Oleh : Ayu Mentari
Hanyut terbawa kilaunya dunia, berayun perlahan
menggarunggi jalan yang kian berjalur penuh dengan kerikil yang menjelma
menjadi jalan lurus. Cahaya yang berkilau menyilaukan pandangan hingga salah
arah dalam melangkah. Kehidupan tidak
bisa ditebak selalu berlalu tanpa bisa kita duga. Melangkah harus dengan
ketelitian, jangan terbuai dengan indanya saja tanpa tahu jalan apa yang
sebenarnya tengah diarunggi. Siapa yang akan mampu bertahan dalam hantaman yang
menghimpit jiwa, dalam deraiaan luka yang teramat pedih. Keteguhan iman tentu
menjadi pondasi utama semua hal. Perlahan namun pasti jika pondasi yang telah
kita bangun kokoh, maka secara bertahap dan perlahan akan melangkah dengan
pasti menuju satu harapan yang semestinya dan terhindar dari gejolak dunia yang
hanya terbatas di alam fana saja. Kilaunya gemerlap dunia saat ini kerap
membuat seseorang salah langkah dan terjerat jalan hidup yang tanpa arah tujuan
yang jelas atau menyesatkan.
Riko
Altariadi seorang pemuda yang selalu tampil dengan segala kesempurnaan. Kulit
putih, tinggi, mata tajam, alis tebal dan badan yang atletis. Riko adalah anak
tunggal dikeluarganya. Ayahnya adalah seorang pembisnis sukses dan ibunya
seorang disainer ternama. Riko terbiasa akan hidup mewah dengan pelayanan
laksana raja. Kehidupan Riko banyak menjadi impian semua orang, tapi bagi Riko
hidupnya adalah kehidupan kelam tanpa kebahagiaan. Banyaknya harta tak membuat
Riko bahagia. Sejak kecil lembutnya belaiaan seorang ibu sangat jarang ia rasakan
yang ada hanya kiriman per bulan yang dia habiskan tanpa kendali.
Sosok ayah
yang selalu menjadi panutan semua orang tapi tidak bagi Riko, ayahnya terlalu
sibuk dan tidak menghiraukan apapun tentang Riko. Riko bagaikan hidup sendiri,
hidup bebas dengan segala kemewahan. Bisnis dan kemewahan memang hanya
sementara semua bisa saja lenyap sesaat terbawa hembusan angin yang tanpa arah
berhamburan, tanpa bisa disatukan kembali. Keluarga Riko tercambuk akan semua
hal itu bisnis sang ayah bangkrut dan butik sang ibu terbakar hingga hangus.
Kini tinggalah rumah mewah itu menjadi sasaran bisnis sang ayah. Pengadaiaan
adalah solusinya, setelah jatuh tempo semua lenyap tanpa bisa terkendali. Ayah
Riko frustasi dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Malam itu saat hujan
deras Riko berada di kamarnya sesaat keluar kerena mendengar bunyi hantaman
yang begitu kuat saat Riko keluar melihat ibunya sudah berlumur darah yang
terlihat tergelincir dari tangga. Tanpa banyak berpikir Riko dan sang ayah
menuju ke rumah sakit, namun naas kecelakaan terjadi hingga menewaskan Ayah dan
Ibu Riko.
Waktu
kian berlalu Riko yang kini tinggal bersama sang nenek dan sepupunya Aldian.
Riko kini tak seperti Riko yang dahulu, kini dia terlihat banyak diam dan
sesaat bisa menangis sesegukan. Aldian yang seusia Riko selalu mencoba
membawanya untuk menenangkan diri. Seiring berlalunya waktu kini Riko sudah
menjadi lebih baik lagi. Riko juga sudah kembali kuliah seperti sejak kala.
