Notification

×

iklan dekstop

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Cerpen ( HIMPITAN KEHIDUPAN )

Jumat, 26 Juni 2020 | Juni 26, 2020 WIB Last Updated 2020-06-26T01:34:22Z


Oleh : Ayu Mentari

Hanyut terbawa kilaunya dunia, berayun perlahan menggarunggi jalan yang kian berjalur penuh dengan kerikil yang menjelma menjadi jalan lurus. Cahaya yang berkilau menyilaukan pandangan hingga salah arah dalam melangkah. Kehidupan  tidak bisa ditebak selalu berlalu tanpa bisa kita duga. Melangkah harus dengan ketelitian, jangan terbuai dengan indanya saja tanpa tahu jalan apa yang sebenarnya tengah diarunggi. Siapa yang akan mampu bertahan dalam hantaman yang menghimpit jiwa, dalam deraiaan luka yang teramat pedih. Keteguhan iman tentu menjadi pondasi utama semua hal. Perlahan namun pasti jika pondasi yang telah kita bangun kokoh, maka secara bertahap dan perlahan akan melangkah dengan pasti menuju satu harapan yang semestinya dan terhindar dari gejolak dunia yang hanya terbatas di alam fana saja. Kilaunya gemerlap dunia saat ini kerap membuat seseorang salah langkah dan terjerat jalan hidup yang tanpa arah tujuan yang jelas atau menyesatkan.

Riko Altariadi seorang pemuda yang selalu tampil dengan segala kesempurnaan. Kulit putih, tinggi, mata tajam, alis tebal dan badan yang atletis. Riko adalah anak tunggal dikeluarganya. Ayahnya adalah seorang pembisnis sukses dan ibunya seorang disainer ternama. Riko terbiasa akan hidup mewah dengan pelayanan laksana raja. Kehidupan Riko banyak menjadi impian semua orang, tapi bagi Riko hidupnya adalah kehidupan kelam tanpa kebahagiaan. Banyaknya harta tak membuat Riko bahagia. Sejak kecil lembutnya belaiaan seorang ibu sangat jarang ia rasakan yang ada hanya kiriman per bulan yang dia habiskan tanpa kendali.

Sosok ayah yang selalu menjadi panutan semua orang tapi tidak bagi Riko, ayahnya terlalu sibuk dan tidak menghiraukan apapun tentang Riko. Riko bagaikan hidup sendiri, hidup bebas dengan segala kemewahan. Bisnis dan kemewahan memang hanya sementara semua bisa saja lenyap sesaat terbawa hembusan angin yang tanpa arah berhamburan, tanpa bisa disatukan kembali. Keluarga Riko tercambuk akan semua hal itu bisnis sang ayah bangkrut dan butik sang ibu terbakar hingga hangus. Kini tinggalah rumah mewah itu menjadi sasaran bisnis sang ayah. Pengadaiaan adalah solusinya, setelah jatuh tempo semua lenyap tanpa bisa terkendali. Ayah Riko frustasi dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Malam itu saat hujan deras Riko berada di kamarnya sesaat keluar kerena mendengar bunyi hantaman yang begitu kuat saat Riko keluar melihat ibunya sudah berlumur darah yang terlihat tergelincir dari tangga. Tanpa banyak berpikir Riko dan sang ayah menuju ke rumah sakit, namun naas kecelakaan terjadi hingga menewaskan Ayah dan Ibu Riko.

