Notification

×

iklan dekstop

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Merdeka Belajar terhadap New Normal Life pada Masa Pandemi Covid-19

Selasa, 21 Juli 2020 | Juli 21, 2020 WIB Last Updated 2020-07-21T06:32:45Z

Oleh : Raiza Mulyana
Prodi : hukum keluarga UIN Ar-Raniry
Asal : aceh selatan

selama masa pandemi ini membuat manusia-manusia terhenyak. Dunia seolah melambat, yang mengharuskan kita menyesuaikan dengan pola hidup baru. Mau tidak mau, kita akan memasuki tatanan dan sistem dunia yang berbeda. Begitu juga dengan dunia pendidikan, harus menyesuaikan ritme yang baru dari dampak Covid-19. Kita harus bersiap memasuki dunia pendidikan yang baru pasca Covid-19. Pendidik, orang tua siswa, anak didik, hingga institusi pendidikan harus berubah menyesuaikan ritme baru, yang lebih adaptif dengan zaman.

Merdeka belajar menjadi salah satu program inisiatif Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang ingin menciptakan suasana belajar bahagia (happy learning). Tujuan merdeka belajar adalah para guru, peserta didik, serta orang tua bisa mendapat suasana yang bahagia dan lepas dari berbagai tekanan. Seringkali guru, siswa, bahkan orang tua merasakan tekanan berat ketika berhadapan dengan pembelajaran. Mulai beban administrasi, prestasi, nilai, kesejahteraan, keuangan, sampai hubungan interaksi pendidikan yang kurang baik. Di tengah pandemic Covid 19 sudah memasuki babak baru dalam model pembelajaran yang akan beralngsung. Babak baru inilah setelah selama beberapa pekan terakhir model pembelajaran yang biasanya secara tatap muka berubah menjadi secara daring akibat adanya wabah Covid 19.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Agama Kementerian Kesehatan Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemic Covid 19 dengan beberapa agenda di antaranya pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, pendidikan tinggi, hingga pesantren dan pendidikan keagamaan akan kembali mengaktifkan proses pembelajaran meskipun dengan model berbeda-beda.
Seperti halnya Peserta didik diharapkan untuk tetap terus belajar meskipun di tengah masa darurat Covid-19, melalui pembelajaran jarak jauh daring (online). Tak bisa dipungkiri, pandemi ini telah membawa perubahan besar dalam dunia pendidikan.  Seperti Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerapkan kebijakan Belajar dari Rumah atau Learning From Home. Kita dipaksa untuk mampu beradaptasi dan bergerak cepat, menyesuaikan tantangan zaman, serta memaksimalkan kreativitas dan teknologi. Pada konteks inilah konsep “merdeka belajar” yang digagas oleh Mas Menteri menjadi relevan. Merdeka belajar merupakan konsep belajar secara mandiri dan kreatif yang memungkinkan pihak-pihak yang terlibat untuk terus berinovasi, terutama dengan membangun ekosistem pendidikan berbasis teknologi. Ya, selama Learning From Home kita tetap berusaha mewujudkan Kemerdekaan Belajar  Tiba-tiba saja kita mulai bersahabat dengan aplikasi seperti Zoom, Google Classroom, Webex, Rumah Belajar, dan kawan-kawannya.

