Sumber Gambar: viva.co.id |
Tuntutan satu tahun ini berdasarkan dakwaan pasal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang dibentuk oleh Tito Karnavian saat itu juga tak mampu mengungkapkan siapa pelaku dibalik teror yang dialami Novel, Di persidangan, temuan-temuan TGPF yang hasilnya dilaporkan kepada presiden tak dijadikan rujukan dalam persidangan, barang bukti berupa baju gamis yang dipakai oleh Novel Baswedan pada saat itu, diduga digunting untuk menghilangkan jejak air keras.
Kejanggalan-kejangalan yang demikian muncul dalam fakta persidangan yang menyebutkan Novel bukan disiram dengan air keras melainkan dengan air air yang sengaja dibawa oleh terdakwa, saat itu padahal Novel telah menunjukkan bukti terkait kerusakan mata yang dialaminya.
Kasus ini diduga banyak terjadi kejanggalan, jaksa hanya menuntut pelaku yang menyerang Novel Baswedan selama satu tahun dan itu tidak sebanding dengan apa yang dialami oleh Novel baswedan, pelaku dicari selama tiga tahun, sedangkan ketika pelaku sudah ditemukan pelaku hanyaa dituntut selama satu tahun, terdakwa menyebut bahwa dia tidak sengaja melukai Novel Baswedan, tidak sengaja membuat novel cacat mata.
Terdakwa mengatakan hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke Novel baswedan tapi itu diluar dugaan terdakwa, ternyata air keras tersebut mengenai novel baswedan yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 % saja yang artinya cacat permanen.
Novel Baswedan merasa prihatin terhadap tuntutan tersebut, novel menganggap sidang tuntutan tersebut digelar hanya untuk formalitas saja. Ketika jaksa mendakwa dengan pasal penganiayaan yaitu pasal 353 KUHP, padahal penyerangan berpotensi menghilangkan nyawa bukan hanya penganiayaan, seharusnya jaksa mendakwa dengan pasal 340 KUHP terkait pembunuhan berencana.
Alasan pelaku tak sengaja, menurut jaksa pelaku tidak berniat untuk melukai, pelaku juga sudah berterus terang di pengadilan dengan mengakui kesalahannya dan sudah meminta maaf juga menyesali atas perbuatannya kepada Novel Baswedan di persidangan.
Publik mulai bertanya-tanya, merasa heran dan kaget atas tuntutan satu tahun tersebut, apa motif utamanya? Kenapa bisa bertahun-tahun kejadian ini baru terungkap sekarang, apakah yang disidangkan di pengadilan adalah pelaku utamanya? Kalau pelaku mengatakan menyesali perbuatannya kenapa harus buron dan kenapa tidak langsung menyerahkan dirinya saja, semua pertanyaan-pertanyaan publik ini sangat wajar ditanyakan, semoga dengan kejadian peristiwa ini bisa menjadi perbaikan bangsa Indonesia kita kedepannya, semoga tidak terjadi lagi peristiwa-peristiwa serupa yang membuat publik bertanya-tanya, semoga pertanyaan-pertanyaan publik bisa terjawab dengan hasil yang memuaskan demi terciptanya sila kelima yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengingat bangsa kita yang mulai pudar dengan sila kelima tersebut, rakyat sangat berhak mendapatkan keadilan agar terciptanya bangsa yang terus maju dan sejahtera.
Penulis: Tajul Ifah*