Waktu kian berlalu Riko yang kini tinggal bersama sang nenek dan sepupunya Aldian. Riko kini tak seperti Riko yang dahulu, kini dia terlihat banyak diam dan sesaat bisa menangis sesegukan. Aldian yang seusia Riko selalu mencoba membawanya untuk menenangkan diri. Seiring berlalunya waktu kini Riko sudah menjadi lebih baik lagi. Riko juga sudah kembali kuliah seperti sejak kala. Tiga bulan berlalu Riko terus mencoba bertahan dalam  kondisi apapun terus berusaha membahagiakan sang nenek yang telah mengasuhnya. Umur manusia tiada yang tahu, berita kematiaan sang nenek dia terima saat hendak memasuki ruangan kuliah. Riko berlari dengan goncangan kepedihan yang menusuk jiwanya. Riko menatap sosok nenek yang selama  ini memberinya arahan telah menyusul kedua orang tuanya, Riko kembali merasa sakit yang teramat dalam. Aldian yang sejak kecil tinggal bersama sang nenek juga hanyut dalam rasa kehilangan. Aldian adalah sosok pemuda yang selalu mencoba tenang dalam segala hal. Pahitnya hidup sudah dia rasakan sejak kecil, saat ibunya melahirkanya ibunya meninggal dan sang ayah meninggal saat dia masih dalam kandungan. Kini tinggallah Riko kerabat terdekatnya, dia berjanji akan terus bersama bertahan dengan Riko walau dalam keadaan apapun.

Sejak kematian sang nenek Riko dan Aldian melanjutkan hidupnya, Riko yang masih fokus dengan kuliahnya dan Aldian kuliah sambil mengelolah warung peninggalan sang nenek. Riko berubah dari waktu ke waktu sesaat dia bisa sangat membantu Aldian di warung namun sesaat juga dia bisa menghilang tanpa kabar. Emosi Riko semakin tak terkendali sering dia berlari tanpa arah dengan wajah emosi tanpa sebab. Aldian mencoba memberi arahan pada Riko agar bertahan dengan hidup mereka kini. Riko dengan santai berkata, “Aldian, kau tak perlu risaukan aku, apa kau lupa aku adalah anak dari seorang pembisnis hebat, kau tahu Aldian semua dapat aku beli tanpa perlu melakukan apapun.”
“Sadarlah Riko, coba kau lihat kita hanya tinggal berdua jangan kau perkeruh keadaan dengan tindakan-tindakanmu yang tidak masuk akal.” Ujar Aldian menatap saudaranya itu.“Apa kau bilang, tidak masuk akal? Kenapa Aldian kau iri dengan apa yang aku punya, sudahlah kau dan aku memang terlahir dengan nasib yang jauh berbeda, jadi tak usahlah kau atur hidupku biarkan aku melakukan apapun sesukaku.” Jawab Riko sambil melangkah meninggalkan Aldian di teras rumah. Aldian tak mengerti apa yang telah terjadi pada Riko.

Semua diluar kendali, semakin hari Riko semakin menjadi. Dalam sehari Riko bisa saja mendengarkan musik di kamarnya seharian penuh tanpa keluar dia berteriak tertawa lepas tanpa kendali. Namun, dihari lainnya dia tak berbicara sepatah katapun hanya menangis, menyalahkan takdir hidupnya. Aldian menjadi risau akan Riko dia mencoba membujuk Riko menemui psikiater yang dulu pernah mengobatinya namun lagi-lagi Riko dapat berkata dengan bijak seolah tak terjadi sesuatu yang buruk.
“Aldian, aku tahu kau mengkhawatirkan aku. Aku baik-baik saja, tidakkah kau mengigat pesan nenek jangan sedih berlebihan Aldian, kita kini tinggal berdua jadi harus saling menjaga bukan? Jadi apa gunanaya psikiater jika kau masih bisa menjadi pengarah hidupku?” Ujar Riko membuat Aldian tak dapat berkutik lagi. Dengan penuh kesabaran Aldian terus mencoba mengarahkan Riko, namun tingkah Riko semakin aneh. Kini Riko bahkan bisa berubah menjadi sangat emosi, mudah tersinggung dan tak jarang menghantamkan tinju tanpa sebab kepada Aldian.

Gemerlapnya dunia menyadarkan Aldian akan kehidupan yang semakin penuh dengan hiasan-hiasan kenistaan. Aldian merenung sesaat memikirkan saudaranya yang kini bagai lepas kendali. Sudah seminggu Riko menghilang, Aldian kehabisan akal untuk mencarinya. Dengan rasa penuh kerisauan Aldian ingin berbagi bebannya pada seseorang, Aldian melangkahkan kaki berjalan melewati jalan setapak suatu tempat. Aldian berjalan menuju nisan bertulisan Sartiati yaitu nama sang nenek. Saat Aldian mendekat terihat seseorang di sana dengan kaus biru dan berpaling saat mendengar langkah Aldian mendekat. Aldian melihat Riko tersenyum dan terlihat lemas. Aldian mendekat dan bertanya pada Riko.

