Oleh: Ismi Afrianti
Bidara membuka kedua kelopak matanya bersamaan dengan seulas senyum menghiasi bibir. Dirinya siap menyambut hari yang cerah, secerah sinar mentari yang membangunkannya pagi ini. Sejak beranjak dari ranjangnya, gadis bertubuh mungil itu sudah dipenuhi semangat luar biasa. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari yang sangat spesial baginya.
Kemarin, Amanda--sahabat lama Bidara--meneleponnya untuk mengajak ketemuan hari ini. Seingat Bidara, pertemuan terakhir kali mereka adalah lima tahun lalu, sebelum Amanda memutuskan pergi ke negara kanguru untuk melanjutkan studinya.
Sekarang Amanda sudah kembali ke Indonesia dan baru saja menikah beberapa bulan yang lalu dengan Randy, seorang pengusaha muda yang dikenalnya sewaktu menuntut ilmu di negara kanguru. Tentu saja ini kabar yang luar biasa bagi Bidara, sebab kepulangan Amanda bukan semata-mata hanya ingin bertemu dirinya, tetapi juga ingin meminta bantuannya. Lebih tepatnya ingin menggunakan jasa Bidara sebagai seorang profesional.
“Tenang Bi, kita akan bayar kamu sesuai harga profesional kok. Aku percayakan ini sama kamu. Pokoknya kamu yang terbaik, deh,” ucap Amanda saat menelepon Bidara kemarin.
Bidara Anastasia, seorang designer interior muda, berbakat, dan profesional. Sudah banyak para pengusaha properti yang memakai jasanya. Meskipun bekerja sebagai freelancer, namun tawaran yang datang padanya seakan tak pernah habis. Gadis yang menggemari ice cream vanilla itu mampu bekerja secara profesional.
Tepat jam sembilan pagi, Bidara memarkirkan Honda Jazz-nya di pekarangan sebuah kafe yang terbilang cukup jauh dari tempat tinggalnya. Ketika di depan pintu masuk kafe dan hendak meraih gagang pintu kaca, gadis yang lebih suka bergaya kasual itu berpapasan dengan seorang lelaki berpenampilan trendi. Bahkan, Bidara bisa merasakan aroma parfum dari pria di sampingnya.
Ternyata kafe yang dia kunjungi untuk bertemu dengan Amanda cukup luas, ada banyak pasang meja dan kursi di dalamnya. Sejenak Bidara berdiri mematung sambil matanya memindai seisi ruangan, mencari-cari keberadaan Amanda--sahabatnya. Anehnya, lelaki yang berpapasan dengannya di pintu masuk tadi pun melakukan hal yang sama.
“Bi! Sebelah sini!” seru Amanda dan Randy bersamaan sambil mengangkat salah satu tangan mereka.
Bidara dan lelaki berpenampilan trendi itu pun melangkah bersamaan menuju ke arah meja Amanda dan Randy.
“Ayo Bi, silakan duduk,” ajak Amanda pada Bidara dan Randy pada lelaki yang Bidara temui di pintu masuk tadi.
Mereka berempat begitu antusias bertemu satu dengan yang lainnya. Maklum saja, sudah lama sekali mereka tidak saling berjumpa. Mulai dari bertanya kabar sampai pada pembicaraan khusus tentang pertemuan mereka kali ini. Ternyata Amanda dan suaminya akan membuka sebuah cafe, tepatnya bisnis kedai kopi yang desain interiornya nanti akan dikerjakan oleh Bidara.
“Oh ya, Bi. Kenalin, ini temannya Randy, yang akan mendesain untuk furniturnya. Nanti kalian bakalan kerja bareng lho,” ucap Amanda.
Bidara menyodorkan tangannya, begitu juga dengan lelaki bertubuh tinggi di sebelahnya.
“Bi,” seru mereka bersamaan.
“Bi?” ulang Bidara dengan kening berkerut.
“Albie, aku biasa dipanggil Bie,” ucap lelaki bertubuh atletis itu.
“Oh, aku Bidara. Kok bisa ya panggilan kita sama,” ulang gadis berponi itu sambil tertawa.
“Okey. Aku panggil kamu Dara aja, ya,” ucap Albie tersenyum.
“Okey. Aku panggil kamu Albie,” jawab Bidara.
“Tidak masalah.” Sambut Albie disertai tawa.