Orangtua juga diminta berperan aktif dalam membantu putra putri mereka melaksanakan proses belajar dari rumah. Sesungguhnya proses pembelajaran daring seperti saat ini bagi guru adalah bukan satu hal yang baru Secara nasional guru-guru sudah terlatih untuk meningkatkan kompetensi dalam penguatan pembelajaran berbasis online. Dengan begitu belajar di tengah wabah Covid-19 kali ini secara teknis guru tidak mengalami banyak kesulitan. Respon berbeda terjadi pada peserta didik dan orang tua. Kalaupun terdapat respon yang kurang siap dari orangtua peserta didik terhadap tugas yang diberikan oleh guru kepada siswa. Seharusnya bisa diatasi dengan materi pembelajaran yang tidak bersifat monoton dan membebankan melainkan mengarah kepada “keterampilan yang bersifat life skill”. Karena secara esensial pembelajaran dengan sistem daring yang juga disebut dengan home learning itu dengan mengacu kepada keselarasan empat unsur kurikulum. Unsur tersebut yaitu komponen tujuan, isi kurikulum, metode atau strategi dan komponen evaluasi. Dengan tidak mengenyampingkan muatan kurikulum, guru dan tenaga pendidikan, peserta didik dan orang tua. Kapan berakhirnya pandemi ini pun masih menjadi tanda tanya dan penuh ketidakpastian. Inilah yang membuat istilah “New Normal” terus digaungkan di berbagai media. Sekali lagi, kita dipaksa untuk beradaptasi dengan kenormalan baru yang semula tidak normal. New Normal atau kehidupan normal yang baru, memiliki makna bahwa kita dapat beraktivitas secara normal seperti sebelum dilanda Covid-19, namun tetap menerapkan protokol kesehatan. Kita harus siap siaga untuk menghadapi era normal baru, yang pastinya akan sangat berbeda dengan normal sebelumnya. Dari yang awalnya bebas berinteraksi dengan orang, sekarang kita harus mematuhi protokol kesehatan dimanapun dan kapanpun. Tentu normal saat ini memiliki nuansa yang sangat berbeda. Seluruh sektor kehidupan akan bersiap-siap menerapkannya, tak terkecuali dalam sektor pendidikan.

Munculnya konsep merdeka belajar membuat masyarakat menunggu implementasi perubahan yang sangat diharap akan membawa dampak ke arah lebih baik dalam dunia pendidikan. Makanya di tingkat sekolah seperti SMP, SMA atau yang lainnya diharapkan mampu menciptakan kualitas inovasi, kreasi, keterampilan, dan lain-lainnya. Utamanya bagi seorang guru yang memiliki amanah besar sehingga dituntut untuk bijak dalam bertindak seperti mencari model yang efektif dan tepat terhadap murid-muridnya.
Di samping lain, orang tua menginginkan anak-anak muda dapat didorong sesuai dengan keinginan dan kemampuanya di bidang masing-masing dengan konsep merdeka belajar ini. percaya passion yang dimiliki tiap-tiap anak-anak muda secara otomatis akan menyebar ke orang-orang sekitarnya yang kemudian bisa menjadi inspirasi untuk sesamanya.

Keinginan ini bisa dikatakan searah dengan ide pedagogi yang dicetuskan Paulo Freire, dimana pedagogi membantu murid untuk memahami makna dibalik teks buku belajar dan berani memikul tanggung jawab dari keputusan kehidupan yang akan diemban sang murid sehingga murid akan lebih cenderung menjadi pribadi yang lebih kritis dan bersifat inklusif dalam keterbukannya menghormati, menghargai , dan toleransi karena nuansa demokratis sudah terbiasa tercipta di dalamnya dalam mengemukakan pendapat. Namun ada beberapa catatan dalam menurunkan konsep merdeka belajar terhadap dunia pendidikan apalagi di tengah pandemic Covid 19 yang notabenya juga mengharuskan membatasi ruang gerak baik guru dan murid ketika proses pembelajaran berlangsung dengan kawalan protokol ketat dari kesehatan.

