Banda Aceh- Usai melakukan penelitian sejumlah daerah di Aceh, Direktur Sekolah Kita Menulis sekaligus Direktur Inovasi Indonesia Institue, Zulfata, M.Ag angkat bicara terkait suramnya literasi di Aceh. Hal ini sempat membuatnya geram melihat ulah para penguasa di Aceh yang terlena dengan misi pembangunan infrastruktur namun gagal fokus membangun kekuatan literasi Aceh.
“Seperti yang kita ketahui, Aceh adalah daerah bekas perang secara bertubi-tubi sepanjang sejarah bangsa Indonesia. Usai MoU Helsinki hingga saat ini belum satu kebijakan apapun yang patut diapresiasi pada pemerintah Aceh. Dengan kondisi seperti ini semestinya DPRA harus menunjukkan “taringnya” terkait generasi Aceh yang masih krisis lietrasi, sebab soal mendaulatkan literasi bukan sekedar memberikan beasiswa yang juga terbuka cela korupsi di dalamnya” Ujar Zulfata saat diwawancarai pihak media berawang news
Menurut Zulfata, hak genarasi Aceh mendapatkan layanan berliterasi yang layak bukan saja sesuatu yang harus cepat ditagih kepada pemerintah, tetapi juga sebuah tanggung jawab bersama untuk menggairahkan literasi di seluruh pelosok daerah di Aceh. Kefokusan Zulfata membenah Aceh dari sektor literasi juga mendorong dirinya untuk langsung turun tangan dengan menciptakan Sekolah Kita Menulis melalui stategi pelatihan dengan berusaha menciptakan para penulis dan budayawan dari Aceh. Sehingga Zulfata berharap dengan kehadiran lembaganya tersebut dapat bersam-sama dengan pemerintah Aceh untuk serius menangani Aceh terkait kusamnya potret literasi di Aceh.
Catatan sejarah Aceh menyebutkan bahwa Aceh dulunya pernah menjadi pusat peradaban dunia yang hampir selevel Hadramaut-Timur Tengah dengan ditandainya ekstensi Jamiah Baiturrahman yang ramai dikunjungi oleh ilmuan di seluruh penjuru dunia waktu itu. Atas alasan historis inilah ketika melihat Aceh yang krisis literasi hari ini secara tidak langsung pemerintahan Aceh saat ini sedang memendam bom waktu bagi masa depan Aceh.
Membenahi krisis kepemimpinan di Aceh saat ini murni atas keledoran penguasa di Aceh yang terkesan terlalu berharap pada lembanga-lembaga pendidikan seperti sekolah formal dan perguruan tinggi negeri. Padahal, sekolah formal dan perguruan tinggi negeri saat ini cenderung disibukkan soal administratif mereka masing-masing, sehingga gairah berliterasi di seluruh wilayah di Aceh tak tersentuh secara efektif dan efisien.
“Tidak perlu mencari siapa yang salah ketika memahami Aceh yang karut marut soal daya saing dan potret kepemimpinan daerah hari ini, semua ini adalah bentuk nyata dari tidak terkonsolidasinya partisipatif semua pihak untuk mengairahkan literasi di Aceh, bahkan ke depan dapat dapastikan Aceh akan semakin suram jika saat ini upaya perbaikan serius membenahi literasi secara masif di Aceh” ujar Zulfata.
(AWB)