Oleh : Muhammad Iqbal
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat & Siswa Sekolah Kita Menulis
Pokkt Decision Lab dan Mobile Marketting Association (MMA), melakukan studi pada tahun 2018, hasil dari penelitian tersebut menyebutkan pada tahun 2018 jumlah gamer di Indonesia sudah mencapai angka 60 juta, dan angka tersebut diperkirakan akan meningkat mencapai 100 juta pada tahun 2020. Mudahnya masyarakat dalam mengakses, menjadi salah satu sebab bertambahnya angka tersebut. (tek.id).
Seiring perkembangan zaman, pemuda pemudi semakin liar, mulai kehilangan minatnya dalam mencari ilmu, mulai kehilangan budaya, dan kurang cakap dalam sosial, semua disebabkan oleh banyak faktor, tapi Salah satunya dari kemajuan teknologi, yang seakan tidak bisa dibendung, Pemerintah pusat seakan cuek dengan potensi masalah tersebut, padahal kualitas bangsa pada masa depan, itu tergantung oleh generasi penerusnya.
Pada tahun 2018 badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan kecanduan game online sebagai salah satu bentuk gangguan kesehatan mental. Lanjut lagi dari ahli kesehatan mental dan penyalahgunaan zat untuk WHO Vladimir Pozna, menurutnya seseorang di kategorikan sebagai pecandu jika sudah merusak kehidupan pribadi, keluarga, sosial, pendidikan, perkerjaan, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. WHO juga menghimbau kepada siapa yang bermain game agar tidak terlalu mengabiskan waktunya pada kegiatan tersebut, dan memperhatikan kesehatan fisik dan psikologis dan sosial.
Tinggi nya angka peminat game online di tanah air, dikhawatirkan menjadi boomerang pada perkembangan bangsa ini kedepannya, padahal setiap bangsa itu, ditentukan oleh generasi mudanya, semakin berkualitas penerus suatu bangsa, maka semakin berkualitas juga negara tersebut ke depan, berbeda dengan kasus kriminal, kecanduan game online tidak bisa dikaitkan dengan kriminal, karena berada pada ruang lingkup yang berbeda, tapi perlahan-lahan game online menggrogoti pemuda di tanah air, dengan merusak sistem kerja otak.
Dampak dari game online sebenarnya sangat mengkhawatirkan hanya saja ia tidak tampak secara fisik, tapi perlahan-lahan akan merubah prilaku dari pecandu game, menurut seorang Dokter Kristiana Siste Kurniasanti Kepala Departemen Medik Kesehatan jiwa Rumah Sakit Cipto Mangukusumo (RSCM), Fakultas Kedoktoran Universitas Indonesia (FKUI) dan pakar adiksi mengatakan Pada kasus adiksi ada bagian dari otak pecandu yang rusak, yaitu area pre frontal-cortex ,setiap melakukan pencitraan pada area itu selalu di temukan rusak, hanya pada pasien-pasien yang kecanduan game online, pada daerah itu berfungsi untuk mengatur prilaku, diri sendiri dan juga impuls, yaitu hal-hal yang dilakukan tanpa berfikir lagi, dan langsung melakukan sesuatu, yang membuatnya bahagia, atau disebut neurotransmitter dopamine.
Tutur pakar adiksi tersebut, menurutnya jika bagian ini rusak maka akan menganggu kemampuan untuk mengontrol prilaku, dan secara otomatis akan menganggu prilaku dari pecandu tersebut, susah dalam membuat keputusan, dan biasanya penderita akan susah untuk focus saat mengerjakan sesuatu.
Jika pemerintah acuh dengan persoalan ini, mungkin dalam beberapa tahun kedepan efek nya mulai terlihat pada kualitas manusia di Indonesia. Dan yang lebih parah, kerusakan ini akan berefek pada jangka waktu yang panjang, banyak pemuda yang akan kehilangan kesempatan emas mereka. Padahal masa muda adalah waktu yang sangat produktif bagi manusia.
Sebenarnya bermain game dapat menghibur diri, tetapi bermain hingga lupa waktu dan meninggalkan tanggung jawab, bisa berdampak negatife kepada pecandu. kecanduan bermain game biasanya dirasakan oleh kalangan anak anak, remaja bahkan orang dewasa juga, memang perkembangan game online juga diiringi kemajuan teknologi, istilah nya game online itu anaknya dari teknologi, game online dan kemajuan teknologi sullit untuk dipisahkan, tetapi itu bukan berarti kita tidak bisa mencegah dampak negatife dari perkembangan tekhnologi.
