Notification

×

iklan dekstop

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Yang Tak Terhingga Sepanjang Masa

Sabtu, 27 Juni 2020 | Juni 27, 2020 WIB Last Updated 2020-06-27T04:17:22Z





Amad mondar-mandir di depan kamar ibunya. Menunggu sang ibu yang sedang berbenah di dalam kamar. Sebentar lagi ibunya akan meninggalkan rumah, dan tidak akan kembali lagi. Membuat dirinya senang dan aman tanpa ada orang tua yang menyusahkan dirinya lagi.

Sang ibu sesekali menyeka air bening yang menetes itu sambil memasukkan perlengkapannya ke dalam tas. Sedih, tetapi ia juga tidak tahu harus bagaimana lagi. Terpaksa harus pasrah dengan ketentuan adat tersebut. Dengan mencoba memberanikan diri, Amad pun masuk ke dalam kamar sang ibu.

 “Apa ibu sudah siap, ayo kita berangkat,” Tanya Amad.

“Apa kamu sudah yakin akan meninggalkan ibu di sana, ibu takut sendiri,” Sang ibu pun bertanya balik.

“Tidak ada pilihan lain bu, ini sudah menjadi tradisi di desa kita, orang yang sudah tua diasingkan ke hutan . Lagian, kan aku juga tidak akan repot harus mengurus orang tua yang sudah tidak berguna seperti ibu” Jawab Amad ketus
“Baiklah, kalau begitu. Ayo kita berangkat. ” Jawab Ibunya pasrah walaupun hatinya sedih dan sakit mendengar perkatan anaknya.

Amad pun mengantarkan ibunya ke hutan, sepanjang perjalanan Amad hanya diam tanpa berkata apapun. Akhirnya sang ibu yang memulai pembicaraan.

“Kau masih ingat, ketika kamu masih kecil ibu selalu menemanimu tidur, karena kamu tidak berani tidur sendiri.” Kata ibunya sambil menjatuhkan ranting.
“Iya, aku ingat.” Jawab Amad singkat

“Waktu kecil kamu juga sering sakit, ibu selalu bergadang untuk menjagamu.” Kata ibunya sambil menjatuhkan ranting lagi.
Tetapi, Amad tidak menjawabnya dia hanya diam saja.

“Saat ibu mengandungmu dulu, ibu tidak sabaran menatimu lahir ke dunia, ibu berharap kelak kamu yang akan menemani ibu sampai akhir hayat ibu.” Kata ibunya sambil menjatuhkan ranting lagi.

Amad tetap tidak menjawab apa-apa sambil terus melanjutkan perjalanan.

“Kau tahu, ketika kamu sudah lahir ke dunia ibu sangat senang sekali.” Kata ibunya sambil menjatuhkan ranting lagi.
Amad tetap mau menjawab dan mengabaikan perkataan ibunya.

“Dulu ibu sangat bahagia, akhirnya ibu mempunyai keluarga yang lengkap. Tapi sayang, bapak sudah pergi duluan.” Kata ibunya sambil menjatuhkan ranting lagi.
Amad tetap tidak merespon apa-apa dan terus melanjutkan perjalanan.

“Andai ibu bisa memilih, ibu pasti akan memilih ikut bersama ba ...” Lanjut ibunya lagi
“Kita sudah sampai bu, maaf aku harus segera kembali dan meninggalkan ibu di sini.” Kata Amad memotong perkataan ibunya.

“Baiklah, pulanglah nak. Jangan khawatir, ibu tadi sudah menjatuhkan ranting kayu sepanjang perjalanan ke sini, agar kamu tidak tersesat untuk pulang.” Kata ibunya
Akhirnya Amad pulang tanpa menjawab apa yang dikatakan ibunya.

Sepanjang perjalan ia merenungkan perkataan yang ibunya katakan ketika diperjalanan. Ia pun mulai mengingat kembali waktu yang ia lalui bersama ibunya. Sampai berpikir kenapa itu harus setega itu terhadap ibunya. Ibu yang telah membesarkannya, namun ini balasan yang harus ia terima di masa senjanya. Ia mulai berkaca-kaca, ketika mengingat ibunya menjatuhkan ranting sebagai penunjuk jalan agar dia tidak tersesat. Dia pun menangis dan berlari menemui ibunya.

BIODATA PENULIS

Muldiana, Lahir Idi Rayeuk Aceh Timur, 31 Juli 1997, anak kedua dari dua bersaudara. Merupakan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Malikussaleh Lhokseumawe semester Lima. Dengan akun Facebook Diana Maddini, dan Instagram Diana Maddini.