu rumah tangga dan seorang guru yang penyayang dan selalu punya waktu untuk anaknya

Kak Melany: Seorang pelajar, baik hati, cantik, cerewet

Bang Fathir: Berpostur gendut, humoris dan ceria