Sebagai contoh, Korea Selatan salah satu negara dengan akses internet termudah, sama seperti di Indonesia, jumlah gamers disana dapat dikatakan memprihatinkan, karena sudah menjamur secara luas di kalangan anak-anak bawah umur. Untuk menanggulangi potensi masalah itu, mereka mengeluarkan kebijakan untuk membatasi jam bermain game yang dikenal dengan "UU Cinderella", dan pada jam itu pada anak yang berumur kurang 17 tahun tidak diizinkan berada di warnet.
Semestinya pemerintah lebih memperhatikan potensi masalah ini, generasi muda seharusnya sibuk mencari ilmu di masa mudanya, menambah pengalaman, memperluas wawasan, karena menurut logika puluhan tahun ke depan, generasi muda yang sekarang ini akan menjadi pemimpin dan menggantikan pendahulunya.
Dampak dari kemajuan teknologi tentu memiliki sisi positif dan sisi negatife bagi bangsa ini, tapi karena ini berhubungan dengan perubahan gaya hidup, sisi negatife dari perkembangan teknologi berlangsung jangka panjang, seperti yang kita ketahui, budaya dan teknologi itu selalu beriringan dalam perkembangannya, memudarnya nilai-nilai budaya, lunturnya tradisi di masyarakat seperti kesopanan, gotong royong, bahkan terdapat juga dari segi ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Jika melihat dari segi ekonomi, produktifitas industri semakin meningkat, pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi, perusahaan akan lebih mudah memasarkan produknya, berbalik dengan hal negatife, pengangguran bagi mereka yang tidak menguasai teknologi, penipuan dalam jual beli, daya saing akan lebih tinggi.
Pada bidang sosial, kemudahan dalam berkomunikasi, sosialisasi kebijakan pemerintah akan lebih cepat, mudahnya warga bertukar informasi, lalu dampak negatife yang dihasilkan dari segi sosial, berubahnya sistem atau cara berkomunikasi, mulai tergantung dengan tekhnologi, ketegantungan pada pemanfaatan teknologi menyebabkan generasi muda tidak cerdas secara sosial, kemerosotan moral khususnya di kalangan remaja dan pelajar, kurang mengenali lingkungan sekitar.
Bidang budaya, mempermudah pengenalan budaya pada belahan dunia manapun, mempermudah promosi karya-karya anak bangsa, seperti film, fashion, otomotif dan lainnya, tapi dari segi negatife faktor budaya cukup mengkhawatirkan, lenyapnya identitas budaya, kehilangan arah sebagai bangsa yang memiliki jati diri, mudah terpengaruh oleh budaya asing, membuat sikap menutup diri.
Jika melihat dari segi politik maka hal positif yang bisa kita ambil adalah kerja sama antar negara menjadi lebih cepat dan mudah, menegakkan nilai-nilai demokrasi artinya setiap individu dapat memberikan pendapatnya melalui media sosial, dari sisi negatife kita bisa membayangkan, semakin meninggkatnya nilai-nilai politik individu, kelompok, lunturnya nilai-nilai politik yang berdasarkan kekeluargaan, musyawarah mufakat dan gotong royong.
Pada suatu bangsa, bukan hanya pertumbuhan ekonomi, teknologi, dan indutris saja yang harus diperhatikan, pertumbuhan sumber daya manusia yang berkualitas menjadi roda penggerak dari faktor lain, Sudah saatnya pemerintah lebih fokus dan peduli terhadap generasi muda, dari pada mengeluarkan UU yang memicu perdebatan di setiap kalangan, ada baiknya pemerintah memfokuskan ke generasi muda, dengan menuntun dan mempermudah segala akses dalam bidang pendidikan lalu meminimalkan dampak negatife dari perkembangan teknologi, karena menyiapkan generasi muda adalah tugas pemerintah, mengaibaikan generasi muda berarti mengabaikan bangsa ini, generasi muda adalah aset terbaik bagi bangsa, meninggalkan generasi muda berati meninggalkan bangsa ke depan dalam kesulitan.