“Kemana saja kau? Apa kau tahu aku mencarimu Riko, apa yang membuatmu begitu aneh sekarang?” Aldian menatap Riko penuh harap. Riko hanya mengeleng dan tersenyum aneh. Sesaat seseorang mendekat ke arah mereka dan menjelaskan bahwa beberapa hari ini Riko sering berkunjung dan berteriak di tempat ini dan saat disuruh untuk pergi dia menangis memeluk nisan itu dan terkadang dia melembar batu dan mengusir orang-orang menjauh darinya. Aldian meneteskan air mata melihat Riko seperti ini,  Aldian berpikir untuk membawanya pada psikiater itu, namun tiba-tiba saja Riko memeluk Aldian dan berkata.
“Aldian kenapa aku seperti ini? Kenapa aku bernasib buruk? Kenapa orang-orang pergi dariku? Kau tak akan meninggalkan aku kan Aldian?” Riko menangis dalam pelukan Aldian.
“Sudahlah Riko, apa yang kau ucapkan tidakkah kau lebih beruntung pernah menggenal dan bertatap langsung dengan orang tuamu, sedangkan aku tak pernah mendengar satu katapun terucap dari mereka.” Ucap Aldian yang menahan perihnya luka hatinya.

“Aldian apa yang kau katakan, kau orang kuat Aldian kita bisa melewatinya perlahan, jadi jangan pernah menyerah menjalani takdir hidup kita. Apapun yang telah terjadi biarlah terjadi, kita jadikan masalah yang telah terjadi menjadi kenangan masa lalu yang kita simpan menjadi pembelajaran hidup yang jauh lebih  baik lagi.” Ucap Riko, membuat Aldian terteguh bangga mendengar ucapan Riko. Aldian bahagia karena Riko telah kembali, Riko telah mampu membuatnya lebih tenang. Riko dan Aldian melangkah beriringan meninggalkan pemakaman. Riko tak berkata apapun saat berjalan dia hanya tersenyum dan tiba-tiba menagis. Aldian kembali risau bahkan merasa ada yang aneh pada Riko saat Aldian mencoba menenangkanya tiba-tiba tinju mendarat kembali dipipinya. Wajah Riko terlihat emosi dan berlari meninggalkan Aldian. Aldian mengejar Riko yang terus berlari. Akhirnya setelah Aldian berlari mengejar Riko bersama beberapa orang lainya berhasil menangkap Riko dan membawanya ke rumah sakit jiwa. Dengan hati yang berat Aldian menyetujui perawatan  Riko di rumah sakit, aldian meneteskan air mata saat mendengar ucapan dokter terkait penyakit Riko. Ternyata selama ini Aldian salah mengira bahwa Riko terjerat pergaulan yang salah dan mengomsumsi obat-obatan terlarang. Ternyata Riko megidap defresi berlebihan akibat tekanan hidup dan emosi yang sulit terkontrol. Kepribadian Riko menjadi labil terkadang dia terlihat normal bahkan sangat bijak tapi terkandang juga bisa menjadi lemah dan merasa hidupnya tersiksa serta bisa secara tiba-tiba emosinya memuncak tanpa kendali. Riko juga menyukai tempat-tempat sunyi dan damai, itulah alasanya dia berada di pemakaman saat itu.

 Aldian menjalani hidup tanpa Riko. Kini Riko masih dalam perawatan dokter, Aldian selalu berharap agar Riko bisa kembali. Aldian juga sering mengunjungi Riko dan bulir-bulir kepedihan selalu menghampirinya. Himpitan persoalan Riko telah membawanya pada fase ini, dia terhimpit akan kehidupan yang begitu berbeda dari sebelumnya dia tak dapat menyesuaikan diri hingga depresi dan membuatnya menjadi labil. Himpitan kehidupan dapat merubah seseorang, kurangnya ketegguhan iman menjadi dasar semua depresi.