Notification

×

iklan dekstop

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Bayi Jauh dari Ibu Karena Regulasi

Senin, 20 Juli 2020 | Juli 20, 2020 WIB Last Updated 2020-07-20T10:42:45Z

Oleh Cut Ani Darniati
Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry dan Siswa Sekolah Kita Menulis 

Kisah Indah Sari, ibu bayi malang yang menyusui bayinya hanya satu kali setelah empat hari selesai melahirkan. Problem sepasang suami-isteri dari keluarga Roni Saktiawan Hutasuhut dan Indah Sari yang melakukan persalinan di salah satu rumah sakit pada tanggal 10 Juli 2020. Pasalnya sang isteri dirujuk oleh seorang bidan untuk melakukan persalinan dengan jalan satu-satunya yaitu dengan cara operasi dan harus membayar uang perawatan dan perobatan selama operasi kurang lebih sebesar Rp.5.700.000, namun pihak keluarga tidak bisa membayar biaya rumah sakit.

Pihak keluarga berusaha mencari pinjaman dan hutangan, namun hanya bisa mengumpulkan uang sebanyak Rp.3.000.000, dan masih tersisa Rp.2.700.000 untuk membayar biaya rumah sakit. Dan sisa biaya itulah yang menghambat pihak rumah sakit mengizinkan pasien untuk pulang membawa anak mereka yang baru lahir. Dan bahkan pihak rumah sakit melarang sang ibu untuk menemui anaknya sendiri.

Indah Sari mengatakan bahwa “sudah empat hari saya selesai melahirkan tapi baru sekali saya menyusui anak saya, untuk jumpa saja melihat anak saya tidak diperbolehkan, bahkan suami saya ingin melihat anak kami tetapi tidak diberi izin oleh pihak rumah sakit. Terang Indah kepada Hadrianto sebagai pihak media cabang Bratapos Sumut (Sumatera Utara) ketika beliau mengunjungi Indah Sari.    

“Saya hanya diberi waktu menyusui cuma satu kali setelah itu saya tidak di perbolehkan lagi untuk menemui dan menyusui anak saya, bagaimana nasib anak saya ketika saya tidak meyusui dia, tentu dia akan mati kehausan” isak tangis seorang ibu yang memikirkan nasib anaknya yang malang, entah sampai kapan bisa bertahan dalam kehausan tanpa asupan gizi dan Air Susu Ibu (ASI) dari ibunya. 

Sebagai publik yang menerima informasi ini saya turut bersedih dan sangat memprihatinkan terhadap pihak rumah sakit yang begitu tega membiarkan anak bayi tidak berdosa mengalami hal yang membuat bayi tersebut tersiksa, dengan melarang sang ibu menemui dan menyusui anaknya. Bukan hanya sang bayi yang tersiksa namun sang ibu juga turut khawatir terhadap anaknya yang hanya meminum ASI sekali sejak anaknya lahir.

Seyogianya pihak rumah sakit bisa mengizinkan sang ibu untuk menemui anaknya kemudian untuk menyusui bayinya dengan didampingi salah satu pihak rumah sakit, demi kemaslahatan sang bayi juga agar tidak menimbulkan kekhawatiran terhadap pihak keluarga. Tentunya pihak keluarga sudah sangat sedih pulang kerumah tanpa membawa anak mereka, seyogianya pihak rumah sakit bisa memahami kesedihan yang tengah dirasakan pihak keluarga. 

Tidak adakah sedikit rasa iba dari pihak rumah sakit kepada pihak keluarga?
Dalam konteks ini, apakah pihak rumah sakit tidak pernah berfikir bahwa tragedi yang dialami oleh Indah Sari terjadi pada pembuat kebijakan yang memisahkan Indah Sari dengan bayinya? Jika terjadi, tentunya akan merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan oleh keluarga Indah Sari, karena merasakan kesedihan dan kekecewaan bahkan kekhawatiran yang mendalam akibat regulasi yang diciptakan oleh pihak rumah sakit yang dimaksud .    

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 pada pasal 1 Tentang Rumah Sakit bahwa “Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan layanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat”. Disebutkan bahwa rumah sakit swasta harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Konsekuensi dari ketentuannya bahwa rumah sakit harus tunduk dan patuh pada Undang-Undang PT. Begitu pula rumah sakit yang penulis maksud. 

Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT) tampaknya menggunakan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) sebagai terjemahan dari istilah Corporate Sosial Responsibility (CSR). Untuk konteks perusahaan dalam masyarakat Indonesia dan mengartikannya sebagai “komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan itu sendiri, komunitas setempat atau masyarakat pada umumnya”.

CSR diartikan sebagai tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan (stackholder) untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positive yang mencakup segala aspek baik dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (triple bottom line), hal ini membuat bergesernya konsep kedermawanan semata.

Begitu pula sama halnya dengan pihak rumah sakit, seyogianya pihak rumah sakit tidak mempersulit prosedur yang ada, semestinya pihak rumah sakit mengizinkan pihak keluarga untuk menemui anaknya. Agar tidak terjadi kekhawatiran yang terus berlanjut terhadap pihak keluarga dikarenakan anak tersebut tidak mendapatkan asupan gizi dan ASI dari ibunya.  Apabila terjadi apa-apa terhadap bayi tersebut apakah pihak rumah sakit bersedia bertanggung jawab? dan pihak rumah sakit akan di tuntut dan bahkan bisa dikenakan sanksi sesuai peraturan undang-undang yang ada (meminimalkan dampak negatif).

Saya sebagai penulis, bergerak hatinya ingin menulis kisah ini karena saya sendiri ikut merasa sedih dan kecewa terhadap kejadian tersebut. Tidak semestinya pihak rumah sakit membiarkan anak malang tak berdosa itu haus kelaparan, entah bagaimana nasib anak tersebut, dan kami meminta serta memohon kepada pihak rumah sakit yang bersangkutan agar ada sedikit saja rasa kemanusiaan dan kedermawanan. 

Besar harapan saya semoga kejadian serupa tidak terjadi lagi kedepannya baik di rumah sakit yang sama atau rumah sakit lainnya. Dan semoga ini menjadi pelajaran moral bagi pihak rumah sakit, agar menjadi orang yang memberi sedikit rasa kemanusiaan dan rasa iba terhadap keluarga miskin tak berdaya. Seyogianya manusia hidup itu tidak bisa terlepas dari bantuan orang lain. Mungkin hari ini kita menolong orang, esok lusa bisa jadi kita yang butuh pertolongan orang lain.