Oleh Ridha Fatwa
Prodi Hukum Keluarga
Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Ar-Raniry Banda Aceh
COVID-19 membuat semua kalangan kesulitan baik guru, orang tua, maupun murid juga merasakan betapa rumitnya belajar online. Pemindahan kegiatan belajar dari sekolah ke rumah ini, sebagai upaya untuk menjaga jarak sosialKebijakan belajar dari rumah ini sangat merubah kebiasaan, ataupun prilaku guru dan siswa selama ini.
Bagaimana tidak, selama ini guru mengajar di kelas dalam artian mengajar di sebuah banguanan sekolah yang memiliki fungsi belajar mengajar, dengan didukung oleh sarana penunjang proses belajar mengajar tersebut. Dengan kebijakan baru ini guru dibuat kelimpungan karena masih mencari pola yang tepat bagaimana pembelajaran dari rumah itu bisa dilakukan.
Banyak sekali kendala yang dikeluhkan mulai dari para siswa mengeluhkan sulitnya belajar secara daring terlebih lagi banyak di antara mereka yang kesulitan membeli kuota lantaran kesulitan biaya.
Ada juga yang tidak mengerti cara menggunakan aplikasi untuk sekolah daring baik orang tua maupun murid. Begitu pula dengan guru yang mengemban amanah sebagai pendidik. Baik sistem pembelajaran, maupun pemberian tugas harus dilakukan lewat aplikasi berbasis internet. Guru dan siswa mesti dibekali gawai yang cukup canggih dan koneksi yang baik.
Bagi masyarakat urban menengah ke atas mungkin mudah saja mengatakan "Zaman sekarang, internetan gampang, apapun bisa diakses dan sangat mudah". Namun bayangkan sulitnya tugas para pendidik di daerah yang terpelosok, jangankan belajar daring jaringan saja masih sulit didapatkan. Apalagi, mereka yang hanya berstatus honorer dengan penghasilan yang minim. Seharusnya pemerintah sedikit melirik problem yang dihadapi guru kita ini, setidaknya membantu menyediakan fasilitas untuk menyokong sistem belajar mengajar secara daring.
Ada segelintir guru honorer yang merasakan betapa peliknya sistem daring ini. Meski sekolah diliburkan selama 4 bulan, mereka (guru honorer) tetap harus ke sekolah 2 kali sepekan, memantau kegiatan murid dari sekolah. Hal ini disebabkan karena mereka tak punya smartphone untuk memantau dari rumah. Ia harus meminjam milik guru lainnya. Beberapa guru honorer sudah belasan tahun berbakti untuk sekolah. Bayangkan hal ini terjadi pada salah satu keluarga kita, betapa sulitnya beliau menghadapi musibah ini.
Oleh karena itu teman-teman semua, marilah kita saling bantu membantu. Lihat orang-orang disekitar kita yang membutuhkan bantuan dan pertolongan kita maka bantulah ! Tolonglah ! Percayalah menolong tidak akan membuat rugi, menolong tidak membuatmu gagal. Kita juga bisa dukung para guru honorer prasejahtera, dengan menyisihkan sedekah serta zakat melalui berbagai badan amal atau lembaga yang kredibel disekitar kita.
(JB)
Bagaimana tidak, selama ini guru mengajar di kelas dalam artian mengajar di sebuah banguanan sekolah yang memiliki fungsi belajar mengajar, dengan didukung oleh sarana penunjang proses belajar mengajar tersebut. Dengan kebijakan baru ini guru dibuat kelimpungan karena masih mencari pola yang tepat bagaimana pembelajaran dari rumah itu bisa dilakukan.
Banyak sekali kendala yang dikeluhkan mulai dari para siswa mengeluhkan sulitnya belajar secara daring terlebih lagi banyak di antara mereka yang kesulitan membeli kuota lantaran kesulitan biaya.
Ada juga yang tidak mengerti cara menggunakan aplikasi untuk sekolah daring baik orang tua maupun murid. Begitu pula dengan guru yang mengemban amanah sebagai pendidik. Baik sistem pembelajaran, maupun pemberian tugas harus dilakukan lewat aplikasi berbasis internet. Guru dan siswa mesti dibekali gawai yang cukup canggih dan koneksi yang baik.
Bagi masyarakat urban menengah ke atas mungkin mudah saja mengatakan "Zaman sekarang, internetan gampang, apapun bisa diakses dan sangat mudah". Namun bayangkan sulitnya tugas para pendidik di daerah yang terpelosok, jangankan belajar daring jaringan saja masih sulit didapatkan. Apalagi, mereka yang hanya berstatus honorer dengan penghasilan yang minim. Seharusnya pemerintah sedikit melirik problem yang dihadapi guru kita ini, setidaknya membantu menyediakan fasilitas untuk menyokong sistem belajar mengajar secara daring.
Ada segelintir guru honorer yang merasakan betapa peliknya sistem daring ini. Meski sekolah diliburkan selama 4 bulan, mereka (guru honorer) tetap harus ke sekolah 2 kali sepekan, memantau kegiatan murid dari sekolah. Hal ini disebabkan karena mereka tak punya smartphone untuk memantau dari rumah. Ia harus meminjam milik guru lainnya. Beberapa guru honorer sudah belasan tahun berbakti untuk sekolah. Bayangkan hal ini terjadi pada salah satu keluarga kita, betapa sulitnya beliau menghadapi musibah ini.
Oleh karena itu teman-teman semua, marilah kita saling bantu membantu. Lihat orang-orang disekitar kita yang membutuhkan bantuan dan pertolongan kita maka bantulah ! Tolonglah ! Percayalah menolong tidak akan membuat rugi, menolong tidak membuatmu gagal. Kita juga bisa dukung para guru honorer prasejahtera, dengan menyisihkan sedekah serta zakat melalui berbagai badan amal atau lembaga yang kredibel disekitar kita.
(JB)