merdeka belajar belum sepenuhnya memerdekakan pelaku pendidikan. Pasalnya banyak polemik yang menghantui selama perjalanannya. Keterbatasan koneksi internet dan perangkat penunjangnya di sejumlah daerah, serta guru yang masih butuh peningkatan kompetensi adalah sebagian dari “hantu” yang berkeliaran dalam pendidikan kita. Kenyataan ini begitu rumit sehingga kita butuh suatu kenormalan baru dengan secercah harapan. Lantas bagaimana pendidikan kita mewujudkan Merdeka Belajar menyambut era “New Normal” Merdeka belajar dapat diwujudkan dengan menggali potensi para pendidik dan peserta didik untuk berinovasi dan meningkatkan kualitas pembelajaran secara mandiri. Disinilah kualitas guru menjadi kunci utama. Guru yang berkualitas dan berkompeten dapat mendorong kesuksesan belajar siswa. Guru tidak akan bisa digantikan oleh teknologi. Teknologi hanyalah alat bantu guru dalam meningkatkan potensi mereka dan menjadi penggerak terbaik untuk mereka dapat memimpin pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, konsep pelatihan guru perlu disesuaikan dengan kurikulum yang lebih fleksibel. Kurikulum yang dapat mendorong para guru agar dapat memilih materi atau metode pembelajaran dengan kualitas tinggi, tetapi sesuai tingkat kompetensi, minat, dan bakat masing-masing siswa. Sehingga konsep pelatihan tersebut menjadi lebih praktis. Dengan menggali potensi guru, guru akan tampil sebagai penggerak, harapannya potensi murid dapat terus tergali, inovasi pendidikan akan terus mengalir, dan kualitas pendidikan dapat terus maju.

Merdeka Belajar tidak mungkin berhasil tanpa teknologi. Ada hal penting yang perlu digarisbawahi disini, bahwa penggunaan teknologi bukan semata-mata memindahkan data dari bentuk fisik ke bentuk digital. Mindset ini perlu segera diubah. Teknologi bukan sekedar wadah untuk memberi tugas dan materi pelajaran, namun perlu didampingi dengan inovasi, kreasi, kolaborasi, komunikasi, dan evaluasi selama penggunaan teknologi tersebut. Lagi-lagi hal ini tidak keluar dari esensi pendidikan yaitu kualitas guru dengan “panggilan jiwa” mengajar yang dimilikinya. Disini teknologi bukan sekadar model online saja melainkan bisa bermacam-macam jenisnya, contohnya belajar melalui tayangan TVRI yang tengah digalakkan oleh Kemendikbud. Dalam penggunaan teknologi,  siswa harus difasilitasi untuk aktif belajar bukan berpusat pada guru. Sekarang tidak ada tuntutan yang kuat siswa harus ikut ujian. Hal ini membuka kesempatan bagi guru dan pihak-pihak terkait untuk membuat inovasi-inovasi pembelajaran untuk kebutuhan belajar siswanya. Itulah prinsip merdeka belajar yang didorong penerapannya dalam pembelajaran. Dengan memaksimalkan teknologi maka akan terjadi akselerasi merdeka belajar. Namun, pandemi Covid-19 seolah membongkar bahwa akses pendidikan di Indonesia tidak merata, hal ini terkait dengan sarana dan prasarana. Sehingga terdapat kesenjangan yang besar antara mereka yang memiliki akses teknologi dengan yang tidak. Padahal, teknologi memiliki potensi pemerataan akses atau kesempatan mendapat akses yang setara terhadap materi dan pembelajaran yang sama.

Merdeka belajar dapat diwujudkan pula dengan memaksimalkan desain kurikulum. Pendidikan kita perlu “kenormalan baru” dari segi kurikulum dengan cara memaksimalkan implementasi kurikulum berdasarkan kenyataan yang ada di tengah pandemi saat ini. Adaptasi kurikulum bagi daerah yang mampu menggelar sistem pembelajaran online akan seperti apa. Sedangkan daerah yang hanya mampu belajar offline, adaptasi kurikulumnya bagaimana. Begitu pula dengan adaptasi guru dan dinas pendidikan di daerah tersebut. Hal ini tidak bisa disamaratakan, mengingat fasilitas penunjang pendidikan setiap daerah di Indonesia pun berbeda-beda. Dengan kesenjangan pendidikan yang masih begitu nyata, desentralisasi pendidikan dapat dimaksimalkan. Masing-masing daerah pasti memiliki sudut pandang dan kearifan lokal tersendiri untuk dapat dikembangkan dalam upaya bersama-sama mewujudkan SDM unggul. Terlebih dalam suasana “New Normal” sudah semestinya setiap pendidikan di daerah diberikan keleluasaan untuk mereka.