Tiga bulan berlalu Riko terus mencoba bertahan dalam kondisi apapun terus berusaha membahagiakan
sang nenek yang telah mengasuhnya. Umur manusia tiada yang tahu, berita
kematiaan sang nenek dia terima saat hendak memasuki ruangan kuliah. Riko
berlari dengan goncangan kepedihan yang menusuk jiwanya. Riko menatap sosok
nenek yang selama ini memberinya arahan
telah menyusul kedua orang tuanya, Riko kembali merasa sakit yang teramat
dalam. Aldian yang sejak kecil tinggal bersama sang nenek juga hanyut dalam
rasa kehilangan. Aldian adalah sosok pemuda yang selalu mencoba tenang dalam
segala hal. Pahitnya hidup sudah dia rasakan sejak kecil, saat ibunya
melahirkanya ibunya meninggal dan sang ayah meninggal saat dia masih dalam
kandungan. Kini tinggallah Riko kerabat terdekatnya, dia berjanji akan terus
bersama bertahan dengan Riko walau dalam keadaan apapun.
Sejak
kematian sang nenek Riko dan Aldian melanjutkan hidupnya, Riko yang masih fokus
dengan kuliahnya dan Aldian kuliah sambil mengelolah warung peninggalan sang
nenek. Riko berubah dari waktu ke waktu sesaat dia bisa sangat membantu Aldian
di warung namun sesaat juga dia bisa menghilang tanpa kabar. Emosi Riko semakin
tak terkendali sering dia berlari tanpa arah dengan wajah emosi tanpa sebab.
Aldian mencoba memberi arahan pada Riko agar bertahan dengan hidup mereka kini.
Riko dengan santai berkata, “Aldian, kau tak perlu risaukan aku, apa kau lupa
aku adalah anak dari seorang pembisnis hebat, kau tahu Aldian semua dapat aku
beli tanpa perlu melakukan apapun.”
“Sadarlah Riko, coba kau lihat kita hanya tinggal
berdua jangan kau perkeruh keadaan dengan tindakan-tindakanmu yang tidak masuk
akal.” Ujar Aldian menatap saudaranya itu.“Apa kau bilang, tidak masuk akal? Kenapa Aldian kau
iri dengan apa yang aku punya, sudahlah kau dan aku memang terlahir dengan
nasib yang jauh berbeda, jadi tak usahlah kau atur hidupku biarkan aku
melakukan apapun sesukaku.” Jawab Riko sambil melangkah meninggalkan Aldian di
teras rumah. Aldian tak mengerti apa yang telah terjadi pada Riko.
Semua diluar
kendali, semakin hari Riko semakin menjadi. Dalam sehari Riko bisa saja
mendengarkan musik di kamarnya seharian penuh tanpa keluar dia berteriak
tertawa lepas tanpa kendali. Namun, dihari lainnya dia tak berbicara sepatah
katapun hanya menangis, menyalahkan takdir hidupnya. Aldian menjadi risau akan
Riko dia mencoba membujuk Riko menemui psikiater yang dulu pernah mengobatinya
namun lagi-lagi Riko dapat berkata dengan bijak seolah tak terjadi sesuatu yang
buruk.
“Aldian, aku tahu kau mengkhawatirkan aku. Aku
baik-baik saja, tidakkah kau mengigat pesan nenek jangan sedih berlebihan
Aldian, kita kini tinggal berdua jadi harus saling menjaga bukan? Jadi apa
gunanaya psikiater jika kau masih bisa menjadi pengarah hidupku?” Ujar Riko
membuat Aldian tak dapat berkutik lagi. Dengan penuh kesabaran Aldian terus
mencoba mengarahkan Riko, namun tingkah Riko semakin aneh. Kini Riko bahkan
bisa berubah menjadi sangat emosi, mudah tersinggung dan tak jarang
menghantamkan tinju tanpa sebab kepada Aldian.
Gemerlapnya
dunia menyadarkan Aldian akan kehidupan yang semakin penuh dengan hiasan-hiasan
kenistaan. Aldian merenung sesaat memikirkan saudaranya yang kini bagai lepas
kendali. Sudah seminggu Riko menghilang, Aldian kehabisan akal untuk
mencarinya. Dengan rasa penuh kerisauan Aldian ingin berbagi bebannya pada
seseorang, Aldian melangkahkan kaki berjalan melewati jalan setapak suatu
tempat. Aldian berjalan menuju nisan bertulisan Sartiati yaitu nama sang nenek.
