Oleh: Mita Fitria
Mahasiswa Fakultas Tarbiyah UIN Ar-raniry dan Siswa Sekolah Menulis.
Polemik beragama dalam bernegara kembali mencuat di tengah berlangsungnya covid-19. Polemik Islam dalam bernegara tetap masih hangat untuk dibicarakan. Akhir-akhir ini salah satu televisi swasta di Indonesia menyoroti perbincangan Irman Putra Sidin yang menyatakan bahwa “Lima tahun terakhir kelompok Islam merasa terasing dari negeri nya sendiri” tutur pakar hukum tata negara tersebut.
Sepenggal pernyataan di atas mengundang sejuta pertanyaan bagi umat Islam, ada luka lama umat Islam yang masih membekas di dalam hati masih belum bisa terlupakan. Siapa mereka di negeri ini? Jika kita lihat dari grafik kependudukan, 80% penduduk asli indonesia menganut agama Islam. Ketengangan yang terjadi antara kaum Islam dengan kaum nasionalis belum juga reda.
Ada beberapa agama yang terdapat di negara Indonesia menjadi suatu bentuk apresiasi bahwa negara Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki jiwa toleransi yang tinggi. Dapat kita lihat dari banyak budaya, bahasa, ras dan suku bangsa yang terdapat di Indonesia dan mereka hidup rukun dalam berbangsa dan bernegara.
Tetapi bagaimana nasib polemik umat Islam dalam negeri ini? Bagaimana tanggapan pemerintah pusat dalam menanggapi permasalahan ini?
Pemerintah pusat sepertinya belum menanggapi secara serius tentang permasalahan yang terus menghantam umat Islam. Sehingga keberadaan umat Islam di negeri ini belum diketahui kemana arahnya. Permasalahan ini hanya di anggap angin lalu saja oleh pemerintah, apalagi pada masa berlangsungnya covid-19 ini pemerintah menganjurkan umat Islam agar tidak melakukan ibadah secara langsung ke masjid untuk mencegah penyebaran virus covid-19, secara tak langsung anjuran ini adalah salah satu cara untuk menghilangkan Islam di negeri ini. Selain itu isu-isu religius pun mulai hilang pada masa pandemi.
Ada banyak sekali kasus yang menjelekkan agama Islam yang sudah terjadi di negeri ini seperti penistaan Al-qur’an yang dilakukan oleh rezim yang tidak bertanggung jawab, kaum perempuan memakai cadar dikatakan radikal, memakai celana cingkrang juga dikatakan radikal, polemik tentang masjid radikal dan sangat banyak rezim yang ingin menenggelamkan partai-partai Islam di Indonesia. Tetapi lucunya, pada konteks pilkada, agama Islam di jadikan sebagai alat politik.
Pertanyaan nya dimanakah keadilan pemerintah bagi umat Islam?
Orde lama membuktikan bahwa kelompok “Islam politik” pada masa itu dibungkam oleh bung Karna. Fenomena ini juga berlanjut pada masa orde baru. Pak harto yang dikenal dengan sebutan ‘Ditaktor dingin“ juga tidak memberikan sedikit peluang bagi kelompok politik Islam untuk meraih panggung kekuasaaan. Waktu itu Bung karno hanya membuka ruang perkembangan Islam budaya sehingga para aktivis “Islam politik” memilih diam dan bungkam.
Jika kita lihat kembali sejarah umat Islam pada aksi bela Islam (212) yang mana umat Islam bergabung menjadi satu yang berasal dari berbagai daerah melakukan aksinya di Jakarta sebagai bentuk menyuarakan keadilan bagi umat Islam, hujan gerimis, terik matahari, penyiraman gas air mata tak menjadi padam semangat umat Islam. tetapi apakah pemerintah menanggapi polemik tersebut? umat Islam hanya di anggap sebagai musuh negara di negeri nya sendiri.
Sehingga pada aksi damai bela Islam (III) 212 berlangsung yang di ibukota Indonesia di tugu momentum nasional (Monas) ini mencuri perhatian pemerintah, presiden Jokowi dodo turun langsung untuk menemui umat Islam yang sudah menunggu di tugu momentum nasional (Monas) untuk menyegerakan shalat jum’at.
Shalat jum’at berlangsung dalam kondisi gerimis pada saat itu. Sedangkan khutbah jum’at di pimpin oleh tokoh Islam yaitu salah satu Ulama Indonesia. Tidak diketahui pasti apakah motif dari kedatangan Presiden tersebut atau hanya untuk mencari simpati umat Islam semata atau merasa memang simpati terhadap aksi ini.
Awal mula terbentuk aksi 212 yaitu dimulai dari pantai utara Jawa, salah satu seorang penjabat negara mengatakan “Jangan mau dibohongi Al-maidah;51” ketika penjabat itu menjadi gubernur tidak ada satu reaksi pun dari tokoh Islam, baik ulama dan umat Islam lainnya. Pernyataan tersebut sangat jelas menghina Al-qur’an. Tiba-tiba terjadi suatu kejadian di pulau seribu tokoh-tokoh Islam melakukan rapat tentang polemik penistaan Al-qur’an di Al-azhar kemudian rapat ini dilanjutkan kembali di Tebet, dan rapat juga kembali dilakukan dibeberapa tempat karena belum ada ketuntasan hasil rapat yang telah dilakukan.
Lalu ada beberapa tokoh-tokoh Islam melaporkan kasus telah terjadi penghinaan Alqur’an yang dilakukan oleh Basuki Cahaya Purnama (Ahok), tetapi tidak mendapat respon sampai berminggu-minggu, sehingga mengundang kemarahan umat Islam. Tanggal empat november ulama Indonesia datang kembali dan disambut oleh masyarakat dari berbagai daerah dengan berniat melapor kembali perkara tersebut “Pak Jokowi kami mau melapor orang ini yang telah diputuskan oleh Majelis ulama Indonesia (MUI) bahwa Ahok adalah penista agama”. Ujar salah satu tokoh Islam.
Ternyata keadaan semakin rusuh niat baik umat Islam tidak dihargai, umat Islam ditembak menggunakan gas air mata tetapi salah satu ulama Indonesia menyuruh umat Islam agar tidak melakukan perlawanan selaku koordinator lapangan pada aksi tersebut.
Tanggal dua bulan dua belas ulama indonesia mengajak kembali umat Islam untuk melakukan aksi bela Islam (212). Aksi ini terjadi karena pemerintah tidak merespon polemik yang sedang menghantam umat Islam, bukan merespon aksi tersebut tetapi umat islam mendapatkan pembulyyan yang luar biasa dari berbagai oknum yang tidak menyukai umat Islam dan banyak sekali rezim yang membenci, menyinyir aksi bela Islam.
Kita tahu pasti mengingat masa lalu sangat menyakitkan padahal umat Islam hanya menginginkan keadilan bagi agama mereka, bahkan umat Islam rela mempertaruhkan nyawa dalam membela agama yang di anut nya. Juga diketahui peran dan kontribusi umat Islam dalam negara sangat banyak dimulai dari memupuk persatuan dan kesatuan umat, menumbuhkan kesatuan berbangsa dan bernegara, mencerdaskan bangsa indonesia, ini merupakan bentuk bahwa Islam peduli terhadap bangsa nya, pemimpin nya.
Semoga pertenggangan ini lekas pulih, pandangan pemerintah dalam menyudutkan umat Islam kembali reda demi kesejahteraan umat Islam dan umat agama lain yang ada di indonesia.