***
Sejak pertemuannya dengan Bidara, entah mengapa Albie merasa tergelitik untuk lebih mengenal gadis itu. Secara fisik, jujur saja Bidara sama sekali bukan tipenya, meski gadis berambut pendek itu tidak bisa dikatakan jelek. Hanya saja, Bidara berbeda dengan gadis-gadis yang selama ini dikenal Albie. Terlebih dirinya sudah memiliki Nayla, gadis yang menjadi kekasihnya. Namun, sosok Bidara memiliki keunikan tersendiri di mata Albie.
Albie Raharja, seorang pengusaha muda yang mengelola berbagai bisnis perusahaan milik keluarganya. Meski terbilang sukses, dirinya lebih suka mengabiskan waktu menekuni hobi yang ia miliki, yaitu mendesain furnitur. Bahkan salah satu bisnis yang Albie jalani adalah perusahaan bergerak di bidang furnitur yang mana dia bertindak sebagai pendesain furniturnya.
“Hai Albie, pagi. Mau ice cream vanilla?” sapa Bidara sambil menyendokkan es krim ke mulutnya.
Terlihat satu kotak es krim berukuran sedang di depan Bidara. Albie baru saja tiba di lokasi yang mana nantinya akan menjadi kedai kopi milik Amanda dan Randy. Ternyata, Bidara sudah tiba lebih dulu sebelum dirinya.
“Pagi juga Ra, udah lama? Kok, kamu pagi-pagi sarapannya ice cream? Nanti sakit perut lho,” ujar Albie menanggapi tawaran Bidara.
“Nggak bakalan, sudah biasa,” jawab Bidara cuek dan tetap melahap es krimnya sesendok demi sesendok.
Tanpa Bidara sadari, diam-diam Albie sering memperhatikan segala perilaku dan kebiasaan Bidara. Ada semacam perasaan aneh yang dia rasakan bila bersama gadis itu, bahkan perasaan ini tidak pernah dia rasakan sebelumnya ketika bersama Nayla.
Meski berpenampilan cuek dan jauh dari kata modis, Bidara adalah orang yang menyenangkan. Namun selalu serius jika sedang menangani pekerjaan. Ekspresinya ketika sedang fokus mengerjakan sesuatu begitu menyita perhatian lelaki penyuka Espreso tersebut. Akan tetapi, wajah yang sedang serius itu akan berubah menjadi ceria seketika bila di hadapannya terhidang sekotak es krim vanila kesukaannya.
***
“Pagi, Dara. Aku tadi mampir ke mini market seberang sana. Nih, aku bawain kamu sarapan,” sapa Albie sambil menyeruput segelas Espreso yang ada di tangannya, kemudian meletakkan sebuah kotak berukuran sedang di atas meja.
Hari ini pria trendi itu datang lebih cepat, ia ingin menyambut kedatangan Bidara dengan sekotak es krim vanila.
“Ice cream vanilla! Duh, Albie. Kamu baik banget. Makasih ya,” teriak Bidara senang. “Eh, tapi kok tumben kamu hari ini datangnya cepat? Biasanya ‘kan, duluan aku?” tanya gadis bertubuh mungil itu sekedar basa-basi, tetapi tangannya sibuk menyendokkan es krim ke mulutnya.
“Ya nggak kenapa-kenapa. Sesekali bolehlah aku yang tiba duluan,” jawab Albie tertawa, lalu menyeruput kembali Espreso-nya.
Tak terasa hampir sebulan mereka selalu menghabiskan waktu bersama. Tiada satu hari pun yang terlewat, bahkan di akhir pekan juga mereka habiskan bersama-sama mengerjakan proyek milik sahabat mereka. Mereka pun menyadari sudah menjadi semakin dekat satu sama lain, ada perasaan saling nyaman ketika sedang menghabiskan waktu bersama-sama.
***
Suasana sore yang sama seperti sore-sore sebelumnya. Namun, ada yang berbeda. Seorang gadis melangkah anggun menuju pintu masuk kedai kopi yang sedang dalam pengerjaan, tempat di mana ada Albie dan Bidara bekerja. Gadis anggun itu menarik pintu kaca untuk masuk ke dalam, terlihat Albie dan Bidara sedang asyik bercanda.
“Nayla? Tumben kamu samper aku kemari?” tanya Albie agak sedikit kaget, sebab ini pertama kali kekasihnya itu mengunjungi di tempat kerja.
“Hai Bie, kebetulan aku lewat sini. Jadi, sekalian mampir. Nanti kita bisa pulang sama-sama, ya,” sahut Nayla sambil matanya sesekali mencuri pandang ke arah Bidara yang tak jauh dari Albie.
