Notification

×

iklan dekstop

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Hijab itu untuk menjaga marwahmu

Kamis, 23 Juli 2020 | Juli 23, 2020 WIB Last Updated 2020-07-24T07:23:18Z

Oleh : Raiza Mulyana
Prodi Hukum Keluarga UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Asal Aceh Selatan

Dizaman sekarang banyaknya perempuan tidak memakai hijab atau memakai hijab tidak sesuai syari`at padahal hijab adalah hal yang sangat penting bagi wanita untuk menutupi auratnya. Hijab artinya penutup. Secara istilah, Hijab adalah sebagaimana dijelaskan Al-Munawi bahwa Hijab adalah segala hal yang menutupi sesuatu yang dituntut untuk ditutupi atau terlarang untuk menggapainya.

Nama asli dari Al-Munawi adalah Muhammad `Abd al-ra`uf al- munawi beliau adalah seorang seorang sarjana islam periode kairo dari ottoman yang terkenal karena karyanya tentang sejarah awal islam dan sejarah islam. Beliau adalah murid dari seorang murid Al-sha`rani. Beliau berasal dari keluarga yang dikenal sebagai orang shalih dan ulama. Panggilan akrab beliau adalah Zainal Abidin. Sebutan al-Haddadiy lantaran datuk-datuk beliau berasal dari desa Haddadah, Tunisia yang sampai ke Mesir pada abad ketujuh Hijriyah. Kota yang pertama kali mereka singgahi di Mesir adalah kota Munyah Bani Khashib, ‎dari sinilah penisbahan al-Munawiy ‎kepada beliau. Sedangkan as-Syafiiy karena beliau berafiliasi dengan mazhab Imam as-Syafiiy. Al-Munawiy memperoleh pendidikan yang pertama kali dari orang tua beliau sendiri yang juga seorang tokoh ulama. Pada tahap ini beliau belajar membaca al-Qur’an sampai benar-benar fashih dan mampu menghafalnya di usia 7 tahun. Dari ayahnya, beliau juga menghafal beberapa matan kitab bermutu seperti: Zubad Ibn Ruslan (fiqh), at-Tuhfah al-Wardiyah (Nahwu), al-Irsyad karya at-Taftazaniy (Nahwu) dan lain-lain. Kemudian ketika usia beliau menginjak remaja, ayah beliau menitipkan al-Munawiy kepada para ulama di luar kota Munyah sebagaimana tradisi ulama pada umumnya untuk memperdalam ilmu agama. Al-Munawiy memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan ketekunan yang luar biasa. Sifat ini adalah warisan dari ayah beliau yang memang mengalir dalam tubuh beliau darah ulama, boleh jadi beliau paling menonjol di antara teman sebayanya.

Di antara penerapan maknanya, Hijab dimaknai dengan As-Sitr (penutup), yaitu yang menghalangi sesuatu agar tidak bisa terlihat. Demikian juga Al-Bawwab (pintu), disebut sebagai Hijab karena menghalangi orang untuk masuk. Asal maknanya, Hijab adalah entitas yang menjadi penghalang antara dua entitas lain.

Dengan demikian, Hijab muslimah adalah segala hal yang menutupi hal-hal yang dituntut untuk ditutupi bagi seorang muslimah. Jilbab adalah hasil konstruksi budaya yang dilakukan oleh manusia pada daerah tertentu sebagai wujud pemaknaan terhadap teks Alquran, khususnya pada Surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31. Bahkan sejarahnya, jilbab bukan hanya milik umat Islam, tapi juga umat agama sebelumnya.

Berbeda dengan konsep hijâb dalam tradisi Yahudi dan Nasrani, dalam Islam, hijâb tidak ada keterkaitan sama sekali dengan kutukan. Dalam konsep Islam, hijâb pada perempuan mempunyai konteksnya sendiri-sendiri. Aksentuasi hijâb lebih dekat pada etika dan estetika dari pada ke persoalan substansi ajaran. Pelembagaan hijâb dalam Islam di-dasarkan pada dua ayat dalam Alqur'an yaitu QS. Al-Ahzab/ 33: 59 dan QS. An-Nur/24: 31.

Kedua ayat ini saling menegaskan tentang aturan berpakaian untuk perempuan Islam. Pada surat An-Nur, kata khumur merupakan bentuk plural dari khimar yang artinya kerudung. Sedangkan kata juyub merupakan bentuk plural dari dari kata jaib yang artinya adalah ash-shadru (dada). Jadi kalimat hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada-nya ini merupakan reaksi dari tradisi pakaian perempuan Arab Jahiliyah.

Seperti yang digambarkan oleh Al-Allamah Ibnu Katsir di dalam tafsirnya: “Perempuan pada zaman jahiliyah biasa melewati laki-laki dengan keadaan telanjang dada tanpa ada selimut sedikitpun. Bahkan kadang-kadang mereka memperlihatkan lehernya untuk memperlihatkan semua perhiasannya”.

Dizaman jahiliyyah Mereka mengenakan pakaian yang membuka leher bagian dadanya, sehingga tampak jelas seluruh leher dan urat-uratnya serta anggota sekitarnya. Mereka juga menjulurkan kerudung mereka ke arah belakang, sehingga bagian muka tetap terbuka. Oleh karena itu, maka segera diperintahkan untuk mengulurkan kerudung di bagian depan agar bisa menutup dada mereka.