Saat Aldian mendekat terihat seseorang di sana dengan kaus biru dan berpaling
saat mendengar langkah Aldian mendekat. Aldian melihat Riko tersenyum dan
terlihat lemas. Aldian mendekat dan bertanya pada Riko.
“Kemana saja kau? Apa kau tahu aku mencarimu Riko,
apa yang membuatmu begitu aneh sekarang?” Aldian menatap Riko penuh harap. Riko
hanya mengeleng dan tersenyum aneh. Sesaat seseorang mendekat ke arah mereka
dan menjelaskan bahwa beberapa hari ini Riko sering berkunjung dan berteriak di
tempat ini dan saat disuruh untuk pergi dia menangis memeluk nisan itu dan
terkadang dia melembar batu dan mengusir orang-orang menjauh darinya. Aldian
meneteskan air mata melihat Riko seperti ini,
Aldian berpikir untuk membawanya pada psikiater itu, namun tiba-tiba
saja Riko memeluk Aldian dan berkata.
“Aldian kenapa aku seperti ini? Kenapa aku bernasib
buruk? Kenapa orang-orang pergi dariku? Kau tak akan meninggalkan aku kan
Aldian?” Riko menangis dalam pelukan Aldian.
“Sudahlah Riko, apa yang kau ucapkan tidakkah kau
lebih beruntung pernah menggenal dan bertatap langsung dengan orang tuamu,
sedangkan aku tak pernah mendengar satu katapun terucap dari mereka.” Ucap
Aldian yang menahan perihnya luka hatinya.
“Aldian apa yang kau katakan, kau orang kuat Aldian
kita bisa melewatinya perlahan, jadi jangan pernah menyerah menjalani takdir
hidup kita. Apapun yang telah terjadi biarlah terjadi, kita jadikan masalah
yang telah terjadi menjadi kenangan masa lalu yang kita simpan menjadi
pembelajaran hidup yang jauh lebih baik
lagi.” Ucap Riko, membuat Aldian terteguh bangga mendengar ucapan Riko. Aldian
bahagia karena Riko telah kembali, Riko telah mampu membuatnya lebih tenang.
Riko dan Aldian melangkah beriringan meninggalkan pemakaman. Riko tak berkata
apapun saat berjalan dia hanya tersenyum dan tiba-tiba menagis. Aldian kembali
risau bahkan merasa ada yang aneh pada Riko saat Aldian mencoba menenangkanya
tiba-tiba tinju mendarat kembali dipipinya. Wajah Riko terlihat emosi dan
berlari meninggalkan Aldian. Aldian mengejar Riko yang terus berlari. Akhirnya
setelah Aldian berlari mengejar Riko bersama beberapa orang lainya berhasil
menangkap Riko dan membawanya ke rumah sakit jiwa. Dengan hati yang berat
Aldian menyetujui perawatan Riko di
rumah sakit, aldian meneteskan air mata saat mendengar ucapan dokter terkait
penyakit Riko. Ternyata selama ini Aldian salah mengira bahwa Riko terjerat
pergaulan yang salah dan mengomsumsi obat-obatan terlarang. Ternyata Riko
megidap defresi berlebihan akibat tekanan hidup dan emosi yang sulit
terkontrol. Kepribadian Riko menjadi labil terkadang dia terlihat normal bahkan
sangat bijak tapi terkandang juga bisa menjadi lemah dan merasa hidupnya
tersiksa serta bisa secara tiba-tiba emosinya memuncak tanpa kendali. Riko juga
menyukai tempat-tempat sunyi dan damai, itulah alasanya dia berada di pemakaman
saat itu.
Aldian
menjalani hidup tanpa Riko. Kini Riko masih dalam perawatan dokter, Aldian
selalu berharap agar Riko bisa kembali. Aldian juga sering mengunjungi Riko dan
bulir-bulir kepedihan selalu menghampirinya. Himpitan persoalan Riko telah
membawanya pada fase ini, dia terhimpit akan kehidupan yang begitu berbeda dari
sebelumnya dia tak dapat menyesuaikan diri hingga depresi dan membuatnya
menjadi labil. Himpitan kehidupan dapat merubah seseorang, kurangnya ketegguhan
iman menjadi dasar semua depresi.