“Oh ya, Nay. Kenalin, ini Bidara yang jadi partner kerja aku untuk project-nya Randy. Ra, kenalin ini Nayla.” Tanpa Albie sadari tiba-tiba saja dia terlihat kikuk dan menjadi agak salah tingkah.
“Hai Nayla. Aku Bidara,” sapa Bidara sambil mengulurkan tangannya pada gadis berambut panjang yang berdiri di hadapannya.
“Hai Bidara. Aku Nayla, pacarnya Albie. Kamu tahu nggak? Albie sering banget lho cerita tentang kamu.” Nayla menyambut uluran tangan gadis berpakaian kasual yang ada di depannya, tak lupa senyum manis tergambar di wajahnya yang cantik dan terawat.
Ada sedikit desir aneh yang dirasakan Bidara ketika tangannya bersalaman dengan Nayla, tetapi ia berusaha mengabaikan perasaan itu dan membalas senyuman manis Nayla. Namun entah bagaimana, tiba-tiba saja suasana yang mereka rasakan berubah menjadi canggung. Sekilas matanya melirik ke arah Albie yang juga tampak sedikit gugup.
Sejak Nayla mengunjungi Albie ke lokasi kedai kopi milik Amanda dan Randy, ada yang berubah pada Bidara. Namun lagi-lagi, gadis itu kembali menyangkal perasaannya. Dirinya menjadi lebih sedikit berbicara dan terlihat seperti menjaga jarak dengan Albie.
Tentu saja Albie merasakan perubahan yang terjadi pada rekan kerjanya. Lelaki tampan itu menduga, apakah ini karena kedatangan Nayla waktu itu, atau mungkinkah Bidara memiliki perasaan padanya?
Waktu terus berlalu hingga tanpa terasa proyek yang mereka kerjakan bersama telah selesai. Besok adalah hari di mana kedai kopi milik sahabat mereka akan resmi dibuka. Itu artinya, hari ini adalah hari terakhir Albie dan Bidara menghabiskan waktu bersama.
Albie tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan terakhir mereka. Dia tidak ingin antara dirinya dan Bidara akan berakhir begitu saja. Pria itu hanya ingin Bidara mengetahui tentang apa yang dirasakannya selama ini. Hari itu, Albie memutuskan untuk berkata jujur pada gadis yang selama ini menjadi rekan kerjanya.
“Akhirnya project kita selesai juga. Duh, senang rasanya besok kedai kopi ini akan diresmikan. Thank you very much Albie untuk kerja samanya selama ini,” ujar Bidara berusaha terlihat ceria meskipun yang dia rasakan berbeda.
“Iya Ra, sama-sama. Aku juga makasih banget untuk kerja samanya,” balas Albie. “Tapi Ra, setelah project ini berakhir, mungkin aku akan sangat merindukan saat-saat menghabiskan waktu bersamamu. Entahlah, sepertinya aku harus jujur tentang yang satu ini.” Tidak seperti biasanya, tiba-tiba saja Albie terlihat begitu serius.
“Maksud kamu?” Bidara mencoba menerka-nerka apa yang hendak dikatakan Albie.
“Jujur Ra, selama ini aku nyaman sekali menghabiskan waktu bersama kamu. Ada rasa nyaman yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya bersama seorang wanita, tidak juga dengan Nayla. Aku seperti menemukan apa yang kucari selama ini ketika bersamamu. Maaf kalau kejujuranku membuatmu merasa tidak nyaman.” Akhirnya tuntas juga apa yang selama ini menggelayut di hati dan pikiran Albie.
“Albie. Jujur, selama ini aku juga merasakan hal serupa setiap kali kita menghabiskan waktu bersama. Tapi maaf, aku nggak bisa seperti ini. Aku nggak mau akan ada orang yang tersakiti dengan kehadiranku,” tukas Bidara.
Perasaan Bidara campur aduk tak menentu. Di satu sisi, dia merasa bahagia ternyata lelaki penyuka Espreso itu juga menyimpan rasa terhadapnya. Akan tetapi di lain sisi, gadis itu merasa semua ini tidak benar bahwa dia hanya akan menjadi orang ketiga di antara Albie dan Nayla.
***
Meski hampir setahun berlalu, sosok Bidara tak juga lekang dari pikiran Albie. Sementara itu, hubungannya dengan Nayla bagai di ujung tanduk, semakin memburuk. Nayla menyadari perubahan kekasihnya yang tak sehangat dulu lagi. Namun, gadis berambut panjang itu menyadari bahwa hati tak seharusnya dipaksakan.
