Namanya Hendrika Fauzi. Meski usianya masih sangat muda, namun ia sudah menjalankan punya usaha yang tergolong ‘kelas atas.’ Ya, pemuda kelahiran Takengon (Aceh Tengah), 1 Januari 1992, ini selain mempunyai kebun kopi sendiri, ia juga mengekspor kopi ke Taiwan. Bahkan, alumni Fakultas Pertanian Universitas Gajah Putih, Takengon, ini ternyata sudah mempunyai langganan tetap di negara yang berada di wilayah Asia Timur, itu.
Dalam menjalankan usahanya sejak tahun 2015 lalu, suami dari Ramadhana ini membentuk kelompok tani yang diberi nama “Bintang Muda Mandiri.” Saat ini, kelompok tani yang berlokasi di tempat tinggal Hendrika yaitu Desa Jongok Muluem, Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah, sudah memiliki 25 orang anggota dan semuanya merupakan masih berusia muda (milenial). Kopi yang diekspor oleh ayah dari Alifa Rumaisha, ini merupakan kopi yang dikumpulkan dari milik semua anggota kelompoknya.
“Dalam setahun, kami dua kali mengeskpor kopi Gayo ke Taiwan. Ekspor kami lakukan setiap enam bulan sekali atau saat musim panen kopi. Sekali ekspor biasanya 500 kilogram hingga satu ton. Kami ekspor kopi melalui Medan atas kerja sama dengan perusahaan dari Taiwan yaitu The Rainforest Coffee,” ungkap putra dari pasangan Ibrahim dan Mulyanti, ini.
Ditanya bagaimana proses pengumpulan kopi hingga ekspor, pria yang punya hobi travelling ini menjelaskan, pertama-tama pihaknya mengumpulkan kopi dari para anggota kelompoknya. “Lalu, kita sortasi dan dicuci hingga bersih. Setelah itu, kita jemur dengan dry house sampai kadar airnya tinggal 12 persen. Kemudian di-hulling dan disortasi kembali sampai nol depect. Selanjutnya, kita kemas dalam goni isi 30 kilogram dan kita antar ke Medan untuk dikirim ke Taiwan,” jelasnya.
Hendrika bisa menjalankan usahanya berkat pengalaman pada sejumlah tempat ia bekerja sebelumnya. Sejak tahun 2013, sebut Hendrika, dirinya belajar dan pengalaman kerja saat bergabung dengan NGO Conservation International Indonesia dan PUR Project. “Saya juga pernah bekerja di Koperasi Kopi KBQB Baburayyan. Berbekal ilmu dan pengalaman di beberapa tempat itulah, kemudian saya memberanikan diri membuka usaha ini dan Alhamdulillah sudah berjalan hampir lima tahun,” tandasnya.
Soal yang bantuan yang diterima, Hendrika mengatakan, hingga kini pihaknya belum pernah menerima bantuan dalam bentuk materil dari dinas pertanian kabupaten maupun provinsi. “Tapi, kalau bantuan secara moril dan dukungan lain sudah sangat banyak saya terima melalui Balai Penyuluh Pertanian (BPP) khususnya BPP Kecamatan Bintang, Aceh Tengah,” ungkap Hendrika tanpa bermaksud mempersoalkan hal tersebut.
Selain sudah memiliki penghasilan, usaha itu juga mengantarkan Hendrika Fauzi dinobatkan sebagai Duta Petani Milenial Aceh Tahun 2020. “Ceritanya begini, beberapa waktu lalu ada tim dari Distanbun Aceh meliat kegiatan kami untuk ekspor kopi. Karena dinilai sudah bisa mengekspor kopi meski saya masih termasuk generasi milenial, makanya Distanbun Aceh mengusulkan saya sebagai Duta Petani Milenial Aceh Tahun 2020,” tuturnya.
“Alhamdulillah saya bersama duta dari provinsi lain sudah dikukuhkan oleh Kementerian Pertanian RI pada 13 April 2020. Karena masih dalam suasana Covid-19, pengukuhannya dilakukan secara virtual. Saat itu, saya mengikuti pengukuhan di Kantor Dinas Pertanian Aceh Tengah dengan didampingi Pak Kadis,” pungkas Hendrika seraya menyatakan dalam budidaya kopi pihaknya 100 persen menggunakan pupuk organik sesuai dengan permintaan konsumen. (*)
Juga Kembangkan Tembakau Gayo
Di samping menjadi petani dan pengekspor kopi, Hendrika Fauzi juga memiliki pekerja sampingan. Ternyata, ia juga mengembangkan tembakau Gayo. Usaha ini juga tak kalah menarik. Pasalnya, Hendrika sudah memasarkan tembakau ke DKI Jakarta, Sulawesi, dan sejumlah wilayah lain di Indonesia. “Untuk saat ini, paling banyak saya kirim tembakau ke berbagai daerah di luar Aceh sebanyak 100 kilogram,” ujarnya.
Menurut Hendrika, pengiriman dilakukan dengan menggunakan jasa JNT dan lion parcel, dan jasa angkutan sejenisnya. “Dalam mengumpulkan tembakau di Aceh Tengah, saya juga bekerja sama dengan petani tembakau yang ada di wilayah kami. Alhamdulillah, usaha ini juga memiliki prospek yang bagus. Buktinya, makin hari permintaan makin bertambah dan wilayah pemasaran juga semakin luas,” tutur Hendrika dengan penuh rasa syukur.
Di akhir penjelasannya, ia berharap kepada genarasi muda untuk fokus menjadi petani. Sebab, kata Hendrika, petani adalah pekerjaan yang saya mulia. “Generasi muda atau kaum milenial harus menjadi pembuat revolusi dalam pengembangan sektor pertanian Indonesia. Ayo, teman-teman generasi milenial kita komit dan semangat untuk bertani,” ajaknya. (*)
(ril/AS)