Didataran tinggi Tanoh Gayo selain petani menanam kopi mereka juga menanam tanaman muda, seperti tanamam cabai, kentang, tomat, kubis (kol), dan masih banyak tanaman hijau lainnya. Petani banyak menanam jenis tanaman cabai mulai dari cabai rawit, cabai hijau, dan cabai merah.
Namun beberapa bulan kebelakang hingga saat ini harga cabai naik turun bisa dibilang harga tidak normal. Dibulan Ramadhan tahun 2020 ini harga cabai rawit hanya Rp. 3000- 4000, petani merasa kesal akan harga cabai tersebut.
Banyaknya mereka menanam cabai rawit dilahan perkebunannya kini dibiarkan begitu saja tampa dipetik. Buahnya begitu banyak dan sudah mulai merah akan tetapi petani tidak mau memanen cabai tersebut karena harga yang menurun.
Jika petani tidak memanen cabai rawit tersebut buah dan pohon cabai akan cepat rusak. Pohon cabai rawit yang memiliki buah yang banyak jika tidak di panen lama kelaman buah cabai tersebut akan busuk tidak dapat dijual atau digunakan sebagai bubum masakan lagi. Kemudian pohon cabai pun akan cepat mati kerena buahnya tidak dipanen oleh petani tersebut.
Selain petani tidak mau memanen buah cabai, petani juga tidak mau memberi pupuk dan merawat atau membersihkan tanaman tersebut. kerena dipemikiran mereka itu hanya menghabiskan waktu lebih baik dibiarkan begitu saja.
Dan setelah usai lebaran kini petani mendengar bahwa harga cabai mulai naik seharga Rp. 6000 – 7000 per kilonya. Bagi petani harga tersebut sudah lumayan dari harga sebelumnya, petani mulai mau memanen kembali buah cabai rawit tersebut meskipun tidak seberapa hasilnya.
Namun buah cabai sudah banyak yang merah, petani tidak dapat menjualnya lagi. Tetapi petani tersebut tidak membiarkan cabai dipohonnya begitu saja. Buah cabai yang sudah merah petani panen dan ditumbuk serta mereka memanfaatkan bijinya untuk bibit. Ungkap salah satu warga kecamatan Linge,
“hargai cabai yang naik turun ini membuat saya tidak semangat menanam kembali tanaman cabai baru, karena sebelumya saya sudah bnyak menanam modal, tetapi harga cabai yang turun membuat modal yang kami tanam tidak kembali sedikit pun”.
Demikian hal ini membuat petani tidak bersemangat lagi menanam serta merawat cabai mereka dan mengakibatkan tumbuhan akan mati begitu saja.
Penulis: Novita Sarwani*
Namun beberapa bulan kebelakang hingga saat ini harga cabai naik turun bisa dibilang harga tidak normal. Dibulan Ramadhan tahun 2020 ini harga cabai rawit hanya Rp. 3000- 4000, petani merasa kesal akan harga cabai tersebut.
Banyaknya mereka menanam cabai rawit dilahan perkebunannya kini dibiarkan begitu saja tampa dipetik. Buahnya begitu banyak dan sudah mulai merah akan tetapi petani tidak mau memanen cabai tersebut karena harga yang menurun.
Jika petani tidak memanen cabai rawit tersebut buah dan pohon cabai akan cepat rusak. Pohon cabai rawit yang memiliki buah yang banyak jika tidak di panen lama kelaman buah cabai tersebut akan busuk tidak dapat dijual atau digunakan sebagai bubum masakan lagi. Kemudian pohon cabai pun akan cepat mati kerena buahnya tidak dipanen oleh petani tersebut.
Selain petani tidak mau memanen buah cabai, petani juga tidak mau memberi pupuk dan merawat atau membersihkan tanaman tersebut. kerena dipemikiran mereka itu hanya menghabiskan waktu lebih baik dibiarkan begitu saja.
Dan setelah usai lebaran kini petani mendengar bahwa harga cabai mulai naik seharga Rp. 6000 – 7000 per kilonya. Bagi petani harga tersebut sudah lumayan dari harga sebelumnya, petani mulai mau memanen kembali buah cabai rawit tersebut meskipun tidak seberapa hasilnya.
Namun buah cabai sudah banyak yang merah, petani tidak dapat menjualnya lagi. Tetapi petani tersebut tidak membiarkan cabai dipohonnya begitu saja. Buah cabai yang sudah merah petani panen dan ditumbuk serta mereka memanfaatkan bijinya untuk bibit. Ungkap salah satu warga kecamatan Linge,
“hargai cabai yang naik turun ini membuat saya tidak semangat menanam kembali tanaman cabai baru, karena sebelumya saya sudah bnyak menanam modal, tetapi harga cabai yang turun membuat modal yang kami tanam tidak kembali sedikit pun”.
Demikian hal ini membuat petani tidak bersemangat lagi menanam serta merawat cabai mereka dan mengakibatkan tumbuhan akan mati begitu saja.
Penulis: Novita Sarwani*