“Maafkan aku, Nay. Aku sama sekali tidak bermaksud menyakiti hatimu,” ucap Albie suatu hari saat menghabiskan waktu bersama Nayla.
“Tidak perlu minta maaf, Bie. Aku tahu sekarang semuanya berubah. Aku paham, hubungan kita sudah semakin hambar sebab ada dia yang mengisi hatimu saat ini. Tidak baik bagi kita untuk tetap terus melanjutkannya. Aku doakan selalu yang terbaik untukmu,” isak Nayla saat itu.
Bagai meneguk kopi kental tanpa gula. Pahit, itulah yang dirasakan Nayla. Tak ada pilihan lain bagi gadis itu selain menelannya, walaupun dia memilih untuk memuntahkan, pahitnya tentu akan tetap terasa. Begitulah hubungannya bersama Albie yang harus berakhir pahit dan dia mencoba berbesar hati untuk menerimanya.
Tak jauh berbeda dengan Albie, kini Bidara berusaha menjalani hidupnya senormal mungkin. Meski terkadang, sosok lelaki bertubuh tinggi itu masih sering menghampiri ingatannya. Hanya saja, gadis mungil itu selalu berusaha untuk mengalihkan dengan segala kesibukan aktifitas yang ia jalani.
Terkadang, Bidara mengunjungi kedai kopi milik sahabatnya apabila rasa rindunya pada Albie semakin terasa. Aroma kopi Espreso yang tercium selalu membangkitkan memori saat menghabiskan waktu bersama dulu. Gadis itu akan betah menghabiskan waktu berjam-jam di kedai kopi milik sahabatnya sembari menikmati hidangan Affogato.
Affogato adalah menu yang selalu dipesan Bidara setiap kali dirinya mengunjungi kedai kopi milik Amanda dan Randy. Bagi dara manis ini, Affogato seperti mewakili perpaduan antara dirinya dan Albie. Dia yang sangat menggemari es krim vanila, dan Albie sangat menyukai Espreso.
***
Bidara kembali dihubungi Amanda untuk membicarakan proyek selanjutnya. Tepat seperti yang diperhitungkan, kedai kopi milik sahabatnya itu maju pesat, dan sekarang Amanda akan membuka kedai kopi baru lagi. Tentu saja, sahabatnya itu masih mempercayakan dirinya sebagai pendesain interior.
“Hai Amanda, apa kabar? Aku kangen deh. Lho, kamu sendirian? Randy mana?” Bidara terlihat sangat senang hingga tanpa sadar memberondong Amanda dengan banyak pertanyaan.
“Duh, Bi. Aku juga kangen banget, tau!” seru Amanda seraya merangkul sahabatnya. “Aku kemari sama Randy, kok. Tuh dia lagi sama orang calon partner kamu nanti,” tambah Amanda sementara tangannya menunjuk meja yang tak jauh dari meja mereka berdua.
“Beib, ayo sini! Bidara udah datang,” panggil Amanda seraya melambaikan tangannya ke arah Randy dan teman suaminya. Kedua pria itu bangkit lalu menuju ke arah meja di mana Bidara dan Amanda berada.
“Albie!” seru Bidara kaget ketika melihat siapa orang yang bersama Randy.
“Hai Dara. Apa kabar?” sapa Albie disertai senyum lebar. Senyum yang dipenuhi kebahagiaan. Belum pernah Bidara melihat Albie tersenyum seperti itu.
“Kami udah tahu kok, Bi, apa yang terjadi di antara kalian. Albie cerita semuanya sama Randy. Mereka sudah lama putus,” bisik Amanda pada sahabatnya. Tatapan yang seolah tak percaya terpancar dari kedua mata Bidara.
Menyadari reaksi Bidara yang seperti itu, mereka bertiga sontak tertawa. Sementara Bidara hanya tersenyum malu-malu menyadari akan perasaannya. Sekarang, raut kebahagiaan terpancar dari rona wajahnya. Tak disangka, kisah mereka akan berakhir layaknya Espreso dan ice cream vanilla yang menyatu dalam racikan Affogato.
--END--
“Nikmati hidup seperti secangkir kopi dengan berbagai macam racikannya, meski terkadang mampu mengubah rasa, namun tak mampu mengubah makna”
(Batam, 02 Februari 2020)