Selain karena faktor kondisional Surat Al-Ahzab yang didalamnya terdapat ayat hijab turun setelah perang Khandaq (5 Hijriyah). Sedangkan surat An-Nur turun setelah al-Ahzab dan kondisinya saat itu sedang rawan. Bersifat politis sebab ayat-ayat di atas turun untuk menjawab serangan yang dilancarkan kaum munafik, dalam hal ini Abdullah bin Ubay dan konco-konconya, terhadap umat Islam.

Serangan kaum munafik ini “memakai” perempuan Islam dengan cara memfitnah istri-istri Nabi, khususnya Siti Aisyah. Peristiwa terhadap Siti Aisyah ini disebut peristiwa al-ifk. Pada saat itu, peristiwa ini sangat menghebohkan sehingga untuk mengakhiri-nya harus ditegaskan dengan diturunkannya lima ayat yaitu QS. An-Nur/23: 11-16.

Ayat-ayat ini juga turun di saat kondisi sosial pada saat itu tidak aman seperti yang diceritakan di atas. Gangguan terhadap perempuan-perempuan Islam sangat gencar. Semua ini dalam rangka menghancurkan agama Islam. Maka ayat itu ingin melindungi perempuan Islam dari pelecehan itu.

Menurut Abu Syuqqah, perintah untuk mengulurkan jilbab pada ayat di atas, mengandung kesempurnaan pembedaan dan kesempurnaan keadaan ketika keluar.

Dan Allah SWT telah menyebutkan alasan perintah berjilbab dan pengulurannya. Firman-Nya, Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dalam hal ini, untuk membedakan perempuan merdeka dan perempuan budak.

Dengan bigini pengetahuan tentang pemahaman saya pun berkembang dan berubah dalam memaknai jilbab. Karena mengerti bahwa konstruksi budaya sangat memengaruhi manusia dalam memaknai kitab suci, saya pun memahami bahwa pemaknaan ayat mengenai aurat tidak boleh kaku dan diterjemahkan menurut satu budaya tertentu. Meski saya mengerti bahwa jilba itu sebuah kewajiban, saya masih memakainya sampai sekarang. Karena dengan berjilbab kita akan terlindungi. Pemaknaan saya bahwa memakai jilbab untuk menutup aurat dan menjalankan kewajiban agama. Saya berjilbab juga untuk menghormati diri sendiri yang memang sudah berjilbab sejak lama. Tetapi untuk menegaskan bahwa jilbab ini bukan sebuah keharusan, tetapi memakai jelbab juga tergantung pendapat masing- masing. Tapi saya menyarankan pakailah jelbab untuk melindungi diri dan marwahmu.

Saya percaya bahwa masyarakat kita telah memiliki batas kesopanan yang wajar bagi aurat perempuan. Sampai sekarang perempuan di kampung saya rata-rata memakai kaos pendek tanpa jilbab, dan mereka masih tidak malu menampakkan aurat mereka. Inilah yang barangkali dimaksud sebagai “Yang biasa nampak daripadanya” dalam Surat An-Nur ayat 30. Sedangkan memakai dan celana pendek adalah sesuatu yang tidak wajar di kampung saya, sehingga berpakaian demikian cenderung akan merendahkan harga diri.

Saya juga percaya pelecehan seksual terjadi karena model berpakaian para perempuan sehingga tidak menutupi aurat juga lantas tidak membuat kita aman dari perilaku pelecehan seksual. Dengan itu kita harus menjaga diri setidaknya dengan menutup aurat sesuai dengan syari`at.

Dan juga Seiring perkembangan tren, jilbab juga berubah gaya, corak, dan motifnya. Kita akan dibikin ketinggalan zaman oleh perubahan model yang terjadi pada jilbab yang bergerak begitu cepat. Naif rasanya jika saat ini kita memaknai jilbab sekedar sebagai wujud kewajiban menutup aurat. Nyatanya jilbab lebih berkembang sebagai fashion. Dan kita digiring untuk menjadi konsumen yang terus memperbarui model jilbab kita. Tanpa kita sadar itu telah banyak merugikan bagi kita karena dengan mengikuti trend kita menjauhi bagaimana sebenarnya menutup aurat dengan baik dan benar bukan asal-asalan.

Syeikh Ali Jum'ah mengatakan: "Seluruh ulama sepakat bahwa haram bagi perempuan menampakkan auratnya kecuali wajah dan telapak tangan. Umat Islam baik perempuan dan laki-laki wajib menutup auratnya. Aurat adalah perintah syari'at, sudah dibatasi oleh syari'at, maka tidak ada yang boleh Ijtihad di sini. Tidak akan berubah aturan tersebut walaupun berubah tempat dan waktu karena ini sudah ketetapan Allah Ta'ala." Islam sangat membenci kebodohan, karena kebodohan adalah sumber malapetaka. Kalau kita perhatikan masa jahiliyah yang berasal dari kata Al-Jahl yang artinya kebodohan. Al-Munawi mengatakan: "Jahiliyah adalah masa sebelum diutusnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW). Mereka dinamakan demikian karena kebodohan mereka yang keterlaluan." (Faidhul Qadir, 1/462)

Sesuai dengan sabda nabi SAW:

"Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Surah Al-Ahzab: 59)

Mengapa Perempuan Harus Berhijab?Sebagai bentuk ketaatan terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya, Karena membuka (pamer) aurat dan keindahan tubuh merupakan bentuk maksiat yang mendatangkan murka Allah dan Rasul-Nya, Hijab dan jilbab dapat meredam berbagai macam fitnah (kerusakan).dan Tidak berhijab akan mengundang fitnah bagi laki-laki dan bisa menjerumuskan laki-laki ke dalam maksiat. Dengan ini tutupilah auratmu dengan benar supaya bisa menjaga marwah sebagi seorang perempan.